Bab 29 - Cemburu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mengapa hari ini Eri mendengarkan ketukan itu lagi di jendela?

Eri menjejalkan bantal di telinganya. Namun suara itu semakin menganggunya.

Berkali-kali...

Berkali-kali...

Apakah suara itu benar-benar ada?

Eri bangkit dari tempat tidurnya, berusaha menajamkan telinganya.

Suara ketukan itu terdengar lagi.

Siapa yang datang malam-malam begini? Apakah Sky?

Eri membuka jendela dan berjalan ke balkon dengan marah. Tepat ketika sebuah lengan merangkulnya dari belakang. Eri nyaris berteriak. Tapi orang itu memutar tubuhnya dan menariknya kembali ke dalam. Mata birunya berkilat di bawah cahaya lampu.

"Ikutlah denganku..." Sky menarik tangan Eri. Gadis itu hanya menuruti Sky, tanpa berpikir mengikuti jalan yang dulu mereka lalui untuk keluar dari Mansion Kuga. Sky membuka pintu sebuah Ferrari dan menyuruh Eri masuk.

Ferrari itu melaju meninggalkan Mansion Kuga jauh di belakang. Cahaya lampu bermain-main dalam kaca spion di sebelah Eri. Eri memandang sosok Sky di sebelahnya, tidak tahu harus berkata apa.

"Apa yang telah ia lakukan padamu?" tanyanya. Benar-benar terdengar menuduh.

Air mata Eri hampir jatuh lagi. Kata-kata itu sangat menyakitkan baginya.

"Tidak melakukan apa-apa," suara Eri pecah. Sky menghentikan mobil dan menarik Eri dalam pelukannya. Dia merasakan air mata gadis itu mulai mengalir membasahi bajunya.

"Maafkan aku," katanya lembut, "Kau tak tahu seberapa gilanya aku saat tahu kau bersamanya."

"Dia yang menangkapku."

"Dan membuat taruhan itu?"

"Bagaimana kau bisa tahu hal ini?"

"Jade yang cerita," Sky berkata datar, "Apakah Kuga baik padamu?"

Eri mengangguk. Sky langsung tampak kecewa.

"Kau tak tahu apa yang akan kau hadapi disini..." Sky berkata pelan, membuka pintu mobil dan bersender di dekat pintu. Eri ikut membuka pintu di sebelahnya. Keingin tahuannya kembali muncul.

"Apa yang akan kau lakukan dengan pertarungan itu?"

Sky terdiam. Sesaat terliham bimbang, "Haruskah kuberitahukan kepadamu?"

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Eri memohon, "Beritahu aku, please...kenapa selama ini hanya aku yang tidak tahu?"

Sky menarik nafas dan membuat uap dingin dari helaan nafasnya. Eri menghampirinya, mencoba meyakinkan Sky.

"Mengapa hanya aku yang tak berhak tahu? Karena aku tidak pantas? Karena aku hanya seorang gaijin? Orang luar? Mengapa kalian tidak membunuhku saja?"

"Yang sebenarnya terjadi..." Sky berkata marah, "Tidak seperti dugaanmu, kau tahu?" ia melanjutkan, "Pertarungan Kuga merupakan taruhan yang amat besar. Seisi klan Kuga, Maximus, semuanya... semuanya, Eri. Semua dipertaruhkan disini."

Eri terkesiap. Darahnya surut seketika.

"Kami harus merencanakan ini untuk melawan Ryuzaki. Orang itu amat berbahaya."

Eri mengulang nama itu secara tak sadar.

"Kabar balapan itu sudah menyebar ke seluruh organisasi dunia hitam, dan sebentar lagi pasti sampai ke telinganya. Ryuzaki pasti menggunakan saat itu untuk menghancurkan Kuga. Sementara Kuga sendiri, akan menggunakan kemunculan Ryuzaki untuk menyingkirkannya."

"Mengapa dia melakukan semua ini?"

Karena dia ingin melindungimu, Sky menelan jawabannya. Dia tersenyum, merengkuh wajah Eri dengan kedua tangannya, "Masalah itu terlalu rumit untuk seorang gadis sepertimu..." ia menyibak rambut Eri, "Pertarungan itu tidak ada hubungannya denganmu. "

Eri membeliak tak percaya. Untuk kesekian kalinya, ia kembali terbius kehadiran Sky, ketika nafas itu membelai wajahnya.

"Kau tak tahu kenapa saat itu aku begitu emosi," kata Sky lembut, "Memikirkanmu berada di dekat pria seperti Kuga Kyouhei... membuatku merasa amat marah..." Sky mendaratkan kecupan kecil di bibir Eri, "Aku mencintaimu... aku mencintaimu sampai aku tak bisa kehilanganmu..."

Sekujur tubuh Eri terasa melayang, saat bibir Sky kembali menyentuh bibirnya. Memberikan jawaban atas kerinduan yang selama ini tersimpan di hatinya. Ciuman yang kembali membuatnya melupakan dunia. Seakan-akan Eri telah larut dalam pelukan Sky, dan sentuhan Sky merasuk ke nadi-nadinya. Semuanya terasa begitu indah, begitu gamang... sampai terdengar suara tembakan yang menuju ke arah mereka berdiri.

Sky menghentikan ciumannya. Ia menelengkan kepala, melihat sepucuk pistol yang teracung mengancam mereka.

"Kau mau membawanya pergi?" Kuga Kyouhei berkata di depan Sky, pistolnya masih terangkat di tangan kanannya. Sky tertawa kecil, seakan baru saja memenangkan sesuatu. Sedetik kemudian, Sky juga meraih pistol dari sakunya. Kuga malah mengarahkan pandangan menuduh pada Eri yang secara refleks berdiri di belakang Sky. Membuat seluruh tubuh gadis itu gemetar tak karuan. Dua orang laki-laki yang saling menodongkan pistol bukanlah pemandangan yang bagus baginya, terutama ketika ia melihat wajah Sky seketika berubah seperti vampir yang haus darah.

Eri memegang lengan baju Sky, melindungi dirinya dari pandangan Kuga. Namun, panggilan pria itu langsung membuatnya serasa berlindung di balik tembok lilin yang sedang meleleh.

"Kalau kau pergi, aku tak tahu apa yang akan terjadi pada temanmu..." Kuga berkata dingin, "Atau apa yang akan kulakukan pada kau dan kakakmu ini!"

"Jangan dengarkan dia!"

"Apa kau lupa? Dia telah membuatmu menangis. Dan kau membiarkan dia melakukannya lagi?"

Eri berdiri di tempat. Tidak tahu akan berbuat apa. Saat itulah ia mendengar suara letusan dari pistol Kuga. Dan peluru itu nyaris menyambar rambutnya.

"Kemarilah..." Kuga mengulurkan tangannya pada Eri, dan entah mengapa, kali ini Seluruh pikiran Eri menentang gadis itu. Karena ia mendengarkannya. Begitu pula tangan dan kakinya, yang seketika mengkhianatinya. Karena ia akhirnya melepaskan tangan Sky, dan beralih menuju tangan Kuga Kyouhei.

***

Mobil itu terbang dengan kecepatan menggila. Beberapa kali Aston Martin itu menabrak pembatas jalan, melanggar lampu merah, juga nyaris menabrak mobil-mobil lain. Kuga menarikan satu tangannya di atas setir, sementara tangan lainnya mencengkeram tuas penerseling dengan kencang. Eri merasakan dirinya seperti sedang menaiki mobil setan. Emosi Kuga turut larut dalam kegilaan mobil itu. Hanya saja, karena kemampuan mengemudi Kuga yang luar biasa, Aston Martin itu hanya melintas beberapa senti melewati mobil-mobil lain, sebelum diklakson habis-habisan, untuk kemudian berbelok dengan sudut mengerikan. Eri sudah pernah melihat Sky mengemudi, namun kegilaan Sky sama sekali tak sebanding dengan pria yang duduk di sebelahnya saat itu. Untuk pertama kali, Eri merasakan ketakutan yang luar biasa terhadap pria itu. Hal yang sama tampaknya juga dirasakan para penjaga di Mansion Kuga. Semua penjaga itu langsung menjauh dan mengambil jarak sejauh mungkin, seolah Kuga sedang membawa bom nuklir dalam genggamannya.

Eri masuk dengan setengah terseret di tangan Kuga. Beberapa kali kakinya menyandung pinggiran furnitur, namun Kuga memaksa gadis itu tetap mengikutinya. Eri melewati lorong-lorong yang panjang, dan memasuki ruangan yang asing baginya. Eri meronta sekali lagi, ketika cengkeraman Kuga mengendur, dan Eri berhasil melepaskan tangannya dari pria itu.

Kuga berdiri tepat di depan Eri, kedua tangannya kini mencengkeram bahu Eri kuat-kuat,

"Apa kau sudah lupa? Semua perlakuannya kepadamu yang selalu membuatmu terluka? Dan kau pergi bersamanya?"

Eri meringis kesakitan, "Kau tak berhak melakukan ini.."

"Jadi, dia yang berhak?"

Eri membuang muka.

Kuga menarik salah satu tangannya dari bahu Eri, kemudian merenggut dagu gadis itu dengan kasar, sehingga matanya mengunci mata gadis itu.

"Akan kuhancurkan siapa pun yang berada di dekatmu," desisnya.

Eri terbeliak tak percaya, "Aku sudah mengikuti keinginanmu..." katanya gemetaran, Ada sesuatu dalam diri Kuga yang membuatnya takut setengah mati. Seakan-akan Eri akan segera hancur jika tidak segera pergi menjauhi pria itu.

"PENGKHIANAT!"

"Maafkan aku..."

Kuga menggertakkan gigi, Mengapa kau harus mencintainya?

"Maafkan aku... aku benar-benar minta maaf..." air mata mulai bergulir di pipi Eri. Melihat kesedihan di wajah Kuga menusuk sebagian hatinya. Pria itu mencabut pistol dari sakunya, menarik pemicunya dengan cepat, dan wajah itu mulai berubah kehilangan perasaannya.

Eri dapat mendengar suara letusan saat peluru melewatinya dan bersarang setelah membuat sebuah lubang di dinding. Eri memegang erat tubuhnya yang gemetar karena ketakutan. Kuga masih berdiri di tempatnya bagai patung.

Keheningan itu sudah cukup untuk membuat hati Eri mencelos. Saat itu, Kuga telah memperlihatkan sosok aslinya sebagai ketua klan yakuza yang kejam.

Mungkin aku akan mati...

Eri memejamkan matanya. Ketakutan menguasai hatinya. Dia baru berani membuka mata saat mendengar suara Kyoko di dekatnya. Wanita itu memegang katana tepat di depan Kuga.

"Ini bukan urusanmu..."

"Saya hanya menjalankan perintah anda," Kyoko masih berdiri di tempatnya, tidak terlihat takut sama sekali, "Terkecuali anda berniat mencabut perintah anda, ketua..."

"Terserah kaulah... Hero."

Kyoko menarik Eri ke belakangnya, kemudian menurunkan katana-nya. Kuga melakukan hal yang sama, mengembalikan pistol itu ke dalam sakunya.

Semua benar-benar kacau sekarang...

***

"Menarik," Ryuzaki memutar-mutar pisau di tangannya seperti sebuah mainan, "Pertarungan yang sulit diprediksi."

Yuri memeluk pinggangnya dengan manja, "Semua berjalan sesuai rencanamu. Mereka akan saling membunuh..."

Ryuzaki mengecup kening Yuri. Suasana hatinya luar biasa gembira.

"Kumpulkan semuanya," dia berkata lembut, "Pesta itu akan dimulai. Dan aku ingin berada di sana."

"Jadi kau benar-benar akan melihatnya?"

"Tentu saja," Ryuzaki tersenyum, "Pertunjukan menarik seperti itu sangatlah sayang untuk dilewatkan..." dia melihat kebingungan di mata Yuri, lalu berkata seperti seorang guru kepada muridnya, "Biarkan anak-anak itu menghancurkan Mansion Kuga. Sementara kelompok yang lebih kuat akan menyerang di arena. Dalam sekejap mereka semua akan musnah..."

Yuri tersenyum puas. Telunjuknya bermain di dada Ryuzaki, "Kau akan menguasai dua pertiga Asia..."

"Kau salah, Yuri... Aku akan menguasai seluruh Asia. Tak lama lagi." Ryuzaki tersenyum keji, "Aku akan menonton kehancuran itu dari tempatku. Itu pasti..."

"Lalu apa yang akan kau lakukan pada gadis itu?"

Ryuzaki memandang Yuri dengan sorot kasihan, "Aku akan membiarkannya hidup, jika dia masih berguna."

Yuri memeluk Ryuzaki lebih erat lagi, menikmati kemenangan yang sebentar lagi akan mereka raih.

Perang itu pasti akan terjadi.

Dan itu tidak akan lama lagi...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro