4. Baby Girl

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pas kelas terakhir kelar, Rena nggak langsung cus balik kanan putar jalan ke arah parkiran. Rena mampir ke kelas sebelah di mana salah satu geboy a.k.a Lisa ada di sana.

Pintu kelas Lisa masih belum dibuka yang artinya kelas terakhir tuh cewek belum kelar. Rena melirik jam dari layar ponselnya. Harusnya lima menit lagi kelas Lisa kelar. Soalnya jam udah nunjukin pukul 5 kurang 5 menit sore.

Dan bener aja. Lima menit kemudian, pintu kelas terbuka dan dosen keluar lebih dulu. Disusul mahasiswa-mahasiswi yang kelihatan banget lelah lesu letoy-nya. Beberapa ada yang nyapa Rena dan dibalas sapaan serupa oleh si yang diberi sapaan ringan.

Sampai Lisa akhirnya keluar juga. Posturnya mirip kayak tahanan yang habis digebuk sampai ungu biru.

"Lemes amat lo, Say. Udah kayak kekurangan energi kehidupan alias mau menjelang ajal ke neraka." Rena menyapa.

"Noh sayur beli di pasar." Lisa ngerengut. Cewek itu duduk di sebelah Rena yang tadi nunggu di kursi panjang luar kelas.

"Sayton lo mah."

"Ngaca lo sana, bini dajal." Lisa mendelik gahar.

"Ututu ayang Lilis. Sini sini." Rena melingkarkan sebelah tangan ke kepala Lisa lalu langsung sat set sat set menariknya biar bersandar ke bahu Rena.

"RENA BEGO!" Lisa langsung ngejambak rambut panjang Rena tanpa ampun. "Lo mau bunuh gue apa!?" Cewek itu menjauhkan muka dari bahu Rena.

Rena meringis rambutnya ditarik semena-mena tanpa adab dan akhlak. Matanya memelotot, "Gue ngehibur lu ya, ogeb!"

"LO NGEBEKEP GUE AMPE GABISA NAPAS." Lisa namplok muka Rena, kesal. "Mau bunuh gue lo mah alih-alih ngehibur."

"Wah suuzan nih manusia julid. Tobat lo, lontay."

"Noh si Nami tuh yang lontay." Lisa mencomel.

Rena langsung ketawa. "Temen gue emang lo enih. Cini cini sama mommy." Cewek itu meluk Lisa dari samping dan sok memasang tingkah mau mencium Lisa.

Yang mana itu langsung bikin Lisa menghantam muka Rena dengan tas tangan.

"BANGSAT!" Rena memaki. "Bunuh aja gue sekalian ye, babi. Nggak ada akhlak lo."

"Gue bukan lesbi ya, monmaap nih." Lisa memberi Rena jari tengah dengan ekspresi on point.

"Ya udah. Ayo kita coba ngelesbi."

"TOBAT LO!"

Rena auto ngakak sekencang-kencangnya. "Ya maap. Gue beneran mau ngehibur lo tadi ye, Lisayang."

Lisa mencibir. "Ngehibur mana ada modelan gitu. Mau nyulik gue yang ada."

"Ide bagus. Nanti gue transaksi organ dalam."

"GOSAH LO TEMENAN SAMA GUE LAGI."

Rena menyemburkan tawa buat ke sekian kali. "Dah dah. Lama kalau gini mulu. Kita otw aja sekarang." Cewek itu cus berdiri tegak. Ditariknya Lisa biar ikut berdiri. "Rumah lo?" tanya Rena lagi, memastikan.

Lisa ikut berdiri dan mulai berjalan menyejajari Rena. "Ya kalo mau diempang juga it's okay wae, mbak. Mau diempang aja siap-siapnya?"

"Dikata mau jadi lauk di warteg?" Rena menampol kepala Lisa tanpa ragu-ragu.

"GOSAH NAMPOL JUGA DONG LO."

"Lo ngeselin." Rena berkilah.

"Ngaca."

Keduanya dengan cepat turun dari lantai dua ke lantai satu dan berjalan ke arah pintu utama. Angin sore menjelang senja ternyata lumayan sejuk hari ini. No padang mahsyar simulation hari ini. Malah bagus karena Rena juga ogah keringetan pas masuk bar nanti.

"Oh." Lisa yang berjalan di samping Rena kasih lihat ponsel di tangan. "Kifa sama Leya udah nyampe duluan ternyata."

Rena memicingkan mata menatap layar ponsel Lisa. "Ngemper nggak mereka?"

"Kayang." Giliran Lisa yang menampol kepala Rena. "Bacot lo, Renata. Dah ayo! Lo siap-siapnya nanti lama." Lisa berjalan mendahului Rena sambil melempar tas tangan buat dibawakan Rena.

"LO NGACA YA, SETAN"

***

Selain apartemen Rena, markas para geboy buat siap-siap nongki hang out cantul, ya bukan lain, di rumahnya Lisa.

Si Lilis memang tinggal sendiri di rumahnya yang super besar itu. Sesekali doang abangnya kadang mampir atau nginap beberapa hari. Setelahnya, Lisa ya tinggal sendiri. Jangan tanya emak sama babenya ke mana. Persis kayak Rena, orangtua Lisa itu super duper sibuk dengan kerjaan mereka di luar sana.

Hari ini mereka siap-siap di rumah Lisa. Awalnya mau di apartemen Rena tapi si empu tempat lagi bete dan mood-nya kayak dijejelin kaus kaki belum dicuci setahun.

Apa lagi kalau bukan karena kesal dan dongkol sama Joshua?

Jadilah siap-siapnya di rumah Lisa saja.

Dan kayak biasa, persiapan nongki slay anggun butuh teriakan dan kekaosan. Ada yang kurang kalau nggak teriak-teriak.

"RENA ANJER, BURUAN!" Lisa mendesak.

"SABAR, SETAN! Alis gue mereeeeeng!" Rena berdecak melihat pantulan dirinya di cermin.

"Anak kembar ciptaan Tuhan aja ada bedanya. Apalagi alis yang lo gambar pake tangan penuh dosa," celetuk Kifa.

"Eyeliner lo noh udah kayak sayap angsa." Rena mendelik.

"Mana sih?" Aleya berjalan mendekati Rena dan menangkup kepala si bersangkutan. Ditatapnya alis Rena. Sedetik kemudian, Aleya mendorong kepala Rena jauh-jauh. "Mata lo miring."

"ANJING!?" Rena protes keras. Ditendangnya kaki Aleya. "Setan lo, Aleya."

"Lo emaknya setan."

"FAK! DIYEM LO."

"Berantem aja teros kalian berdua." Lisa maju melerai. Sebelah tangannya membereskan alat make up yang bertebaran lalu menarik lengan Rena. "Dah, dah. Ayo cuuuus!"

"GUE BELOM KELAR LIPENAN!" Rena merengek.

"Di mobil." Kifa mendorong Rena dari belakang.

Rena meronta tapi nggak berdaya. Akhirnya dia cuma bisa pasrah pas diseret dan didorong masuk ke jok belakang. Lisa duduk di sebelahnya. Sementara Aleya mengambil alih setir sesuai janji dan Kifa duduk di kursi satunya.

"Jalan, Pir." Lisa menampol kepala Aleya.

"Gue lindes lo kalau nampol lagi." Aleya melotot dari pantulan cermin.

"Re, nih lipen." Kifa melemparkan lipstik dengan favorit Rena ke si empu bibir.

Rena dengan sigap menangkap. "Udah open table kan?" tanyanya.

"Udah, Sayaaang. Lo jangan khawatir." Kifa menjawab dari depan.

"Bilang aja lo mau mabok." Aleya mencibir

"Kayak lo nggak aja." Rena balas menyindir.

Aleya mengangkat bahu. "Mana pernah gue mabok."

"Pernah, Ley. Pas lo galau-" seloroh Kifa.

Aleya memotong cepat. "Mending lo diem ya, anjing."

"Lo kebayang nggak sih Aleya si judes, bibir mirip wine merah membara, ternyata diem-diem sad girl juga?" goda Rena.

Seisi mobil kecuali Aleya riuh rendah.

"Bacot lo semua ya, babi." Aleya melempar kotak tisu sembarang ke belakang.

"Mirip-mirip sama Rena doyan dibegoin Joshua buat jadi tong sampah." Lisa ikut-ikutan meledek.

"KOK GUE SIH, ANJER!?" Rena tidak terima.

"Jangan lupa kita nongki malem ini biar Rena nggak galau." Kifa menimbrung.

"Kasian soalnya kena friendzone mulu." Aleya ikut berkomentar.

"BACOT LO SEMUA YE." Rena mengamok.

Seisi mobil ngakak.

***

Sepanjang perjalanan, mood Rena jadi baikan dan on fire. Beda banget dibanding siang tadi. Dia juga sudah ngebayangin bakal minum-minum sambil gibah slay di bar nanti. Perfect lah pokoknya. Nggak ada yang namanya dongkol atau gloomy club.

Harapannya sih gitu.

Semua pupus pas Rena dan the genk masuk ke bar. Kayak biasa, ada orang selain mereka yang sudah datang. Persis kayak Rena dan para geboy, mereka datang ke sini juga pastinya mau santuy melepas penat. Cuma ada satu hal yang bikin Rena kaget.

Itu ngapain ada Joshua di salah satu meja!?

Rena nggak salah lihat. Cewek itu sampai-sampai ngerjap beberapa kali buat mastiin. Bener aja. Ada Joshua, duduk di salah satu meja dengan keadaan yang sekali lihat sudah bisa Rena pastikan tuh cowok sudah hilang sadar.

"Heh, kunyuk." Aleya berbisik. "Lo bilang si Josh brengsek itu jalan sama Nami malam ini?"

"Berarti gue nggak salah liat kan?" Rena balik bertanya.

"Sejak kapan lo rabun?" Kifa menanggapi.

"Dagu lo!" umpat Rena.

"Mau lo samperin dulu?" tanya Lisa mengikuti arah tatapan Joshua.

Yah, Rena juga penasaran kenapa Joshua malah terdampar ke tempat ini. "Sekalian gue cek dia deh."

Rena lantas berjalan ke arah meja Joshua. Para geboy mengikuti dari belakang. Sesampainya di meja Joshua, Rena menyisir keadaan meja cowok itu.

Rena geleng-geleng. Dilihat dari berapa banyak Joshua minum, kayaknya nih cowok beneran sudah mabuk sekarang.

"Josh?" panggil Rena, memastikan dulu.

Rena nggak langsung nyentuh Joshua. Mau cek dulu kalau dipanggil merespons atau gimana. Ternyata si cecunguk sohibnya Rena itu nggak bereaksi apa-apa.

Baru Rena berinisiatif menepuk pundak Joshua. "Josh? Lo nyari mati mabuk sendiri, heh!?" Cewek itu berusaha ngangkat wajah Joshua.

Barulah setelah dapat sentuhan fisik, Joshua bereaksi. Matanya setengah terbuka setengahnya lagi kayak merem mau-mau tapi segan. Ekspresinya persis kayak orang yang wasted walaupun itu tidak mengurangi aura seksi dan maha tampan Joshua.

"Lo minum berapa botol, anjir!?" Rena berusaha menepuk-nepuk pipi Joshua biar si empunya sadar.

Joshua ngebuka mata. Tatapan sayunya lurus ke arah Rena. Kata pertama yang keluar dari mulut Joshua malah, "Sayang?"

Para geboy langsung kayak krik krik. Bengong semua.

Rena ngedelik. Didorongnya kepala Joshua biar jauh-jauh sebelum berbalik dan bilang ke geng, "Fix dia mabok."

"Biarin aja?" tanya Kifa.

Rena melirik ke belakang. "Takutnya dia malah bikin masalah."

"Baby girl, I'm sorry." Suara Joshua terdengar lagi. "Rena baby."

"Anjing! Lo habis ngapain kemarin sampai bikin tuh cowok ngomong gitu?" Aleya menampilkan mimik jijik.

"Jaga mulutmu, wahai manusia." Rena nampol kepala Aleya.

"Oh berarti ngapa-ngapain." Lisa berkomentar.

"KAGAK, ANJENG!" Rena memelotot, mulai kesal.

"Renaaaa." Joshua merengek.

Rena menepuk dahi. Bubar sudah begini caranya. Bubaaaar. Joshua malah bakal merusak malam dia dan para geboy.

Rena: "Gue anterin dia dulu deh."

"Lah?" Para geboy serempak protes.

"NGAPE?" Rena malah bingung kenapa para bestie-nya kayak tidak terima.

"Buset dah kayak anak TK aja dianterin segala." Kifa berceletuk. "Gocar-in aja lah dia."

"Kayak lo nggak pernah dianterin pas mabok, nyet," sindir Rena sambil melirik Aleya, meminta dukungan. "Ya kan, Ley?"

"Gue nggak ikut-ikutan."

"BAJINGAN!" Rena menyodok perut Aleya dengan siku.

Aleya mengaduh.

"Renaaaa. Ugh ..." Suara Joshua, lagi.

Rena sudah kepalang frustrasi. "BERISIK!"

Bersamaan dengan itu, ponsel di meja Joshua bergetar dan layarnya menyala. Seseorang menelepon.

Nami.








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro