😱21. Rumah Hantu😱

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kalau main-main ke rumah hantu, saya mau asalkan dengan kamu. Tapi kalau main-main dengan perasaan saya, maaf saya tidak mau."

-Ren-
(Pejuang Anti Hantu)

♡___________♡

"Sagitta!" panggil Ren.

"Ya, Pak?"

"Buatin saya teh panas. Cepat!" perintah Ren tanpa peduli dengan kesibukan sang sekretaris.

"Siap."

Sagitta beranjak dari kursinya dan berjalan hendak keluar dari ruangan. Ren mendengus kesal dengan respon Sagitta.

"Tunggu!"

Langkah Sagitta terhenti. Wanita itu tidak jadi membuka pintu dan membalikkan badannya.

"Bapak mau sesuatu lagi?" tanya Sagitta dengan wajah santai. Ia yakin, setelah ini pasti Ren akan menyuruhnya seperti babu. Ia tahan, kok. Percayalah!

"Teh saya jangan pake gula!"

"Iya."

"Jangan pake air panas!"

"Iya."

"Jangan pake bubuk teh!"

"Iya."

Ren geram dan gemas mendengar jawaban Sagitta yang hanya itu-itu saja. Ibarat boneka yang disetel bisa berbicara dengan kalimat yang sama secara berulang-ulang seperti, "hai, namaku Sagitta. Boneka manusia yang imut."

Kemarin Ren sengaja bersikap acuh tak acuh pada Sagitta karena telah membuatnya malu di depan Supermarket. Walau sebenarnya itu juga kesalahan Ren sendiri. Siapa suruh bersimpuh di depan Supermarket seperti pengemis?

Yah, Ren menyadari kebodohan dirinya sendiri begitu tiba di apartemen. Berulang kali harga dirinya jatuh di depan sang sekretaris. Walaupun sedang marah, tapi setelah kecelakaan kecil kemarin ia langsung bersimpati dengan Sagitta. Lagian marah sampai tiga hari dosa 'kan?

Sekarang Ren yang berhenti ngambek, giliran Sagitta yang mulai menjaga jarak. Entah apa kesalahan Ren, hingga wanita itu bahkan rela dianiaya hari ini.

"Kamu jawab iya-iya mulu! Terus kamu mau bawain saya apa?" sungut Ren sebal.

"Cangkir doang, kan?" sahut Sagitta dengan nada santai. Kekesalan Ren semakin memuncak. Tidak ada yang salah dengan jawaban Sagitta, hanya saja Ren menjadi lebih bete.

"Udah, nggak usah! Balik lagi ke meja kamu!" sergah Ren saat Sagitta hendak kembali membuka pintu.

"Ya udah," sahut Sagitta enteng dan kembali bekerja.

Ren tidak suka dengan sikap Sagitta hari ini. Dia stres dan butuh hiburan. Diganggu Sagitta atau dianiaya Sagitta termasuk hiburan baginya. Walaupun dirinya harus menjadi korban.

"Temen kamu si Hani nggak ke sini?"

Entah kenapa pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Ren. Sagitta memandang bosnya dengan kening yang berkerut.

"Gak! Kan Bapak sendiri yang bilang kalau Bapak nggak suka ada dia di ruangan ini. Bisa-bisa gaji saya juga Bapak potong 50 persen. Saya mah ogah!" jawab Sagitta dengan sedikit menyindir.

Ren mengulas senyum tipis. Ini yang ia mau. Kecerewetan seorang Sagitta. Satu pertanyaan simpel dijawab dengan deretan kalimat yang panjang. Dasar wanita!

"Oh, gitu," gumam Ren yang masih didengar Sagitta. Wanita itu memilih mengacuhkan sang bos dan kembali fokus pada laptopnya.

"Sepi, ya?"

Sagitta memandang bosnya yang sekarang terlihat seperti cacing kepanasan. Ren menggerak-gerakkan kedua kaki dan tangannya tanpa tujuan yang jelas. Yah, gerakan Ren tidak bisa disebut olahraga maupun tarian. Mungkin obatnya habis, pikir Sagitta.

"Ajak seluruh pegawai ke ruangan biar gak sepi!" sinis Sagitta.

"Enggak! Enak aja! Bisa-bisa saya mati dihimpit ratusan orang!" sergah Ren. "Lagian, saya cuma butuh hiburan, kok."

"Hiburan?" tanya Sagitta memastikan telinganya masih berfungsi dengan baik. Karena setahunya, Ren adalah seorang workholic. Buktinya, hampir dua bulan Sagitta bekerja, sang bos tak pernah absen dengan kerjaannya. Bahkan di saat sedang sakit sekalipun.

"Saya kira Bapak udah nggak butuh lagi kenikmatan dunia. Soalnya kerja terus. Sampe lupa uang yang didapat dari kerja buat apa," sinis Sagitta. Ren terkekeh pelan mendengar celotehan Sagitta. Tanpa wanita itu sadari, Ren sudah merasa terhibur.

"Umur saya masih muda. Masih kuat untuk bekerja. Selagi masih bisa nyari duit, ya kerja. Sebelum nanti waktu saya dibagi dengan keberadaan istri dan anak," pungkas Ren membuat Sagitta manggut-manggut.

Di satu sisi, Sagitta setuju dengan ucapan Ren. Tapi di sisi yang lain, ia tidak setuju. Bekerja hingga sakit itu bukanlah hal yang baik. Apalagi untuk kesehatan. Sekalipun telah jadi milyader, tetap percuma jika tubuh tidak lagi sehat. Karena kebahagiaan tidak diukur dengan uang.

"Tapi tetap saja, kebiasaan kerja bagai kuda seperti ini akan berpengaruh hingga Bapak nikah. Gimana kalau nanti setelah nikah sama punya anak malah lebih parah? Bisa-bisa itu menjadi penyebab terjadinya perceraian hingga berakhir dengan anak yang salah jalan. Bapak mau gitu?" Sagitta mencoba memberikan pendapatnya. Yah, itu bagian tidak setujunya.

"Lagian istri saya kamu, kan? Ngapain repot-repot mikir," sahut Ren santai.

Sagitta melebarkan matanya. Istri bos? Bagaimana bisa Ren mengatakan hal itu semudah membalikkan telapak tangan?

"Gak! Saya gak mau nikah sama Bapak! Penakut huuu ...," ejek Sagitta menolak terang-terangan.

Wajah Ren memerah. Ucapan Sagitta menohok jantungnya. Bagaimana bisa sekretarisnya itu menjelek-jelekkan sang bos? Ini tidak bisa dibiarkan.

"Saya bukan penakut! Saya cuma nggak suka hantu!" tegas Ren seperti anak kecil. Sagitta melepas tawanya.

"Heleh! Saya bisa bedain mana yang penakut sama mana yang nggak suka, keliatan kok!" ucap Sagitta semakin menjatuhkan harga diri Ren.

"Saya nggak takut!"

Ren menghampiri Sagitta dan menatap wanita itu dengan tajam.

"Oh, gitu, ya?" Sagitta terkekeh pelan. "Gimana kalau kita buktiin?"

Merasa ditantang, Ren membusungkan dadanya. "Ck! Cewek kayak kamu mau nantangin saya?"

Sagitta mengangguk mantap. Ia memang menantang sang bos. Ia akan buktikan bahwa Ren takut pada hantu.

"Kenapa? Bapak takut?"

Sagutta bisa melihat kekhawatiran Ren. Sekalipun ditutupi dengan sikap sok berwibawa, Sagitta bisa tahu bahwa Ren sebenarnya takut dengan tantangan itu.

"Saya terima tantangan kamu! Jadi, kalau saya menang, saya dapat apa?" tanya Ren mencoba menutup kegugupannya.

Sagitta tersenyum miring. Kesempatan seperti ini tidak akan terjadi dua kali. Jadi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

"Bapak ingat nggak mengenai permintaan saya yang saya ajukan beberapa hari lalu?" tanya Sagitta menaikturunkan alisnya. Dia sedang berencana licik.

Ren hampir lupa akan hal itu. Yap, saat Sagitta menangis karena diberi susu. Wanita itu masih memiliki dua permintaan lagi.

"Saya bakal nagih, nanti. Hari ini saya cuma ingatin. Masalah tantangan hari ini, saya sudah pikir matang-matang. Jika Bapak berhasil buktiin ke saya bahwa Bapak nggak takut hantu, maka saya akan mengundurkan diri jadi sekretaris Bapak. Tapi jika Bapak gagal ...."

Sagitta berjalan memutari Ren. Jantung Ren berdetak cepat menunggu kalimat selanjutnya. "Saya akan terus kerja di sini sampai Bapak jadi mayat atau saya sendiri yang ingin keluar."

Glek!

Ren memang tidak tahu sampai kapan Sagitta akan bekerja padanya. Tapi jika sudah seperti ini, maka satu-satunya jalan yang harus ia lalui adalah dengan memenangkan tantangan Sagitta. Ia berharap, tantangan Sagitta tidak terlalu berat. Mungkin Sagitta hanya menyuruhnya menonton film hantu. Atau ... apakah ia akan bertemu dengan Hani?

Seketika wajah Ren memucat. Sagitta tidak sejahat itu menyuruhnya bertemu langsung dengan Hani, bukan? Tidak, ini tidak boleh terjadi. Ren tidak bisa mati sekarang, ia belum menikah dan punya anak. Jika ia mati, siapa yang akan mewariskan CASSIOPEIA?

"Git ..."

"Tenang, Pak. Saya nggak bakal suruh Hani ketemu Bapak, kok."

Ren langsung menghela napas lega. Tapi ia sedikit heran. Bagaimana Sagitta tahu isi hatinya? Atau dia adalah cenayang?

"Jadi?"

"Besok ... hari Minggu ...."

"Saya tahu," ucap Ren memutar bola mata malas.

"Kita kencan ...."

Ren membelalakkan matanya. Kencan? Sagitta telah terkena kutukannya kah? Atau Sagitta mulai kambuh sakit jiwanya?

"Kam--"

"Ke rumah hantu!"

Tidak!

Bruk!

Tubuh Ren terhuyung seolah baru saja dihempas dengan kuat. Kepalanya mendadak pusing. Ia bisa melihat bagaimana seringai penuh kejahatan tercetak di bibir Sagitta. Seharusnya Ren tahu, Sagitta itu licik, selicik-liciknya Medusa.

###

Hari Minggu telah tiba. Jika sebelumnya Ren begitu antusias dengan hari liburnya, maka mulai detik ini ia ingin menghapus tulisan Sunday di kalendernya.

Ren tidak mau dianiaya di hari indahnya. Bisa ia bayangkan bagaimana buruknya hari ini. Bisa-bisa ia berakhir di rumah sakit selama seminggu.

Kencan. Mendengar kata itu mungkin bagi para jomlo terasa sangat menyesakkan hati mereka. Semua orang juga ingin kencan dengan kekasih tercintanya. Menghabiskan waktu berdua dan menikmati hari-hari penuh cinta.

Bukan pertama kalinya bagi Ren untuk kencan. Tapi entah kenapa kencan kali ini sungguh sangat mendebarkan. Bukan karena ia bahagia. Bahkan ia merasa menjadi orang paling menyedihkan di dunia. Ia akan berkencan dengan sekretaris yang paling ingin dihindarinya dari dunia ini. Berkencan dengan sekretaris seperti Sagitta adalah malapetaka.

Awalnya Ren sengaja tidur saat Sagitta mencoba menelponnya. Siapa sangka, jika Sagitta malah melompati balkon dan membangunkan Ren dengan menendangnya hingga terjatuh ke lantai. Sadis bukan? Tetapi, Ren tidak bisa berkomentar apapun. Mereka tidak dalam kondisi lingkungan kerja.

Tak hanya sampai di situ, Ren juga berakting sakit. Tapi lagi-lagi Sagitta tidak mau tahu. Ia menarik tangan Ren dengan kuat dan menjatuhkan pria itu ke dalam bath up yang telah diisi air hangat. Jangan tanya darimana kekuatan super Sagitta muncul, gadis itu memang telah aneh dari sananya. Bisa saja Sagitta adalah jelmaan Wonderwoman versi mistis.

Ren kalah. Ia hanya bisa pasrah. Bahkan Sagitta sendiri yang memilih pakaian untuk dikenakan Ren. Mana warnanya sama seperti Sagitta lagi. Seolah mereka memang pasangan kencan yang penuh cinta. Ren ingin jadi mayat saja.

"Kita bisa batalin kencan ini, Pak. Kalau Bapak takut ...," ujar Sagitta dengan nada santai setiba mereka di parkiran taman bermain. Percuma Sagitta! Ren tidak bisa melakukan apapun. Sekarang harga dirinya dipertaruhkan.

"Enggak! Saya nggak takut, kok!" tegas Ren sok jantan. Sagitta terkikik geli. Bosnya ini benar-benar lucu.

Bukan hanya Ren, Sagitta juga sudah mempersiapkan mentalnya. Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa sesampainya mereka di wahana rumah hantu itu, Ren pasti akan pingsan. Minimal teriak-teriak ketakutan. Prediksinya sangat kuat.

Kini, mereka telah tiba tepat di depan rumah hantu. Ren menegang di tempat. Setelah bertahun-tahun lamanya, Ren akhirnya kembali ke tempat laknat itu karena suatu tantangan konyol dari sekretarisnya. Sungguh, ia merasa sudah gila sekarang. Ia melanggar janjinya sendiri untuk tidak datang lagi ke wahana laknat itu. Yah, sepertinya ia akan tewas hari ini.

"Bapak udah bikin surat wasiat?" tanya Sagitta. Ren hanya menggelengkan kepalanya.

"Loh? Nanti kalau Bapak mati gimana? Kasihan CASSIOPEIA bisa bangkrut kalau Bapak nggak kasih hak waris," ujar Sagitta dengan tampang serius.

Ren memincingkan matanya.

"Kamu remehin saya?" sinis Ren.

Sagitta menyengir.

"Saya nggak remehin, kok. Cuma ya ... gitulah. Emangnya Bapak nggak merasa aura dari rumah hantu itu? Saya aja sedari tadi dengar suara-suara mistis dari dalam sana. Mereka banyak, Pak," ujar Sagitta setengah berbisik.

Ren kembali menegang. Ia tahu maksud Sagitta dengan kata 'mereka'. Yah, hantu-hantu menyebalkan itu.

Sagitta melirik ke arloji kuno miliknya.

"Kita punya waktu lima menit lagi. Bapak bisa menyerah dengan tantangan ini," peringat Sagitta dengan nada mengejek. Ren mendengkus.

Ren memejamkan matanya sesaat dan menghirup napas dalam-dalam. Ia sudah bertekad bahwa ia akan menang hari ini. Apa pun yang terjadi. Sekalipun saat keluar dari rumah hantu ia akan dibawa pulang ke rumah sang ibu sebagai mayat kaku.

"Jadi, saya cuma harus lewatin rumah hantu ini, kan?" tanya Ren yang sudah mengumpulkan segala keberanian. Sagitta mengangguk dan tersenyum remeh. Ia yakin, baru menginjak pintu rumah hantu, Ren akan langsung terkapar di situ.

Belum sempat Sagitta mengeluarkan kata-kata berupa ejekan, Ren langsung menggengam tangan Sagitta erat. Wanita itu terlihat kaget. Belum lagi dengan tatapan Ren yang menatapnya lekat.

"Saya bisa lewatin rumah hantu itu dengan selamat. Asalkan ...," Ren menggantungkan ucapannya dan mempererat genggaman mereka.

Sagitta meneguk salivanya.

"Asalkan dengan kamu!"

Tidak! Sagitta pikir hanya Ren yang akan masuk. Kenapa malah mengajaknya? Sial, Sagitta harus berhadapan dengan ribuan hantukah?

Ia ingin menolak, tapi Ren menyeretnya hingga masuk ke dalam rumah hantu itu. Selamat datang di dunia kedua!

###
To be continued.

Gimana? Udah cocok belum?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro