Kasmaran Level Akut

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Gue nggak bisa ngadepin Regie dalam kondisi kayak gini!" Tika menunjuk wajahnya sendiri. Mendapati respons Tisha yang kebingungan, Tika menempelken jarinya ke pipi kanan, kiri dan kening, tertuju ke jerawat yang tumbuh di tiga tempat itu.

"Eh ..." Tisha baru menyadari wajah bulat itu ditumbuhi jerawat. Terus apa yang salah? Bukannya hal biasa tumbuh jerawat, mereka kan lagi masa-masanya. "I-iya jerawat lo kenapa?"

Tika menghela napas. "Shaaa," tekan Tika geregetan. "Wajah gue jerawatan kayak gini, gue malu ketemu dia. Gimana kalau dia illfeel sama gue?"

Tisha menelan ludah dengan berat. Tenang, tenang, jangan sampai pingsan. Dia menghela napas pelan-pelan, lalu tersenyum pura-pura sangat memahami dan menganggap wajar alasan Tika ngotot banget tukeran peran hanya karena jerawatan. "Tapi kalau dia bener-bener sayang sama lo dia—"

"Iya dia nggak akan masalah, atau nggak akan illfeel, gue tahu itu ketakutan gue aja. Tapi tetap aja gue nggak PeDe dekat dia. Cowok sekeren dia, masa wajah pacarnya jerawatan."

Tisha ternganga, matanya tak mengedip. Sulit sekali untuk tenang. Rasa syoknya melebihi saat dia dikeluarkan dari sekolah dan melanjutkan pendidikannya secara homeschooling, melebihi saat Ayah melarangnya menggunakan ponsel selama satu bulan. Zaman sekarang tidak pegang ponsel beberapa menit saja tersiksa, bagaimana sebulan loh, pasti kegetnya bukan main saat mendapat hukuman itu. Dan sekarang, level kaget yang mendera Tisha berada di level nomor wahid.

Padahal udara dapat leluasa masuk, tapi dadanya sangat sesak seolah jalur pernapasannya tertutup sekat. Sebentar lagi dia bisa pingsan nih. Es cendol dalam genggamannya berusaha dinaikkan ke dekat mulut, langsung diteguk saja tanpa butuh sendok. Dia butuh energi besar untuk kembali sadar.

"Bantu gue ya, pleasee ... gue tetap harus masuk sekolah, kalau pura-pura sakit, ntar Regie panik, terus jenguk gue, dan lihat muka gue." Tika meraih tangan Tisha. "Cuma seminggu aja. Seminggu ini gue bakal perawatan karena minggu depan bakal ngadain acara satu bulanan sama Regie. Ntar sebagai balasannya lo bebas minta apa aja ke gue, mau liburan, mau gue jajanin, atau mau dicariin cowok? Teman-teman Regie ganteng-ganteng loh, Sha." Tika mengedipkan sebelah mata, sambil mencolek lengan Tisha. Cerocosan Tika berlanjut tentang kisah perjuangan Regie mendapatkan cintanya, berawal penolakan di tengah lapangan sekolah dan akhirnya bersemi menjadi cinta karena Regie tak menyerah dan datang ke rumah. Katanya di depan gerbang rumah lah, Tika akhirnya memutuskan menjadi cintanya Regie.

Tisha butuh pegangan, butuh penopang, segelas tinggi es cendol saja tak cukup, malah tangannya berkali-kali nyaris menjatuhkan gelas yang berusaha dia genggam erat-erat. Tak cukup itu saja, tubuhnya sempat oleng, dan dia harus menyandar ke tiang ranjang. Kisah cinta yang baru selesai diceritakan kembarannya itu, membuatnya kembali lemas kekurangan oksigen. Mereguk udara sebanyak mungkin pun percuma, kepala Tisha malah makin pening karena benaknya ribut banget mempertanyakan perubahan Tika ini, dan makin puyeng lagi melihat kamar Tika yang serba pink dan merah. Ke mana jejak abu-hitam yang melekat pada diri Tika yang membuatnya selalu tampak suram dan misterius? Bahkan dindingnya pun dicat pink dengan berbagai varian gradasi. Di seberang kanan ranjang berkelambu—yang seprai dan selimut serta kelambunya juga berwarna perpaduan pink dan merah—berdiri meja belajar yang nyaris alat tulisnya termasuk lampu belajarnya tak lepas dari warna girly itu. Meja belajar itu menghadap pada dinding berhiaskan untaian lampu tumblr yang menggantungkan banyak foto Tika dan hmm ... sang pacar.

Sebelumnya, saat pertama kalinya diseret ke kamar ini, Tisha belum menyadari perubahan drastis kamar Tika. Dia terlalu syok dengan sambutan manis Tika dan ajakan ke kamar untuk membahas rencana tukar peran itu. Baru saat kedua kalinya Tisha kembali ke kamar ini, mata Tisha seolah dibangunkan dari tidur panjang. Apa-apaan ini? batin Tisha begitu melihat kamar kembarannya yang girly parah.

Barulah Tisha sadar, penopang yang dibutuhkan agar dirinya tidak ambruk adalah seseorang untuk menjelaskan apa yang terjadi dengan Tika, karena Tika sendiri tak mengerti saat Tisha menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Apa sih, Sha? Gue fine-fine aja."

"Lo ... beda," ucap Tisha serak dan lirih. Dihabiskan dulu es cendolnya yang sial banget tak bisa dia nikmati dengan tenang, tapi harus dihabiskan karena sedang butuh tenaga dari gula untuk menghadapi the new Tika ini. "Lo dulu kan ... anti banget pacaran, malah pernah—" Perkataannya menggantung tatkala melihat Tika mengernyit heran seolah tak mengerti apa yang sedang didengarnya.

Tisha menarik punggungnya, disimpan dulu gelas es cendol di nakas samping tempat tidur. Di sana terpampang juga foto Tika dan Regie dalam bingkai berwarna merah. Berlatar belakang hamparan pasir dan lautan luas. Regie memeluk bahu Tika, sedangkan kedua lengan kecil Tika melingkari pinggang Regie. Kepala Tika menempel mesra di dada Regie yang meskipun tertutupi kaos tampak bidang dan kekar. Jelas sekali, mereka sedang merasa dunia milik berdua sedangkan yang lain harus migrasi. Tisha kembali bergidik. Jenis cowok kayak gini biasanya yang paling Tika hindari. Cowok keren dan ganteng, yang berpotensi besar digilai banyak cewek. Hidung mancung, rahang tegas, sorot mata tajam, alis tebal didukung oleh tubuh tinggi dan gagah. Itu semua modal untuk menjadi the most wanted boy, dan siap-siap saja siapa pun yang menjadi pacarnya akan mendapatkan delikan dan cacian dari fans-nya. Sedangkan Tika semasa hidupnya lebih suka tak terlihat oleh orang lain, menutup dirinya rapat-rapat bahkan dari saudaranya sendiri. Ya, kecuali hari ini. Eits, bukan hari ini saja, tapi sudah berlangsung kemarin-kemarin.

Tisha yang berpengalaman, tahu betul, senyuman lebar nan manis cowok itu adalah senyuman kesombongan yang seolah mengatakan bahwa dia bisa menaklukan semua cewek di muka bumi ini. Fiks, dia buaya kelas kakap! Eh, jadia dia buaya atau ikan kakap? Ah ya sudahlah, intinya Tisha yakin kalau cowok bernama Regie ini berbahaya. Pengalaman asmara Tika nol besar. Rawan banget dikibulin. Dari cerita Tika yang begitu memuja Regie, kembarannya itu sedang dalam fase kasmaran yang isi kepalanya cuma tentang Regie, Regie, Regie, lalu sekalinya disakiti bakal ambruk dan banjir tisu berhari-hari. Tinggal tunggu waktu saja, playboy itu menekan tombol putus, meluncurkan senjata yang bakal menghancurkan hati Tika berkeping-keping

Tisha menjauh dari nakas, menatap lekat mata berbinar Tika. Sungguh ini adalah keajaiban dunia bisa melihat wajah semringah Tika. Jarang sekali bahkan dapat dihitung jari, bibir penuh Tika membentuk senyuman menghangatkan seperti ini, sampai menular ke Tisha segala. Tisha jadi ragu untuk memperingatkan Tika soal Regie. Dia kan belum kenal Regie, cuma dengar dari Tika yang bilang kalau Regie itu baik, perhatian, romantis, sayang banget sama Tika, rela berkorban, tambahan lagi dia ganteng banget. Apa pantas tiba-tiba meminta Tika waspada? Bisa-bisa hubungan hangat ini berhenti sampai di sini. Oke, Tika menghela napas. Dia harus pake cara yang lebih halus.

"Gue pernah apa, Sha?

Tisha mengerjap, "Ahh ... iya, lo pernah bilang nggak mau pacaran." Sebenarnya bukan itu yang akan diungkap Tisha. Tadinya dia bakal bercerita tentang Tika yang pernah merendahkannya habis-habisan karena ngemis cinta pada seorang cowok. Bagian itu segera ditepisnya, selain bakal bikin suasana nggak enak, Tisha juga nggak mau mengingat lagi masa-masa jadi budak cinta yang bikin hati perih.

"Oh, pemikiran orang kan bisa berubah."

"Iya ... ya ... betul." Tisha manggut-manggut sendiri. "Setiap orang bisa berubah." Berubah sampai sedrastis ini! pekik Tisha dalam batin.

"Oh, ya kalian udah pacaran berapa lama?" tanya Tisha cepat sebelum Tika kembali berceloteh banyak tentang sang pujaan hatinya.

"Mau satu bulan. Minggu depan monthsarry kita!" jawab Tika antusias sampai kelambu bergoyang-goyang.

Gila. Ini gila. Tika berusaha tenang menerima banyak kejutan yang bikin jantungan ini.

Satu bulan ya. Sepengalaman Tika dan sering juga mendapati teman-temannya yang pernah terjerat api cinta playboy, jalinan cinta penuh tipuan itu maksimal bertahan dua minggu. Paling cepat seminggu. Ceritanya agak berbeda nih dengan Regie. Apa yang sedang dimainkan cowok itu? Atau Regie benar-benar cowok setia? Tidak. Penilaian Tisha tidak salah. Dia jamin cowok yang fotonya memenuhi kamar kembarannya itu benar-benar pemain wanita yang ulung.

"Semoga langgeng ya, Tik." Tisha benar-benar memanjatkan doa itu dalam hati. Berharap besar Tika dicintai oleh orang yang tepat. Seperti yang Tika bilang, setiap orang bisa berubah, mungkin saja Regie juga berubah. Dia sudah insyaf, dan memang berniat membahagiakan kembarannya. Tisha berusaha berpikiran positif sementara ini, karena ingin ikut merasakan kesenangan yang Tika bagi padanya. Jarang-jarang, bahkan nggak pernah mereka berbagi kisah senyaman ini. Namun, setiap melirik ke foto itu, ada sesuatu yang mengusiknya. Apakah ini firasat saudara kembar? Entahlah, jawaban pastinya bisa didapat saat dia menjadi Tika seminggu nanti.

"Kenapa lo sempat tolak dia?" tanya Tisha

Senyuman bahagia tak lepas sedetik pun dari wajah Tika. "Karena ..." Tika menggaruk-garuk kepalanya, kemudian senyuman lebar itu perlahan luntur. Dia memijat pelipis, seperti berusaha mengingat sesuatu. "Hmmm ... ya, karena gue awalnya nggak tertarik sama ... dia?"

Tisha menaikkan sebelah alisnya. Ko malah dibalas lagi oleh pertanyaan?

Tiba-tiba Tika mengibaskan tangannya, "Udahlah bagian itu nggak perlu gue ceritan. Gue pengen cerita yang indah-indah aja. Jadi gimana nih, lo setuju kan?"

Tisha menggangguk pelan. "Oke, gue setuju. Tapi apa nggak masalah nih gue ngeganti posisi lo? hubungan kalian lagi anget-angetnya, tapi lo nyuruh orang lain gantiin lo."

"Ih, apaan sih, Sha. Lo bukan orang lain, lo saudara gue."

Hati Tisha mencelus mendengarnya. Cepat, dia mengerjap-ngerjapkan mata, menghambat setetes air mata yang mendesak keluar dari ujung mata. Momen ini ingin dia nikmati setenang mungkin, Tika bakal tanya-tanya kenapa dia menangis. Untuk saat ini di momen ini, Tisha tak mau menodainya dengan berbagai ingatan perlakuan buruk Tika padanya di masa lampau. Menyinggungnya sekarang, bakal merusak kehangatan ini.

"Gue percaya sama lo. Lo bakal menjalankan tugas ini dengan baik."

"Makasih udah mempercayai gue. Tugas lo akan gue laksanakan dengan baik." Tisha menempelkan tangannya ke samping kening, bergaya hormat.

Tika tertawa, renyah, sangat renyah. Tisha dibuat terpesona olehnya, oleh semua hal baru tentang Tika. Rupanya perpisahan yang sempat terjadi pada mereka, yang didalangi oleh dua orang dewasa yang sama-sama egois, tak mau mengalah, dan membiarkan dua anaknya menjadi korban, tak sepenuhnya menjadi bencana, justru tercipta sebuah kisah yang membuat mereka merasakan kehangatan saudara satu sama lain. Kehangatan yang Tisha rasakan untuk pertama kalinya selama hidup di keluarga Raharsa.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro