31. Dulu, Di Bawah Hujan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
SELAMAT MEMBACA
FROM SCARLETA TO GERALDO
TIGA PULUH SATU : Dulu, Di Bawah Hujan
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

FOLLOW :
@kdk_pingetania
@aboutpinge
@reynald.geraldo
@zeeana.scarleta

***

KARENA jalanan yang super macet, Rey memutuskan untuk melewati jalan tol. Walaupun jadi lebih jauh, namun setidaknya ia tidak harus tambah emosi karena kemacetan yang menjebak. Hari ini ia sudah cukup emosi melihat kedekatan istrinya dengan Ertha.

Sepanjang jalan tol, Rey benar-benar mengebut. Lelaki itu mengendarai mobil seperti kalang kabut. Zee yang duduk di sebelah Rey pun merasakan suasana yang tak enak ini. Gadis itu berusaha mendiamkan Rey karena dirinya sedang malas berdebat. Tetapi kecepatan mobil yang sangat kencang membuat kepala Zee pusing dan ia menjadi merasa mual.

"Rey, nggak usah ngebut," ucap Zee pelan.

Rey tak memperdulikan ucapan sang istrinya. Lelaki itu masih menginjak pedal gasnya dengan kencang.

"Rey!" Kali ini Zee membentak Rey.

"Sama suami udah berani teriak-teriak sekarang?" tanya Rey dengan nada emosi.

"Kenapa? Nggak boleh? Aku sama suami harus nurut terus?" tantang Zee. Emosinya terpancing karena melihat kelakuan Rey yang seperti anak kecil.

"Terus kamu mau nurut sama siapa? Cowok lain?" tanya Rey dengan nada mengejek.

"Lo apa-apaan sih," ujar Zee tak suka.

Rey tak membalas perkataan Zee dan menambah kecepatan mobilnya.

"Rey!"

Tak ada balasan.

"Brengsek, gue lagi hamil!" umpat Zee dengan penuh emosi.

Seketika Rey tersadar. Perlahan ia memperlambat kecepatan mobilnya. Rey berkali-kali mengusap wajahnya. Menyesal dengan apa yang baru saja ia lakukan. Mungkin ia emosi, tapi bukan berarti Rey bisa kehilangan kendali terhadap dirinya. Rey menghela napasnya kasar. Kini ia tak tahu harus mengatakan apa kepada Zee.

Sedangakan Zee, gadis itu membuang muka. Ia menatap ke arah kaca mobil tanpa hendak menoleh ke arah Rey sedikit pun. Ia merasa marah kepada lelaki yang saat ini berada di sampingnya.

Suasana benar-benar menjadi hening di mobil. Keduanya sibuk dengan emosinya masing-masing. Tak ada yang merasa salah di sini. Dan itulah salah keduanya.

Mobil Rey sampai di depan rumah. Satpam pun langsung membukakan pintu untuk sang pemilik rumah. Rey masuk ke dalam rumahnya dan memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya. Garasi rumah Rey terbilang tidak terlalu besar dibanding garasi-garasi rumah elit lainnya. Hanya berisikan empat mobil dan dua motor saja.

Saat mobil mati, Zee segera melepas sabuk pengamannya bersiap untuk keluar dari mobil. Ia benar-benar tidak betah dengan suasana di dalam mobil.

"Su," panggil Rey sambil memegang pergelangan tangan Zee.

"Lepas," ucap Zee dengan pelan namun penuh tekanan.

"Jangan buat gue emosi," ujar Rey.

Zee kini menatap ke arah Rey, "gue nggak ada waktu buat cowok yang nggak bisa ngendaliin emosinya."

"Oh, waktu lo cuma buat cowok lain?"

"Cuma gara-gara yang tadi lo jadi lepas kontrol? Bahayain calon anak lo?"

Kini Rey terdiam.

"Emang ya, kita sama-sama belum siap buat jadi orangtua," kata Zee kemudian keluar dari mobil.

***

ZEE meringkuk sendiri di atas kasur di tengahnya malam. Langit sudah benar-benar gelap, namun Zee sama sekali tak berniat menghidupkan lampu. Bahkan ia tak tahu pukul berapa saat ini. Hanya saja sejak tadi Rey tidak pulang-pulang. Setelah pertengkaran tadi, Rey tidak masuk ke dalam rumah, melainkan pergi begitu saja. Entahlah Zee tidak ingin memikirkan lelaki itu. Saat ini Zee butuh waktu sendiri. Menangis dalam diam di balik selimut. Hanya kegelapan yang menjadi temannya saat ini.

Di saat seperti ini, Zee selalu kembali mengingat momen-momen membahagiakan yang pernah ia lalui bersama Rey. Momen yang sangat jarang ia temukan sekarang. Setelah menikah, semua keadaan menjadi bertambah rumit. Tak hanya keadaan, tapi perasaan keduanya menjadi semakin rumit. Sama-sama ingin dimengerti dan sulit mengerti. Sama-sama egois dan merasa saling memiliki.

Susah.

Memahami satu sama lain bukanlah hal yang mudah. Padahal dulu, semuanya terasa begitu mudah. Dulu mereka berdua sama-sama merasa memahami perasaan satu sama lain. Tapi saat ini, keduanya merasa asing.

***

Hari itu kedua orangtua Zee kembali bertengkar hebat. Karena sakit ributnya, Zee sampai memutuskan untuk keluar rumah padahal hari sudah larut malam. Gadis itu pergi ke minimarket terdekat, membeli coklat hangat kemudian menunggu di depan minimarket.

Sejak tadi Zee sudah berpikir keras, apakah dirinya harus menelpon Rey saat ini? Apakah Zee harus kembali meminta Rey menemaninya disaat seperti ini? Ya walaupun Rey sudah menjadi pacarnya lagi, akan tetapi Zee takut jika ia terus-terus seperti ini, ia akan kembali ketergantungan terhadap sosok Rey.

Namun Zee tak bisa menahan jarinya untuk tidak menekan nomer telpon Rey. Saat ini ia benar-benar butuh seseorang di sampingnya. Dan Rey adalah satu-satunya orang yang terpikirkan oleh Zee.

"Halo, Rey."

Rey bergumam pelan, "iya, halo?" balasnya dengan nada berat.

"Oh udah tidur ya?" tanya Zee tak enak. Zee sejak tadi menahan tangisnya agar tidak pecah. Entahlah saat membuka suara, Zee merasa semakin susah untuk menahan tangis.

"Kenapa by?" tanya Rey.

"Nggak papa, lanjut aja tidurnya," cicit Zee pelan.

"Kirim lokasi lo, gue ke sana sekarang," ujar Rey.

"Nggak perlu."

"Otw," ucap Rey kemudian mematikan sambungan telponnya.

***

"HEY, udah nggak apa nangis aja," ucap Rey sambil mengelus pipi Zee. Sedangkan gadis itu masih menatap ke arah luar kaca mobil. Rintik hujan mulai turun membuat suhu menjadi dingin. "Mau pake hoodie gue?" tawar Rey.

Padahal saat ini Rey hanya memakai boxer putih dengan atasan hoodie berwarna hitam.

Zee menggeleng.

Rey menghela napasnya pelan. Tiba-tiba saja lelaki itu keluar dari mobilnya.

"Ngapain?" tanya Zee bingung.

Beberapa detik kemudian, Rey membuka pintu di sisi Zee dan menarik gadis itu keluar.

"Rey, apaan sih? Hujan tau!" ujar Zee kesal.

Rey tetap memaksa Zee untuk keluar. "Sini hujan-hujanan bareng gue," ucap Rey sambil menutup kembali pintu mobilnya saat Zee sudah di luar.

"Jangan kayak anak kecil deh." Zee hendak kembali masuk ke dalam mobil, namun Rey mencegahnya.

"Sekali-kali kita harus jadi anak kecil biar bisa bahagia dengan cara yang sederhana," ucap Rey. Lelaki itu menangkup kedua pipi gadis itu, "lo selama ini udah ditempa keras buat jadi dewasa. Jadi istirahat sebentar nggak bakalan buat usaha lo sia-sia."

Isak tangis Zee seketika pecah.

Rey dengan sigap memeluk gadis itu. Mengelus pelan punggungnya untuk memberikan kekuatan. "Gapapa, orang nggak bakalan sadar kalau lo nangis. Ketutupan sama hujannya," kata Rey.

Malam itu mereka sama-sama saling berbagi luka, hingga keduanya sama-sama lega. Setelah itu mereka melupakan semua masalah yang ada di kepala dan bermain hujan bersama, seolah-olah tak ada yang terjadi.

Seperti anak kecil, yang bahagia dengan tetesan hujan.

***

NEXT? 600 KOMEN!

YAPS SAYA MARUK ORANGNYA WKWK, JADI TIAP PART KOMENNYA HARUS MENINGKAT🤪

BUAT YANG UDAH SPAM KOMEN DAN TEKEN TANDA BINTANG; MAKASI YA🙏🏻💗💝

BUAT YANG SIDERS; 🤬💩🐶🙊🖕🏻

SAMPAI KETEMU BESOK DI PART SELANJUTNYA!!! 💖

30-06-2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro