Bab 8 - Bukan Permintaan, Tapi Perintah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Seharusnya kau tahu, aku tak pernah mencampuri urusan percintaan anak-anakku," John Alexander memutar kursi, tapi tidak berniat berdiri. Dia pun tidak mempersilakan Raditya Shouji duduk. Singkatnya, John Alexander ingin menegaskan kepada salah satu pelindung klan Kuga itu, kalau kedatangannya sangat tidak diharapkan.

Raditya Shouji adalah laki-laki blasteran Jepang-Indonesia. Tidak ada yang tahu kehidupannya di masa lalu, termasuk alasan mengapa Raditya lebih memilih ikut klan yakuza. Raditya seumuran dengan Hayden, anak tertua dari John Alexander. Meski demikian, baik Hayden maupun Pangeran Maximus lain tidak pernah cocok dengan Raditya.

Bahkan John Alexander sendiri sering tidak nyaman berurusan dengan Raditya. Orang ini selalu berhasil menebak jalan pikiran orang melalui analisis-analisis kecil. Sungguh sulit menyembunyikan sesuatu dari Raditya, terlebih kalau sedang bernegosiasi.

"Apakah anda tahu ada sekelompok penyusup pada acaramu di Bali tempo hari?" Raditya berkata sambil melipat kedua tangan, "Mereka jelas berniat menfitnah ketua kami. Jika digabungkan dengan insiden di Thailand, maka kami jelas telah mengalami banyak kerugian."

"Semua kejadian itu tidak ada hubungan dengan Maximus."

"Oh, ya?" Raditya menaikkan alis, "Kalau tidak salah, salah satu bunyi kesepakatan dari tiga klan adalah bertanggung jawab atas segala peristiwa yang terjadi di wilayah masing-masing..."

"Tanpa mencampuri urusan internal klan lainnya." John menambahkan, "Kalau bisa kukatakan yang kau minta telah melanggar seluruh isi perjanjian."

Raditya tertawa, "Bagus sekali, Ketua John... saya sependapat dengan anda. Hanya jika anda tidak lupa dengan poin, mata ditukar mata, nyawa ditukar nyawa..."

"Aku tidak mungkin membunuh putriku sendiri!"

Suara Raditya kini terdengar prihatin, "Tahukah anda, bagaimana Nona Shiori meninggal? Ketua geng itu jahat sekali padanya—"

"Yang kudengar, Kugalah yang menembak Shori," John membalas dengan sengit.

"Bukan begitu," Raditya melanjutkan, "Ketua kami sangat bersedih karena peristiwa itu. Bagaimana mungkin dengan kehilangannya yang luar biasa itu, dia dapat membiarkan anda mengalami hal yang sama?"

Kerutan-kerutan tipis muncul di kening John Alexander. Ia mendadak merasa muak mendengar perkataan Raditya. Seolah-olah, Raditya menyuruhnya percaya kalau seekor singa gunung menangisi kematian seekor anak rusa setelah memakan dagingnya.

"Ketua tidak meminta anda menyerahkan anak kandung anda. Bukankah anda mengangkat dua orang gadis? Serahkan saja anak angkat Nyonya Yudia. Ketua kami yang murah hati itu tidak akan keberatan."

"Shouji—" John berkata pelan, "Aku tak akan pernah menyerahkan mawar maximus. aku telah berjanji pada Yudia."

"Maaf, Ketua John..." Raditya mengulum senyum licik, "Ini bukan permintaan, tapi perintah..."

***

Sky mendorong bola billiard putih itu dengan stik. Setelah sekali melompat, bola itu bergulir dan menabrak bola bernomor delapan, lalu menggiring si bola masuk ke dalam lubang. Darius langsung memukul udara kosong sambil memaki. Sialan. Kenapa Sky menang lagi?

"Sudahlah, Darius... kau tak mungkin menang melawan Sky..." Hayden tertawa, "Sky always wins, does he?"

"Gue tahu. Mr. Perfect ini selalu unggul dalam segala hal, termasuk soal perempuan," Darius mencebik sambil menunjuk salah satu pipi Sky dengan dagu. Sedkit lebam masih tampak di sana.

Hayden langsung tertawa geli, "Apa yang terjadi sampai Minnie Baby menamparmu?"

Sky mengerling tak suka. Namun, dia menjawab juga, "Nothing. Aku hanya bilang, jangan ganggu aku lagi. A kiss is just a kiss. Tak lebih."

"Lo emang bajingan!"

Hayden tertawa lagi. Namun Sky hanya angkat bahu, "I was drunk."

"Stupid jerk!" Darius memaki, "Di-PHP itu lebih nyakitin, tahu! Kenapa nggak lo lanjutin aja? Toh, Minnie Baby udah rela elo apa-apain. Adooow!"

Jeweran Sky menghentikan ocehan Darius. Darius langsung memandang saudaranya itu dengan sorot mata tidak terima. Sakit banget kupingnya soalnya.

"Kucing bego pun nggak bakalan nolak dikasih ikan, Bro!"

"Shut your stupid mouth, Brother," Hayden yang kini menahan Darius. Hayden menepuk bahu Sky, menahan Sky menjewer Darius lagi.

"Aku penasaran, sebenarnya gadis seperti apa yang kausukai?"

Sky terdiam. Bayangan seorang gadis bergaun merah jambu tiba-tiba muncul di pikirannya. Dia tahu, gadis itu telah mencuri-curi pandang kepadanya. Seseorang yang dulu terasa jauh, namun kini begitu dekat. Seseorang yang pernah akrab hanya dari foto-foto dan laporan anak buahnya.

Ah, kenapa John menyuruhnya untuk membantu mengawasi Yudiasari beserta kedua putri perempuan itu?

"Mengapa kau tak pernah berpikir untuk menjalin hubungan dengan gadis-gadis?" Ucapan Hayden membuyarkan lamunan Sky.

"Betul," Darius menyambung, "Kalau dibandingin sama Kuga Kyouhei, kalian berdua sebenarnya sama-sama tipe cowok idaman. Cakep, iya. Berkuasa juga. Tapi..."

"Jangan menyamakan aku dengan Kuga Kyouhei."

Hayden merasakan nada menyayat pada suara Sky. Hayden tahu, adiknya tak suka kepada ketua klan yakuza itu. Jadi, secara diam-diam, Hayden langsung memberi tanda pada Darius untuk menghentikan pembicaraan.

Sayang, cowok slengekan itu benar-benar tidak mengerti yang namanya menghindari perang.

"Ngomong-ngomong soal Kuga Kyouhei, lo tahu kalau Raditya Shouji baru aja menemui John?"

Oh, Darius. Mengapa kecerewetanmu menyaingi ibu-ibu penggosip, keluh Hayden dalam hati.

"Untuk apa dia kemari?" tanya Sky.

Darius menggeleng sambil tersenyum jail, "Tentu saja buat minta ganti rugi. Orang pendendam macam Kuga Kyouhei, sih... gue yakin bakalan terus ngotot sampai dia mendapatkan keinginannya."

"Apa yang kau tahu?" Hayden berkata, ikut terpancing gosip Darius yang seperti layanan infotainment. Sky pun tampaknya mulai tertarik dengan masalah ini.

"Yang gue tahu, Kuga Kyouhei maksa harus mendapatkan salah satu mawar maximus. Ehem... gue sempat denger nama Erika disebut."

"What??? Jadi kamu menguping pembicaraan orang lain?"

Darius menutup kupingnya dari teriakan Hayden. Nguping sedikit aja kok nggak boleh...

"Lalu?"

"Lalu..." Darius memandang ke arah Sky. Akhirnya menyadari kalau emosi Sky mulai tersulut.

"Kalau nggak salah, Raditya menyebut, ada orang di Bali yang berusaha memfitnahnya. Dia juga merasa rugi. Jadi dia memerintahkan John segera menyerahkan mawar maximus."

"Komplit sekali beritamu," sindir Hayden. Sky di sebelah langsung meletakkan stik billiard tadi ke tempat asal. Hilang sudah niat Sky bersenang-senang.

Erika.

Sedari awal, Sky sudah menduga gadis itu akan mendatangkan masalah. Gadis yang tidak seharusnya ada di Maximus.

Ucapan John Alexander sepuluh tahun lalu kembali berputar dalam ingatan Sky:

"Bagaimana mungkin aku bisa menyerahkan rahasia ini kepada Hayden atau Darius? Kau tahu sendiri bagaimana mereka jika berhadapan dengan perempuan. Aku hanya bisa mempercayaimu untuk melindungi Yudiasari dan anak-anaknya. Hanya kau!"

Dan beberapa hari lalu, John Alexander meletakkan sebuah laptop di depan Sky. Layar laptop masih menyala, menampilkan aktivitas harian Eri yang diambil diam-diam melalui kamera pengintai.

"Tidakkah kau merasa ini sudah lebih dari cukup?" protes Sky saat itu, "Pulangkan Eri ke Bali! Biarkan dia hidup tenang! Tidak akan ada seorang pun yang akan merasa terganggu saat dia tidak menjadi mawar maximus!"

"Jadi sekarang, kau sendiri merasa terganggu?"

Berengsek. Perkataan John itu benar-benar menohok. Diantara keempat Pangeran Maximus, John Alexander memilih menyerahkan tugas melindungi gadis itu kepadanya. John telah memberi sebuah kepercayaan. Namun masalahnya, Sky malah tidak mempercayai dirinya sendiri.

Saat ini, Sky semakin sadar akan satu hal:

Dia tidak setegar gunung es.

Dirk Carlo Maximus hanyalah seorang laki-laki biasa.

#StopPlagiarism

Putu Felisia

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro