Bab 1 - Perjanjian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perbatasan Tangerang-Jakarta. Indonesia, satu bulan kemudian.

Taksi itu meluncur pelan menjauh dari area Bandara Internasional Soekarno Hatta. Warna-warni papan iklan berhias kunang-kunang elektrik berganti dengan kegelapan yang pekat. Si Sopir Taksi rupanya menggunakan jalan potong untuk mempersempit jarak Tangerang-Jakarta. Sayangnya, baik sopir taksi maupun Sky, tidak menyadari apa yang menunggu mereka di depan.

Sebuah jalur pinggiran tol telah penuh dengan anak-anak muda. Sky mengerutkan kening melihat berbagai macam sepeda motor dan mobil modifikasi telah memenuhi jalan. Si Pengemudi Taksi langsung langsung berkeringat dingin ketika melihat suasana di depan telah mulai rusuh.

Kelihatannya, salah satu pihak tidak dapat menerima kekalahan dalam balap liar yang diadakan sebelumnya. Tawuran antar pembalap jalanan itu tidak terelakkan lagi. Beberapa orang mulai berkelahi sampai wajah mereka babak belur. Sementara yang lain masih sibuk mengayunkan senjata dengan maksud mengancam.

Sopir taksi itu terpaksa menepikan mobil kira-kira seratus meter sebelum tempat tawuran.

"Maaf.. Mas, tapi saya nggak berani lewat," katanya dengan suara gemetaran.

Sky tersenyum sinis dan memandang para pelaku tawuran dari balik kacamata gelapnya. Tanpa bicara, Sky mengeluarkan troli koper dari dalam bagasi taksi. Sky menyerahkan selembar seratus ribuan sambil memberi tanda agar sopir itu memutar baik mobil. Menghindari tempat tawuran itu.

Sky memandang kepergian taksi itu, sebelum menaikkan troli koper ke atap sebuah mobil di dekatnya. Jas panjang hitamnya melambai ketika dia melangkah pelan memasuki kawasan berbahaya di depan.

Alih-alih takut, Sky melangkah tenang. Dengan terkendali, dia menghantam beberapa orang di dekatnya. Sky kemudian melompat ke atap mobil Jeep tinggi yang terparkir tak jauh dari sana.

"STOP!!!" Sky berteriak memecahkan konsentrasi pembalap jalanan yang sedang asyik tawuran. Sesaat, mereka tampak terkejut, namun tak seorang pun merasa takut. Rupanya darah muda mereka begitu menggelegak hingga menguasai akal sehat mereka.

Gerombolan pembalap jalanan itu akhirnya berkerumun di dekat Sky. Perhatian mereka terfokus pada orang asing yang tiba-tiba menyelinap begitu saja. Kebencian yang masih berkobar membuat para anak muda itu menggertak Sky.

"Siapa kau? Berani sekali mengganggu urusan kami di sini!" seorang cowok bergaya hippie langsung maju menantang Sky.

"Benar," seru pemuda lainnya--yang jelas merupakan anak orang kaya—berteriak tak kalah angkuh, "Kami semua penguasa daerah sini! Pergi dari sini atau kau akan celaka!"

Sky nyaris tertawa menanggapi ancaman itu. Sky segera turun dari kap mobil yang dinaikinya tadi. Sky mendekati Si Pemuda Hippie sambil lalu menepuk bahunya.

"Mengapa kalian tidak pulang dan mengerjakan PR saja?" sindirnya kepada kedua orang yang terlihat masih sekolah itu, "Berkumpul di sini untuk balapan dan tawuran hanya membuang waktu sia-sia. Hidup kalian terlalu berharga."

Kedua orang itu langsung menyumpah. Kepalan tangan mereka maju ke wajah Sky. Namun dalam sedetik, Sky telah menyambar tongkat bisbol di tangan cowok hippie di depan. Sky menghantamkan tongkat itu ke dua mobil di dekatnya. Kaca-kaca mobil itu langsung berderak dan pecah. Sementara serpihannya memenuhi aspal jalanan.

"Kurang ajar!" cowok hippie itu mengertakkan gigi, marah. Dia mulai menyerang Sky. Pemuda-pemuda lain turut mengambil tindakan yang sama. Semua mengarahkan kemampuan yang mereka miliki untuk menjatuhkan Sky. Sayangnya, mereka tidak cukup tahu lawan mereka bukanlah orang iseng yang buta bela diri.

Tak lebih dari enam menit, seluruh anggota pembalap jalanan itu sudah berlutut di atas tanah tanpa ada keberanian lagi. Sky mendekati si cowok hippie. Ditariknya leher baju si cowok.

"Jangan melakukan hal yang sia-sia di sini," ancamnya.

"Maafkan saya, Kak..." si cowok hippie terlihat gemetar. Sekilas, dia melihat manic mata Sky di balik kaca mata. Sky mengempaskan cowok hippie itu begitu saja di tanah. Cowok itu masih gemetar dalam ketakutannya ketika dia melihat sebuah BMW mendekati tempat itu. Dua orang pria tampan keluar dari masing-masing pintu. Mereka menghampiri Sky dengan ekspresi tak sabar.

"Kemana aja, elo, man? Gila gue pikir elo terjun dari pesawat," komentar salah seorang pria dengan ekspresi sebal.

"Biar aku yang mengantarmu ke rumah," sambung pria satunya, "Kau pasti perlu istirahat sebelum ketemu John besok."

Si cowok hippie ketakutan setengah mati ketika sosok Sky mengambil troli koper dan menghilang dalam mobil BMW yang menjemputnya. Dengan bibir gemetaran, si cowok hippie berkata kepada teman-teman gerombolannya, "Matanya berwarna biru..."

Kalimat si cowok hippie membawa keheningan yang menyayat bagi gerombolan itu. Ditambah kehadiran dua Pangeran Maximus lain, sungguh menambah ciut nyali.

"Dirk Carlo Maximus..." gumam si cowok hippie sambil berlari menuju mobilnya, cepat-cepat meninggalkan tempat itu dengan perasaan luar biasa ketakutan.

***

Sky menurunkan kakinya. Penat. Berjam-jam berada di pesawat, perundingannya dengan Kuga Kyouhei, dan sejumlah masalah membebani kepalanya hingga pening. Ia menurunkan kacamata hitamnya. Sebuah perisai yang akan melindunginya dari kilatan lampu para wartawan. Terutama cewek-cewek yang berebut ingin berada di dekatnya.

Siapa tak kenal dengan Dirk Carlo Maximus? Atau yang dipanggil Sky itu? Meski dia mengecat rambutnya menjadi hitam kecoklatan, meski dia sering menutupi mata birunya, dia masih bisa dikenali hanya dari gestur tubuh. Seorang penerus Maximus yang sudah sering masuk majalah sosialita.

Sky sudah jenuh dengan semua itu, sehingga dibiarkannya saja pengawal Maximus menghalau para kuli tinta dan cewek-cewek ABG di sekitarnya dengan agak kasar. Ia sempat melihat Minnie Baby, menantinya di sudut yang sepi. Antusias. Bahkan dengan senyum manis yang sebenarnya jarang kelihatan di wajah Sang gadis.

Untuk apa? Toh, ia juga tak berminat memulai perkenalan dengan pengagum-pengagumnya, atau menghampiri Minnie Baby, si artis imut. Ia tidak akan tahan mendengar rengekan manja dari bibir cantik Minnie, atau juga melihat Minnie memamerkan kecantikan tubuhnya yang tinggi langsing. Artis itu memang gadis yang menarik. Matanya besar dan jenaka, dengan bibir bagian bawah lebih tebal dari bagian atasnya. Kulitnya putih, dengan pipi merona merah. Minnie mengecat rambutnya menjadi hitam, agar sesuai dengan warna gelap matanya. Dia gadis yang sulit ditolak. Kecuali oleh Sky.

Sejujurnya, Sky lebih memerlukan ketenangan ekstra daripada rayuan seorang Minnie Baby..

Pengawal-pengawal Maximus mendorong kerumunan itu lebih jauh lagi, namun Sky sudah terlanjur menjadi pusat perhatian. Ia mempercepat langkahnya, berusaha meloloskan diri dari keributan, saat sebuah tepukan keras mendarat di bahunya.

"Hai, bro! Sudah selesai konferensi persnya?" Darius Moreno memamerkan cengiran yang lebar di wajah. Sky mengikuti langkah Darius menuju sebuah mobil limosin di parkiran. Sejenak melirik pada Hayden Leonidas yang sedang menghirup rokoknya di sisi kanan mobil.

Orang-orang menyebut mereka Pangeran Maximus. Pemandangan yang sekarang ini terlihat bakal lebih menarik perhatian, seandainya di sekitar mereka tidak ada pengawal yang siaga berjaga.

"Gimana hasil perundingan elo kemarin?"

"Buruk," Sky masuk ke kursi belakang dengan tak acuh. Darius dan Hayden mengikuti cowok itu masuk ke mobil.

"Lo harus ke tempat John sekarang," Darius menunjuk Sky, "Ada urusan penting yang mau dia omongin sama lo!"

Semoga saja bukan soal Kuga lagi. Sky menghela nafas panjang, "Ia takkan suka mendengarnya."

"Tenang saja," Hayden memotong, "Kupikir iya... dia takkan suka mendengar hasil perundinganmu. Tapi ini bukan soal itu."

Kedua alis Sky bertaut. "Lalu?"

Hayden angkat bahu. Ia memang malas mengurusi urusan yang bukan urusannya, kecuali kalau diminta.

"Seberapa buruk yang terjadi?" tanya Hayden, "Kau hanya mengabari sedikit. Ada apa sebenarnya?"

Nada suara Sky meninggi, "Dia tetap menganggap insiden geng Kobra sebagai kesalahan kita."

Darius memukulkan tinjunya ke udara kosong sambil memaki, "Emangnya geng Kobra bawa surat izin Maximus waktu nyulik tunangannya? Seenaknya aja tuh orang!"

Hayden menghirup rokoknya sekali lagi. Membuat Sky risih. Kalau saja itu adalah Sky yang dulu, dia tidak akan menunjukkan sikap seperti itu. Hayden dan Darius langsung saling berpandangan dengan lucu.

"Masih nggak merokok?" pancing Hayden. Ia melihat Sky menggeleng halus, kemudian menambahkan, "Baby mencarimu tuh! Kelihatannya Tuan Puteri Don Mafioso itu benar-benar tergila-gila kepadamu.."

Pandangan tak percaya terlihat di wajah Sky. Ia memijat dahinya, lelah.

"Aku sedang malas berurusan dengannya," kata Sky, "Akhir-akhir ini dia terlalu mengganggu."

Darius mendecakkan lidah, "Semua cowok di Indonesia pengen jadi cowoknya," gerutunya sebal, "Elo sendiri?"

Sky menepiskan tangan, membuat gerakan menolak.

"Kalo aja dia naksir gue, udah dari dulu gue makan."

"Darius!"

"Fine!" Darius mengangkat tangannya, membuat tanda menyerah. Sky adalah penerus klan Maximus, namun ia selalu menjauhi hal-hal yang seharusnya dekat dengan dunia mereka. Termasuk Marguerite Arturo, puteri kesayangan seorang Don di Italia yang kini menetap di Indonesia dengan nama Minnie Baby. Hal ini membuat Darius meradang. Ia tahu, Sky melakukannya karena sebab yang jelas, tapi tetap saja—menurut Darius sikap Sky itu agak abnormal. Untuk seorang mafia. Hingga kini, Sky terus tidak mengacuhkan sang Puteri Mafioso. Kalau saja John Alexander suka mencampuri urusan percintaan anak-anaknya, pastilah ia dengan senang hati akan menyerahkan anaknya itu kepada Minnie. Hanya saja, John Alexander termasuk tipe ayah yang tak terlalu peduli akan segala tetek bengek perjodohan ala dunia mafia. Terlalu absurd baginya.

"Kenapa lo bisa nggak suka Minnie? Dia cantik, imut, seksi..."

"Aku tidak sama denganmu, Buaya Darat," Sky menanggapi dengan malas, "Aku tak ingin jadi John Alexander kedua." Ia memejamkan mata. Siluet kelam ayahnya mulai muncul memenuhi otaknya.

John Alexander, Ketua Maximus—klan mafia berjuluk Rajawali Tenggara. Orang yang masuk daftar 5 orang paling kaya di Indonesia dan Asia Tenggara, juga ketua klan mafia yang punya banyak bisnis. Baik itu bisnis legal maupun ilegal. Licik dan licin, sehingga tak pernah sekalipun tersentuh polisi. Daftar kejahatannya seperti sengaja dilupakan. Yang paling ekstrem, sifatnya mirip Don Juan yang suka perempuan. Tua-muda, gadis-janda. Asalkan perempuan cantik menarik hatinya, pasti langsung didekati. Singkatnya, orang ini menganggap perempuan hanya aksesoris pelengkap penampilan.

Berengsek..! Dan orang itu adalah ayah kandungku sendiri. Sky berpikir dalam hati. Lamunannya mulai berkembang kemana-mana sampai ia merasakan Hayden menepuk bahunya.

"Apa Kuga akan melupakan masalah ini?" kalimat Hayden memecahkan lamunan Sky, menyadarkannya akan kenyataan lain bernama Kuga Kyouhei. Bagus sekali... semuanya datang di saat yang paling tidak tepat.

"Kayaknya sih, susah nemuin cara biar dia ngelepasin kita," Darius menambahkan, "Lagian kapan lagi dia bisa dapat kesempatan buat nyari keuntungan dari kita?"

"Bisa nggak, berhenti ngungkit-ngungkit soal Kuga?" Sky berteriak dari sela giginya, "Dia sudah membuatku pusing tujuh keliling. Apalagi nanti aku harus menjelaskan soal perundingan itu..."

"Apa yang dia inginkan?'

"Seperti kesepakatan ketiga klan. Mata ditukar mata. Nyawa ditukar nyawa."

Darius menganga, "Maksud lo?"

"Insiden ini menewaskan tunangannya. Jadi dia meminta—"

"Mawar Maximus..." Hayden lebih dahulu menjawab, "Sinting! Seharusnya insiden itu terjadi di India saja, biar dia digencet habis-habisan oleh orang-orang Aryan."

"Dia tak akan cukup bodoh berurusan dengan klan Raghavan..." Sky memotong.

"Tapi mawar maximus—Rosita sudah meninggal, man!" Darius berkata histeris, "Lo nggak lupa, kan? Waktu dia diculik Danan, psikopat itu?"

Kalau Rosi tahu seseorang macam Kuga menginginkannya, mungkin ia akan bersyukur 'hanya' disakiti bajingan macam Danan. Di dunia mafia ada lebih banyak bad guy yang lebih menakutkan dari seorang Danan. Kuga Kyouhei salah satunya.

Sky melepas kaca mata. Sejenak, dia melihat pandangan tak suka di wajah Hayden. Hayden paling menyayangi Rosita—Rosita Alexis, Mawar Maximus adik perempuan mereka satu-satunya.

Lebih daripada itu, seseorang bahkan menyayangi Rosita, mencintainya, sampai-sampai rela kehilangan kebebasan. Ya, orang itu kini bersembunyi di balik nama Maximus. Pilihan teraman setelah dia membunuh Danan—bajingan tengik yang menganiaya Rosita.

"Dimana Andhika?" Sky bertanya.

"Sedang bersama John," Hayden menghembuskan nafas panjang, "Dia akan kaget mendengar masalah ini."

"Moga aja, dia nggak sedih. Atau teringat masalah Rosi," Darius berkata sambil menarik napas panjang.

#StopPlagiarism

Putu Felisia

Di buku ini, Mafioso mengacu pada mafia Italia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro