[6] : Lee Haechan dan Bocil Rese

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


• From Home •

•~~•

—Bagi Haechan, malamnya tidak akan pernah terasa sepi, terutama dari suara makhluk-makhluk laknat yang sering disebut bocil, baik itu suara teriak, rebutan mainan, atau sekedar berdramatisir karena keseringan nonton FTV, membuat suasana rumah menjadi lebih berisik dibandingkan rumah-rumah lain, tak jarang Haechan harus merelakan tubuhnya untuk dinaiki atau sekedar di tusuk dengan pedang-pedangan plastik.

Begitupun dengan hari ini, baru saja Haechan bersiap untuk membuka pintu, seorang anak berteriak histeris sambil berkata "—HUWAH!!!! ADA MANUSIA SERIGALA BUTEK JELEK YANG MASIH IDUP!!!"

Tentu saja Haechan naik pitam.

"BERISIK WOE!!!"

"HUWAHHHHH IBU!!!!!!"

"MONSTERNYA NGAMOK!!!!"

"KIAN SANTANG SIAP BERAKSI!!!!"

"AYO SERANG!!!!"

"Anak-anak!!" Seorang wanita paruh baya keluar dari sebuah ruangan sembari menepuk-nepukam tangannya, mencoba untuk mengalahkan suara berisik dari anak-anak tersebut.

"Shhtttt...ayo anak-anak kita berbaris buat cuci tangan, yang sudah cuci tangan langsung duduk dengan rapih di meja makan, yang memimpin barisan hari ini Jisung ya"

Dengan patuh anak-anak tadi berbaris dengan rapih kemudian berjalan bersama sembari bernyanyi menuju kamar mandi untuk mencuci tangan.

"Udah pulang?"

"Hm"

"Mana SungChan?"

Haechan nampak sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu.

"Itu anak belum balik?"

"Kamu ini gimana sih? Kenapa gak kamu tungguin dulu Sungchan, kalau dia kenapa napa gimana?"

"Dia bakalan baik-baik aja"

"Cari"

"Bu"

"Cari Sungchan!"

"Dia udah gede Bu"

"Ibu bilang cari Sungchan!"

Haechan memutar bola matanya jengah, kemudian berbalik arah dan berjalan lagi keluar rumah.

"Kenapa itu anak kaga bisa dengerin gue sekali aja, kan nanti gue juga yang kena!"

Baru saja Haechan melangkahkan kaki beberapa langkah dari rumah, dia sudah kembali berhenti saat mendapati seorang remaja laki-laki yang tengah menenteng tasnya dengan wajah penuh dengan lebam.

"Lo kenapa?!"

"Ck...gak usah sok care!"

"Bersyukur ya lo gue tanya! Siapa yang mukul Lo?!"

"Lo Napa sih? Mau sok-sokan jadi pahlawan? Udah lah Bang nggak usah ikut campur sama urusan gue!"

"Gue gini karena gue peduli! Bisa kaga sih Lo tinggal cerita aja ke gue!"

"Maksud Lo biar gue terkesan lemah? Iya?! Gue cuman berlindung di belakang Lo?, Cih...Lo yang sebenarnya beban!"

"jaga mulut Lo ya!" Haechan menarik kerah seragam anak berambut coklat itu.

"Apa? Hm? Mau mukul gue? Pukul aja!! Gue udah biasa dipukul!"

Bug!!!!

"Udah gue bilang jangan berurusan sama mereka! Kenapa Lo kaga pernah dengerin gue?!"

Bug!!!

"Gue berurusan karena keinginan gue! Bukan Lo! Nggak usah ikut campur!!!"

Bug!!!!!

Selama beberapa menit hanya ada suara kepalan tinju dari keduanya, baik Haechan maupun Sungchan sama-sama beradu untuk menuntaskan emosi mereka masing-masing.

"HAECHAN!!!!!"

PLAK!!!!

Satu tamparan keras tepat mengenai pipi kanan Haechan, memberikan sebuah rasa kebas di bagian pipinya dan juga nyeri dihatinya secara bersamaan.

"Ibu bilang cari Sungchan! Bukan kamu pukulin!!!"

...

"Anak nakal!!!!"

Plak!

"Kenapa kamu sebenci itu sama Sungchan?! Kamu nggak liat?! Dia sampai lebam begitu!"

Haechan terperanjat, bukan dia, dia tidak melakukannya, Haechan menatap ibunya secara seksama, meyakinkan ibunya bahwa semua itu bukan ulahnya.

"Bukan aku yang bikin dia lebam Bu!"

"Terus siapa?! Ibu liat sendiri pakai kedua mata ibu, kamu yang pukul Sungchan! Kamu kenapa sih?! Mau jadi apa kamu?! Preman?!"

"Bukan Haechan Bu!"

"Kamu belajar bohong darimana Haechan? Jelas-jelas ibu lihat sendiri!"

"Bukan Haechan!" Suara Haechan meninggi dan bergetar secara bersama, membuat sang Ibu malah tambah memelototinya.

"Baik...ibu akan tanya Sungchan, siapa yang buat kamu lebam nak?"

Haechan menatap ke arah Sungchan, mencari sebuah pengakuan jujur dari matanya.

Sesaat mereka hanya beradu pandang, Sungchan tak kunjung membuka suara, membuat Haechan menjadi merasa khawatir.

"Bang Haechan"

Deg!!!!

Haechan mengepalkan tangannya kuat, rahangnya kembali mengeras dan kini kakinya melesat untuk menarik kembali kerah baju Sungchan.

"Kenapa Lo bohong!!!"

"Haechan!!!"

Plak!!!

"CUKUP!!!! SUNGCHAN MASUK RUMAH, HAECHAN! KAMU IKUT IBU!"

Sungchan menurut dan melenggang pergi memasuki rumah, sedangkan Haechan memilih untuk membuang muka, matanya mulai berair dan meneteskan air mata.

"Ikut ibu"

Wanita itu melangkah pergi ke dalam rumah di ikuti oleh Haechan di belakangnya, langkah mereka menuju kepada kamar Haechan yang berada tepat di lantai dua, berdampingan dengan kamar Sungchan.

Wanita itu mengambil rotan panjang dan menggenggam kuat rotan tersebut di tangannya.

Haechan tau, ia akan kembali di pukul.

Tak!!!!!

•~~•

Haechan menaiki atap rumahnya, menatap kelamnya malam yang dibubuhi bintik-bintik bercahaya di atas langit, nafasnya kembali memburu saat matanya mulai terpejam, merasakan sisa perihnya pukulan rotan di punggungnya.

Hidup tanpa ayah sedari kecil, selalu mengalah terhadap Sungchan yang dulu sempat lahir prematur, berbagi kasih sayang yang harusnya ditujukan untuknya, hidup di tengah anak-anak yang memiliki nasib yang sama membuat Haechan harus merelakan dirinya mengabdi sebagai sosok laki-laki yang di tekan untuk dijadikan contoh.

Tapi menurut Ibu, Haechan adalah anak nakal yang memiliki segudang sisi negatif, dan Sungchan yang kini malah ikut untuk melakukan pekerjaan terlarang hanya demi mendapatkan uang untuk kehidupan mereka.

Tentu ibunya tidak tau hal itu.

Haechan sudah melarangnya melakukan itu, pekerja paruh waktu Haechan sudah cukup untuk menambah pembiayaan kebutuhan sehari-hari, dan juga beberapa donatur selalu datang setiap bulan untuk merawat semua anak yang ada disini.

Kenapa Sungchan melakukannya?

Dia tak pernah mengerti.

Aku hanya ingin bertahan.

•~~•

—"Heh! Ngelamun Mulu Lo!" Renjun mendekatkan wajahnya ke arah Haechan yang sedari tadi hanya diam menatap ke arah luar jendela kelas, tentu saja balasannya adalah mendorong kuat kepala Renjun sampai terjengkang ke belakang.

Beruntung Jeno menangkap tubuh Renjun sehingga ia tak terjatuh, menjadikan pose yang terlihat seperti pasangan romantis film 'UwU-UwU' disalah satu channel TV.

"Aw..aw...aku nggak liat" Jaemin menutup matanya lebay.

Sadar akan maksud dari pose tersebut Renjun tersenyum malu-malu sambil menatap Jeno, Jeno yang di tatap membulatkan matanya terkejut dan dengan refleks mendorong Renjun hingga tersungkur mencium lantai.

"Jahat kamu mas!!!!"

Jeno bergidik ngeri, kemudian membuat ekspresi seperti memuntahkan semua isi perutnya "JIJIK!".

"Mas Jaemin bangunin aku dong" Renjun mengedipkan matanya berkali-kali untuk mendapat simpati Jaemin.

Entah apa yang kini Renjun lakukan, tapi sikapnya itu membuat Haechan-Jaemin-Jeno saling beradu pandang dan dengan segera pergi meninggalkan Renjun di dalam kelas.

"Sialan!"

"Ckk...kalau saya juga bakalan kabur"

"AIGO KAMCHAGIYA!!!!!!"

Renjun yang berteriak kaget membuat Taeyong ikutan kaget setelah mengendap-endap berjalan ke belakang Renjun.

"NANTI SAYA KENA USUS BUNTU PAYONG!"

"Emang impuls kamu tuh nggak lewat saraf"

"Impuls? Sejenis ikan sawah ya pa?"

"Itu impun! Makanya kalau pelajaran Biologi tuh perhatiin! Jadi keliatan kosong otakmu"

"Saya kan jurusan IPS Payong mana belajar Biologi...eits! Hayo~ siapa yang otaknya Kosong~"

Taeyong baru saja ingin menjitak kepala Renjun namun anak didepannya ini keburu teriak dengan histeris, kesannya seperti penganiayaan anak.

Tapi muka Renjun emang pas buat jadi anak yang teraniaya.

"Payong kok ada disini!?"

"Saya guru kamu, suka-suka saya mau ada dimana juga"

"Saya jadi ngeri deh pa sumpah! Jangan-jangan selama ini setiap saya ke toilet Payong suka ngintip?!"

Taeyong hanya berdecak.

"Gak usah banyak cang-cing-cong, Panggil 3 temen kamu ke perpustakaan sekarang"

"Saya gak punya temen pa, adanya kacung"

"Terserah, pokoknya panggil mereka"

"Atas alasan apa kakanda menyuruh hamba untuk memanggil mereka?"

"Nih uang buat beli batagor" Taeyong menyodorkan uang sepuluh ribu rupiah ke tangan Renjun yang membuat Renjun melongo tak percaya.

"Bisaan euy nyogoknya!"

"Cepetan"

"Siap!" Renjun membuat pose hormat kemudian berlari ala Naruto untuk menyusul ketiga kacung-Katanya- nya tersebut.

•~~•

"Tumben cepet kalau disuruh"

"Kata Renjun dia dapet uang ceban"

"Terus?"

"Saya juga mau!" Jaemin menimpal yang diangguki oleh Haechan dan Jeno.

"Emang tadi Renjun bilang apa?"

"Payong lagi bagi-bagi THR ala rumah kaget!" Haechan berseru heboh sembari menenteng sekresek Cuanki panas.

"Uang kaget Chan" Jeno mengoreksi, sedangkan Renjun—oknum penyebar hoax—hanya cengengesan nggak jelas sambil menyenggol-nyenggol lengan Jaemin karena melihat tatapan mengerikan yang menusuk dari Taeyong.

"Hush! Gue juga mau Njun! Mayan bisa traktir doi buat jajan baso ikan"

"Duduk"

Keempat anak di hadapan Taeyong kini saling berpandangan, tak segera mendapatkan respon dari keempatnya Taeyong memilih untuk mengeluarkan 3 lembaran uang berwarna ungu ke arah Jaemin, Haechan, dan Jeno.

"Hamdallah rezeki anak Sholeh" ucap Jaemin sembari mencium uang tersebut kemudian beralih untuk duduk, yang kemudian diikuti oleh Jeno dan Haechan secara bersamaan.

"Kok saya nggak dikasih Payong?!"

"Sini balikin uang saya"

"Mana bisa pa, nanti lidah Payong kebalik kalau minta sesuatu yang udah dikasihin"

"Lidah kamu bakalan saya balikin sekarang juga kalau masih ngomong"

"Iya nggak usah pa hwhw, saya pasti akan menurut tanpa perlu di suruh" Renjun menyerah dan memilih untuk ikut duduk, sejenak Taeyong hanya memijit pelipisnya penuh frustasi.

"Jadi ada apa gerangan ayahanda memanggil kami kemari?"

"Ayahanda?"

"Haechan lagi kecanduan nonton kian Santang"

Taeyong hanya berdecak "kalian boleh liat ini dulu sebentar"

"Apa nih? Hutang?" Jaemin yang lebih dulu mengambil satu lembar HVS yang disodorkan oleh Taeyong.

"Ngomongnya hati-hati, bah"

"Tolong ini ada yang bisa pakein solatip di mulutnya Haechan kaga?"

"Mon maap tapi mulutnya haechan terlalu maju buat dipakein solatip"

"Sialan"

"Punten ini aing mau baca dulu agak susah nih Lo semua bacot"

"Emang Lo bisa baca njun?"

"Ck...ini Lo semua diem woy, gue lagi sensi nih!"

"PMS Lo Jen?"

"Itu yang suka jaga dibelakang kalau lagi upacara?"

"Gini nih yang tiap kali demo ekskul malah liatin teteh mentor!"

"Cakep euy apalagi yang galak hwhw"

Taeyong masih menatap keempat anak didepannya dengan lengan menyilang didada, berfikir kenapa dia bisa-bisanya berada disini dan melihat empat anak laknat yang hanya disuruh membaca saja masih harus beradu kalimat tak berguna.

"Pengen jajan minuman"

"Gas!"

"HEH!!!!"




"INI SI PAYONG EMANG DEMEN MAKAN KNALPOT SUMPAH!!!" Jawaban dari Renjun ini dibalas dengan toyoran refleks oleh Taeyong, dan yang ditoyor cuman masang ekspresi kaget yang terlalu di dramatisir, mohon maklum soalnya Renjun pernah main film.

Cuman lewat doang sih tapi Hamdallah jalan ganteng doang dapet gocap.

"Bisa gak tinggal baca doang nggak usah banyak ngomong!"

"Bisa pa, gak tau Haechan"

"Kok gue?!"

"Soalnya kalau Jeno suka jajanin gue jadi gue memilih Lo untuk di salahkan"

"Oh jadi penilaian kasta seorang Renjun diliat dari seberapa sering orang itu jajanin Lo?"

"Yap"

"Payong jual aja Renjun ke Tante-Tante siapa tau dapet duit melimpah"

Taeyong hanya memijat batang hidungnya frustasi tadinya Taeyong ingin murka dan segera menyeret kerah keempat anak ini untuk ia genggam, namun bak disambar petir disiang bolong begini keempat anak itu justru duduk rapi dengan punggung tegak dan pandangan mata yang tertancap ke kertas yang mereka genggam, mengurungkan niat Taeyong untuk membanting mereka ke kandang monyet, namun ketentraman itu hanya berlangsung dalam seperkian detik.

"Maap maap nih payong, tapi saya gak bisa bahasa Inggris"

"Kertas Lo kebalik geblek!"

Jaemin hanya berOh ria setelah Jeno memutar balik kertas yang ia pegang, sedangkan Renjun memicingkan matanya sesipit mungkin sambil terus mendekatkan wajahnya ke arah kertas membuat Taeyong merasa dongkol, Jeno sempat bersin beberapa kali sambil bilang "Saya alergi kertas Payong" dan di balas dengan Haechan yang bernyanyi "bless me achu~"

Tolong ingatkan Taeyong untuk benar-benar memasukan mereka ke kandang monyet saat bel pulang sekolah nanti.

"Apa maksud dari perbaikan nilai diri dan keberadaban yang manusiawi?" Jeno melontarkan pertanyaan sembari membaca kalimat yang tertulis di paling atas kertas, matanya kemudian beralih untuk menatap Taeyong, diikuti dengan Jaemin, Renjun dan Haechan yang juga langsung menatap ke arah Taeyong.

Taeyong hanya tersenyum puas kemudian menaruh lengannya di atas meja "Well, Selamat datang"

•~~•
• From Home •
•~~•

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro