[12] : Lee Taeyong dan Bubur

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• From Home •

•~~•

Jika disuruh memilih, gue lebih milih buat ngurus selusin anak kambing

—Taeyong Lee—Lah hidup—

Only by encountering many difficulties, knowing and experiencing those difficulties, then your strength to escape them will develop

—Lee Taeyong—

•~~•

—Pagi ini Taeyong telah disibukan dengan mengurusi empat anak kurang ajar yang tengah mengeluh kelaparan, maklum kalau sama Taeyong bawaannya pengen ada traktiran Mulu.

"Pa, kita tuh pagi-pagi diculik kasih sogokan apa gitu kek pa" Renjun yang matanya masih sepet-sepet nyeletuk ringan sambil menyandarkan tubuhnya ke jok mobil.

"Nyabu gitu" celetuk Haechan yang dibalas dengan delikan tajam yang disertai dengan ceramahan singkat mengenai kehidupan bernarkotika dari Taeyong.

"Hidup kalian rusak kalau kalian—"

"—NYABU PA NYABU! NYARAP BUBUR, LAPAR KITA TUH PA!!!!!"

Taeyong memilih tak menjawab seraya melemparkan beberapa bungkus permen ke arah Haechan.

"Mana kenyang pa cuman ngemutin permen keras kek gini, lambung saya aja ogah sarapan mabok permen Kopoki"

"Kopiko"

"Hooh permen Kopiko!"

"Diem kalau kalian mau turun dengan selamat"

"Payong tah pernah liat Maung kelaparan?"

"Kamu belum pernah liat saya marah?"

"Pernah pa udah khatam ratusan kali"

"Bagus, sekarang diem, saya lagi nyetir"

Haechan hanya mendengus kesal, dan memilih untuk membuka bungkus permen yang tadi Taeyong lemparkan.

"Dingin euy bisa dimatiin aja gak pa ACnya?"Jaemin menyahut seraya mengotak-atik AC mobil membuat Jeno yang duduk disamping Taeyong menyodorkan se-sachet tolak angin ke arah Jaemin.

"Takut masuk angin"

"Jen—"

"Sama-sama"

"Gue cuman kedinginan bukan panas dingin!"

Keempat anak itu hanya diam, tidak ada satupun dari mereka yang berbicara, justru membuat Taeyong merasa ganjil.

"Kalian kok gak bacot?"

"Hadehhhh...Bacot dimarahin, giliran diem disuruh bacot, jadi serba salah nih pangeran" seru Haechan yang masih asik mengemut permen kopiko ke tiganya.

"Lagian si Payong jemput kita subuh-subuh buta, liat pa, Renjun aja masih bisa lanjut molor!!" Jaemin menukas keras seraya menunjuk Renjun yang jiwanya sudah pergi ke alam mimpi.

"Ini tuh hari Minggu pa, hari keberuntungan kita biar nggak ketemu Payong"

"Maksudnya?!"

"Hehe, waktunya kita berbakti bantuin orang tua beres-beres rumah"

"Halah! Jam segini aja kalian masih molor, bangun-bangun paling cuman bengong sama menuntaskan hajat dikamar mandi" ucapan Taeyong tadi menimbulkan ekspresi tak percaya dari Haechan, Jeno, dan Jaemin.

Renjun bahkan masih anteng dengan mimpinya yang sedang makan bubur ayam.

"Bengong itu adalah kenikmatan paling hakiki Payong!"

"Pantesan kayak setan"

"Payong!"

"Jangan kebanyakan bengong—"

"Nanti kesambet?"

"Nanti keliatan dongonya"

"Setan!"

"Ngumpat aja kamu jago ya!"

"Adalah makhluk yang terkutuk—Cie kena prank—Aduh pa! Permen Kopiko kalau di lempar sakit loh pa!"

"Bangunin Renjun, kita udah mau nyampe"

"Kemana pa?" Jeno menatap bingung ke arah Taeyong, pasalnya walaupun Jeno mainnya lumayan jauh, ancang-ancang kalau dapet cewek dari luar kota bisa keliatan pinter pas dibawa main kesini, tapi untuk kali ini, ia tidak mengenali daerah yang dilalui Taeyong.

"Tukang Bubur"

•~~•

"Hamdallah rezeki anak ganteng, ternyata bukan mimpi doang"

"Mimpi?" Jeno mengernyitkan dahinya bingung.

"Tadi gue mimpi lagi makan bubur ayam"

"Serius?!?!" Jaemin yang sedari tadi hanya sibuk menyendokkan bubur ke mulutnya menjadi ribut sendiri dan dengan refleks menggebrakan meja, membuat sendok yang harusnya masuk ke dalam mulut Haechan malah menabrak hidungnya.

"Indra ke enam Lo kebuka apa gimana?!"

"Sehari aja, tolong, jangan tolol" ucap Taeyong sembari memainkan ponselnya.

"Payong nggak makan?"

"Kalian aja"

Sret...

Jaemin menggeserkan kursinya untuk mendekat ke arah Taeyong, dengan refleks tangannya menyendokan bubur yang ada di mangkuknya untuk di arahkan ke mulut Taeyong.

Fokus Taeyong segera teralihkan ketika melihat tangan Jaemin tepat ada di depan wajahnya.

"Payong mau saya suapin?"

Dengan segera Taeyong membelalakkan matanya kemudian menatap garang ke arah Jaemin, membuat anak itu dengan segera mengubah ekspresi polosnya menjadi ekspresi ketakutan.

"AMPUN PA! SAYA GAK MAKSUD GITU!"

Taeyong hanya memutar bola matanya jengah.

"Tapi pa, Payong bawa kita buat sarapan, sedangkan sendirinya nggak makan"

"Denger, kalian makan aja ok, saya nggak terbiasa buat sarapan pagi"

"Pa—"

"Ma.kan.!"

Nyali Jaemin seketika menciut, lalu dengan segera melanjutkan aktivitasnya untuk menghabiskan sarapan paginya tersebut.

"Kalau udah beres langsung masuk ke mobil"

•~~•

Mobil putih yang dikendarai oleh Taeyong dan empat anak muridnya kini memasuki sebuah perumahan mewah di pinggiran kota, lebih dekat ke arah kaki gunung, suasana nampak lebih sejuk dibanding dengan suasana yang berada di sekeliling mereka sebelumnya.

Melihat beberapa rumah megah dengan design unik yang berbeda di setiap rumahnya menimbulkan rasa penasaran di antara Renjun, Jeno, Haechan, dan Jaemin, banyak pertanyaan yang terlontar di sepanjang jalan.

"Ini kalau ngepet daerah sini enak nih"

"HAH?! MR.DAWET?! NGAKAK EDAN!"

"Douvied Jun, itu tulisannya Douvied!"

"Ini kalau punya rumah disini pajaknya berapa pa?"

"Woy woy itu rumah ada kolam renangnya!"

"Mana?!"

"Ayo pa turun dulu! Udah lama gak berenang!"

"Eh ada anak anying!"

"Woy tuh ada Cici Cici lagi olahraga, buka woy jendelanya!!!!" Mendengar teriakan heboh dari Haechan, Renjun dengan refleks menekan tombol di sampingnya agar jendelanya terbuka, ketika keadaan sudah memungkinkan dengan segera Haechan mengeluarkan kepalanya untuk menoleh ke arah seorang wanita yang sedang berlari-lari kecil.

"UHUY YANG SEMANGAT LARINYA SAYANG!!!!!!" Teriak Haechan sembari melambaikan tangannya, membuat Taeyong menancapkan gas sekuat mungkin.

Malu cuy!

Suara tawa ricuh dari keempat anak yang ada di dalam mobil Taeyong mampu untuk menenggelamkan semua suara lainnya.

Bocah-bocah kampret

Tak lama sejak kejadian itu kini keempat anak itu sedang bersenandung ria mengikuti lagu yang sedang di putarkan radio.

"I'm the first to say that I'm not perfect"

"And you're the first to say you want the best thing"

"But now I know a perfect way to let you go
Give my last hello, hope it's worth it"

"Here's your perfect"

Taeyong tak bereaksi apapun, sesekali senyumnya merekah melihat tingkah laku keempat muridnya tersebut.

"Kita sebenernya mau kemana Payong?"

Tak kunjung mendapatkan jawaban dari Taeyong, membuat Renjun membelalakkan matanya selebar mungkin.

"Jangan-jangan! Omongan Payong waktu itu gak bener kan?!"

"Mungkin"

"ASTAGHFIRULLAH PA, SUNGGUH KOTOR SEKALI SI PAYONG!"

"Emang paan Jun?"

"SI PAYONG MAU JUAL KITA KE SUGAR MOMMY!!" ucapan Renjun tadi mampu untuk membuat anak-anak lainnya berteriak dengan histeris, keadaan menjadi lebih ricuh dari sebelumnya membuat Taeyong frustasi.

"HEH!!! DENGER YA KALAU KALIAN MASIH BERISIK SAYA BENERAN BAKALAN JUAL KALIAN!"

•~~•

Taeyong memarkirkan mobilnya disalah satu halaman rumah megah bertingkat dua, rumah bercat cream-coklat dengan kolam ikan dan juga halaman rumput yang menurut Jaemin sudah cukup bila ia bermain badminton disana, interior klasik tapi tidak menjenuhkan membuat keempat anak itu tak bisa mengalihkan pandangannya.

"Turun"

"Pa minta ampun, jangan jual kita pa, janji deh pa bakalan nurut sama bapa"

"Turun!"

Keempat anak itu menurut dan segera keluar dari mobil putih tersebut.

"Ini rumah saya, nggak usah ketakutan gitu"

Keempat anak memberikan ekspresi tak percaya secara bersamaan.

"Kenapa muka kalian kaya gitu?"

"Payong tinggal disini?" Jaemin menatap takjub ke arah rumah megah di hadapannya.

"Ya, tapi gak sering sesekali saya kesini"

"Ternyata tajir" Haechan menyeletuk ringan sembari menganggukkan kepalanya.

"Oh selama ini gak keliatan?, Iya saya emang suka merendahkan diri"

"Idih, najis"

"HEH!"

"Hehe, jadi kenapa Payong ngajak kita kesini?"

"Ikut saya" Taeyong jalan mendahului anak-anak tersebut untuk memasuki rumahnya, kakinya melangkah lenggang untuk berjalan masuk tak membiarkan Renjun, Haechan, Jeno, dan Jaemin mengagumi rumah besar ini.

Taeyong dan empat anak itu tiba disalah satu ruangan dengan berbagai macam benda yang dapat di mainkan (?)

"Kalian diem dulu disini, ada hal yang harus saya lakukan, jangan pergi kemana-mana, kalian boleh mainin semua benda yang ada disini, tapi nggak ada yang boleh keluar dari ruangan ini, dapat di mengerti?"

Renjun, Haechan, Jeno dan Jaemin hanya mengangguk paham sebelum akhirnya punggung Taeyong menghilang dibalik pintu.

"Gue gak tau Pa Taeyong suka sama semua ini"

"Whatever, Piano itu kayanya bisa dimainin" tanpa berfikir panjang lagi Haechan segera menghampiri sebuah piano besar berwarna coklat, tangannya bergerak untuk menekan beberapa tuts sebelum akhirnya memilih untuk duduk dan memainkan sebuah lagu.

Jeno tak bicara apapun dan memilih untuk menghampiri salah satu alat olahraga milik Taeyong, anak itu menaiki Spinner Bike dan memakai salah satu VR dikepalanya.

"Pa Taeyong pernah bilang sama gue kalau dia kaga suka ngelukis"

Ucapan Renjun tadi membuat Jaemin menoleh kearahnya dengan dahi yang mengernyit.

"Tapi justru punya peralatan melukis yang lengkap"

"Payong pernah bilang gitu ke lo?"

"Iya, inget waktu gue cerita gue ketemu Pa Taeyong waktu gue niat mau kabur dari rumah?"

Jaemin mengangguk.

"Dia bilang nggak suka ngelukis" Renjun tersenyum tipis "tapi terserah, mumpung di bolehin ya gas, lagian di rumah, gue udah kaga boleh ada barang beginian" Renjun berjalan meninggalkan Jaemin yang masih mematung, ada beberapa pertanyaan yang kini muncul di benaknya.

Pa Taeyong ngelakuin ini dengan sengaja

Lamunan Jaemin seketika buyar ketika bahunya terasa berat karena sebuah tepukan dari seseorang yang kini tengah tersenyum ke arahnya.

"Mungkin kamu suka ini"

"Pa"

"Jangan sampai rusak, kalau rusak kamu yang ganti rugi ke saya" Taeyong menyodorkan sebuah kamera dengan peralatan sejenisnya ke arah Jaemin "Lakuin apa yang kamu suka"

Tak kunjung mendapatkn respon dari Jaemin, Taeyong memilih untuk menyimpan peralatan yang ia bawa dan beralih untuk mengeluarkan beberapa camilan yang berada di dalam sebuah keresek berwarna putih dengan tulisan berwarna biru.

"Pa"

Taeyong menatap Jaemin sembari meminum sebotol minuman yang ia ambil dari dalam kresek tadi.

"Pa Taeyong tau darimana?"

"Maksud kamu?"

"Haechan dengan dunia musiknya, Jeno dengan olahraganya, Renjun dengan lukisannya, juga saya dengan dunia photography, Pa Taeyong gak bener-bener menekuni semua ini kan?"

"Kamu baru aja ngatain saya bego?"

"NGGAK PA! BENERAN DAH!"

"Terus?"

"Cuman—semuanya terlalu tepat buat disebut kebetulan"

Taeyong hanya tersenyum tipis, membuat Jaemin justru semakin bertanya-tanya.

"Memang cuman kebetulan"

•~~•

• From Home •

•~~•

ToBeContinue

•~~•

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro