22. Ada Apa Ini?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)

Anyelir ingin tidur siang. Namun, Restika terus mengganggunya. Padahal ia hanya ingin tidur tenang, mumpung tidak ada jadwal kuliah siang ini.

"Nye, ayolah. Lo harus ikut!" desak Restika menarik-narik kaki Anyelir.

"Enggak mau, Res! Izinin gue, dong," pinta Anyelir menatap Restika penuh harap. Gadis itu bersedekap dada, ia menggeleng kuat. Tetap masih pada pendiriannya.

Anyelir mendesah berat. Ia tidak ingin pergi latihan tari. Ya, hari ini adalah hari pertama Anyelir bergabung menjadi bagian dari UKM Tari. Dan Restika yang merupakan anggota UKM Tari sedari tahun lalu itu terus mendesaknya dengan berbagai cara.

"Gue enggak bisa nari, Restika. Lo bayangin, ntar gue malah diketawain sama temen-temen lo."

Restika menulikan pendengarannya, sementara tangannya memoles lipstik di bibirnya.

"Enggak bakal." Lihat, kan? Dia tetap bersikeras.

"Ayolah, Restika. Izinin gue, ya? Bilangin gue sakit gitu atau ada acara keluarga, gitu," rayu Anyelir.

"Enggak."

Anyelir memanyunkan wajahnya, tampak pasrah. Seharusnya Restika memahami alasannya dan membantunya. Namun, untuk kali ini Restika tidak seperti teman yang ia kenal. Sangat tidak pengertian!

Restika sendiri tahu alasannya masuk ke UKM Tari. Itu dikarenakan untuk memenuhi persyaratan Stefanye agar gadis itu mau berkencan dengan Antariksa. Dan dengan bodohnya ia menerima persyaratan itu. Ia tahu kenapa Stefanye mengajaknya bergabung di UKM Tari dan Restika mendesaknya untuk ikut latihan hari ini, tentu saja karena peminat UKM Tari sedikit sehingga tidak banyak merekrut anggota.

"Lo tahu alasan gue." Kali ini Anyelir memasang wajah sedih agar dikasihani.

"Nye, denger, ya. Stefanye anak anggota UKM Tari, bukannya itu cara mudah buat lo bantuin comblangin dia sama kating ganteng itu? Lo bisa pura-pura temenan sama Stefanye dan rencana lo bakal lancar. Percaya sama gue."

Penjelasan Restika benar, tentu saja akan banyak peluang yang didapat jika dirinya masuk UKM Tari. Lagipula hanya mempelajari tarian, kan? Cukup gerakkan anggota tubug dan kayang saja, mungkin bisa.

"Pinter!" seru Anyelir beranjak dari posisi berbaringnya. Lalu ia melompat ke lantai, hampir saja terjatuh. Restika hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan unik teman kosannya.

Dengan penuh semangat, Anyelir menyambar handuk yang tersangkut di belakang pintu.

"Restika! Tungguin gue, ya! Gak lama!" teriak Anyelir sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi.

***

Hari ini baru sesi perkenalan antar sesama anggota UKM Tari. Tak pernah disangka-sangka, bahwa Baleria ada di antaranya. Pertemuannya dengan gadis itu membuat Anyelir teringat kilas balik yang menjadikannya tumbal dengan mencomblangi Antariksa dan Stefanye.

Selesai perkenalan dan berbincang-bincang santai mengenai UKM, akhirnya mereka bisa pulang. Sayangnya, Restika malah menghilang. Tadinya ia masih berada di sebelah Anyelir, entah ke mana gadis itu sekarang. Dihubungi berulang kali lewat handphone pun tidak aktif. Toh, tidak apa sebenarnya jika langsung pulang, tetapi kesannya ia terlalu jahat. Siapa yang tega meninggalkan temannya? Bukan dia.

Bertanya pada beberapa teman baru--anggota UKM Tari, ia mendapat informasi bahwa Restika menemui seorang lelaki di belakang gedung Convention Hall. Mungkin ada yang perlu ia bicarakan. Oke, Anyelir akan menunggu.

Melihat sebuah bangku panjang di depan sekretariat BEM, ia langsung ke sana. Namun, secara bersamaan pula, sosok Baleria muncul. Akhirnya, mereka berdua duduk bersebelahan.

Suasana tampak canggung, tetapi tak disangka Baleria mencolek lengannya.

"Masih inget gue, kan?" tanyanya saat Anyelir menoleh padanya. Anyelir hanya mengangguk kecil. Lagipula bagaimana bisa ia lupa akan kejadian beberapa bulan yang lalu. Memalukan rasanya, walaupun Baleria tidak langsung melihat bagaimana ia salah mengenali orang. 

"Eum ... gimana hubungan kalian?" tanya Anyelir dengan hati-hati. Baleria tersenyum kecut.

"Enggak ada yang berubah. Masih sama."

Sebenarnya Anyelir ingin bertanya lebih lanjut, tetapi ia tidak mungkin mengorek lebih dalam privasi orang lain. Bagaimana pun kelanjutan hubungan Cakra dan Baleria, biarlah itu menjadi urusan mereka.

"Tapi, gue berterima kasih sama lo."

Anyelir mengernyit bingung. Usahanya gagal, kenapa pula Baleria harus berterima kasih?

"Kalau gue beneran putus sama Cakra, mungkin gue akan nyesel." Baleria pasti punya alasan, dan Anyelir dengan setia siap mendengarkan kelanjutannya.

"Gue sadar, selama ini bukan Cakra yang salah. Selama ini gue selalu merasa dia ngekang gue, tapi sebenarnya dia cuma mau lindungi gue. Gue suka menerka-nerka sendiri tanpa mau tahu kebenaran yang sebenarnya. Gue jadi merasa gak pantes dampingi dia. Tapi lihat betapa cintanya dia sama gue, gue jadi yakin, keputusan gue untuk tinggal di sisi dia adalah keputusan yang bener. Lo mikir gitu juga, kan?"

Anyelir sedikit tersentak karena Baleria malah menanyakan pendapatnya. Ia sendiri merasa bingung. Ia tidak pernah memiliki hubungan seperti itu dengan siapa pun.

Melihat Anyelir meringis, Baleria tersenyum. "Love can forget how to start, but love can't start how to forget."

"Sekali lagi makasih. Kalau lo enggak gagal saat itu, mungkin gue udah melewatkan satu hal yang berharga. Btw, tolong bantu calon adik ipar gue, ya."

Sekali lagi, Anyelir mengernyit. Siapa calon adik ipar Baleria?

"Siapa?" tanya Anyelir kebingungan.

"Flower. Dia cinta banget sama Oktan. Walaupun si bangsul itu ngeselin, gue tetap pengen lihat Flower bahagia. Dia udah kayak adik gue. Jadi, mohon bantuannya."

Ah, ya. Ia hampir lupa dengan Flower yang merupakan adik Cakra. Ia mendadak mengingat kejadian sore kemarin. Keasyikan mengobrol dengan Baskara, Antariksa dan Stefanye, ia jadi lupa tujuan utamanya. Tahu-tahu sosok Flower sudah menghilang. Sementara Oktan masih di mejanya seraya menikmati minumannya dengan santai. Setelah ini, Anyelir akan menghubungi kliennya yang satu itu.

Setelah menyakinkan Baleria bahwa ia akan mengurus hubungan Oktan dan Flower dengan baik, Anyelir pamit diri. Kebetulan sosok Restika tiba-tiba muncul dengan wajah sembab.

Anyelir tidak tahu apa yang terjadi pada sahabatnya, tetapi saat ia bertanya, Restika hanya diam saja. Bahkan ia tidak sempat meladeni Stefanye yang memanggilnya. Ia memilih pulang bersama Restika. Sepanjang perjalanan, Restika terisak.

Dan kebingungan itu berlanjut saat Restika mengatakan sebuah kalimat yang tidak dimengertinya sebelum masuk ke kosan.

"Gue benci dengan sikap lo yang enggak peka!"

Jadi, ia bersalah?

***

Anyelir tidak bersemangat pagi ini. Hal ini disebabkan sikap Restika yang mendiamkannya. Ia mencerna baik-baik makna dari kalimat penuh emosi Restika kemarin sore. Ada apa dengan ketidakpekaannya? Apa ia melakukan sebuah kesalahan besar?

Restika tidak pernah seperti ini. Dalam persahabatan sudah tentu ada pertengkaran, ia dan Restika juga sering berselisih paham. Namun, tak pernah sekalipun sampai ada acara bisu berjam-jam alias tidak berbicara satu sama lain.

Mungkin ini ada hubungannya dengan lelaki yang ditemui Restika. Pertanyaannya, siapa lelaki itu? Dan apa hubungannya dengan Anyelir?

Mendesah berat, Anyelir memanggul tas punggungnya. Lalu keluar dari kelas dengan langkah lesu. Rencananya ia ingin ke toko buku sore ini, tetapi tidak jadi. Maka pilihan yang lebih baik dari itu adalah segera pulang ke kosan dan tidur.

Namun, baru beberapa langkah sekeluarnya dari kelas, sosok kakak tirinya muncul. Karin. Wanita muda yang menjadi salah satu dosennya itu berjalan ke arahnya. Suasana koridor mendadak ramai. Tak heran, banyak yang mengagumi sosok Karin. Wanita cantik dengan segudang prestasi itu mampu menarik mata siapapun. Apalagi kaum Adam yang matanya jelalatan.

Malas bertemu Karin, Anyelir memutar tubuhnya ke arah sebaliknya. Namun, ia kalah cepat dengan suara Karin yang menyerukan namanya. Jadi, tak ada pilihan lain, ia membalikkan tubuhnya dan memberi senyuman palsu. Ia tak mau menanggung resiko dengan menjelekkan namanya sendiri karena mengabaikan dosen. Selain terkenal sebagai matchmaker, ia tidak mau menambah prediket sebagai 'Mahasiswi terburuk tahun ini' di Fakultas Desain dan Seni Kreatif.

"Maaf, ada apa, ya, Bu?" tanya Anyelir dengan nada sopan ketika Karin tiba di hadapannya.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu. Ikut saya."

Karin memberi perintah, bukan ajakan. Anyelir tahu, ia harus melawan hati demi memenangkan logikanya untuk tidak menolak. Ingatkan dia bahwa Karin adalah kakak tiri sekaligus dosennya.

(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)
T

bc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro