5. Tidak Begitu Yakin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku pulang, Archie."

"Selamat datang, ayah."

Tom dikejutkan dengan Archie yang sudah berdiri di depan pintu menunggu kedatangannya dengan tersenyum. Hal itu membuatnya terkejut sekaligus terharu karena Archie jarang sekali menyambutnya. Dia pun tersenyum menatap Archie sambil melepaskan sepatu dan kaos kakinya. Kemudian, dia merangkul Archie dan mengajaknya untuk berjalan menuju ke sofa.

"Jadi ... apa ada sesuatu yang kau inginkan, Archie?"

Archie menundukkan kepala karena merasa agak malu ayahnya dapat mengetahui bahwa ada sesuatu yang diinginkan olehnya.

"Tidak apa-apa, Archie. Katakan saja. Selama aku bisa berikan, pasti akan aku berikan."

Archie menoleh sejenak ke arah ayahnya dengan tersenyum dan tertunduk kembali. Meskipun malu-malu mengatakannya, dia berusaha meyakinkan diri untuk mengatakan apa adanya.

"Sebenarnya, aku ingin meminta sejumlah uang padamu untuk membeli sesuatu."

"Membeli apa?"

Archie menghentikan langkahnya. Dia merasa tidak enak meminta hal semacam itu kepada ayahnya. Tom pun ikut menghentikan langkahnya dan berdiri tepat di hadapan Archie.

"Aku ...."

"Aku?"

"Ingin ...."

"Ingin?"

"Membeli ...."

"Membeli?"

"Bisakah ayah diam sebentar? Aku ingin mengatakannya."

Tom sedikit tertawa karena Archie terpengaruh oleh guyonan yang diucapkannya. Bisa melihat Archie dalam kondisi malu-malu adalah hal yang jarang sekali bisa dilihatnya.

"Aku ingin membeli sebuah kue ulang tahun untuk membuat kejutan di hari ulang tahun temanku."

Tom terkejut bukan main. Dia sampai menjatuhkan tas kerja yang dibawanya. Akhirnya, apa yang selama ini dia inginkan terwujud juga. Yakni, Archie bisa menikmati waktu bersama teman-temannya seperti anak seusianya dan tidak hanya menghabiskan waktu di kamar untuk membaca buku saja.

Tom duduk bersimpuh di hadapan Archie. Dengan perasaan bangga dan senang, dia menggenggam erat kedua pundak Archie dengan tersenyum haru.

"Aku akan memberikan uangnya kepadamu."

"Terima kasih, ayah."

Archie tersenyum karena merasa senang ayahnya menuruti apa yang diingkannya. Melihat senyuman Archie, tanpa disadari Tom meneteskan air mata.

"Ayah, kau berlebihan."

Tom sedikit tertawa saat menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya.

"Aku hanya merasa senang, Archie. Semenjak ibumu tidak ada, kau semakin sering mengurung dirimu di kamar. Aku merasa khawatir ketika melihat kondisimu itu. Aku bukanlah ibumu yang bisa selalu tahu apa yang sebaiknya dilakukan saat kondisi apa pun. Aku hanya bisa memberikanmu dukungan dan bantuan dengan cara yang aku bisa. Sekarang, salah satu yang aku inginkan terjadi juga."

Archie langsung memeluk erat ayahnya karena merasa senang setelah mendengarkan kekhawatiran ayahnya yang selama ini tak pernah dia dengar. Tom juga lagi-lagi terkejut begitu Archie memeluknya. Salah satu keinginannya pun terkabul lagi, yakni dipeluk oleh Archie tanpa harus memintanya.

Keduanya berpelukan sejenak, kemudian saling melepaskan pelukan masing-masing. Archie sedikit ternyum, sementara Tom memegangi dagunya seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu.

"Ada apa, ayah?"

"Temanmu itu laki-laki atau perempuan? Apa sebenarnya dia itu perempuan yang kau sukai?"

Tom tersenyum puas meledek Archie. Seketika itu juga, pipi Archie memerah karena merasa malu atas dugaan yang dilayangkan oleh Tom.

"Bukan, bukan. Dia laki-laki. Sahabatku dan juga Killian."

"Heh ... sayang sekali. Aku kira kita bisa membahasnya setelah ini."

"Jangan bergurau, ayah. Dugaanmu itu terlalu mengada-ada."

Karena masih malu-malu, Archie pergi meninggalkan ayahnya dengan tetap tertunduk menutupi pipinya yang memerah. Tom terlihat sangat senang sekaligus puas. Akhirnya dia bisa melihat Archie perlahan berubah dan juga bisa meledek Archie hingga membuatnya malu.

"Seharusnya, aku merekam semua adegan tadi. Kejadian semacam itu bisa saja tidak dapat aku lihat lagi. Hah ...."

***

Keesokan paginya, Archie menunggu di jalan yang sama saat Killian menyapanya tiba-tiba kemarin. Sambil menunggu, dia menyibukkan diri dengan membaca novel.

"Tidak biasanya kau menungguku."

Archie agak terkejut dan langsung menutup novel yang sedang dibacanya. Dia menatap Killian dengan sedikit jengkel karena kedatangannya yang tiba-tiba tanpa sedikit pun terasa hawa kehadirannya.

"Kebiasan burukmu itu sebaiknya harus segera diubah, Killian."

"Hmm? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

Archie berjalan meninggalkan Killian karena jengkel dengan ketidakpekaannya menyadari sikap buruknya sendiri.

"Tunggu aku, Archie."

Killian sedikit berlari, kemudian menyamakan langkahnya setelah berjalan di samping Archie. Ada hal yang ingin sekali ditanyakan olehnya. Bukan mengenai perkataan Archie tadi, melainkan rencana Archie untuk membuat Ron bisa kembali pulang. Saat menyadari bahwa Archie tidak sedang membaca buku, inilah saat yang tepat baginya untuk bertanya.

"Oy, Archie."

"Hmm?"

"Apakah kau yakin kalau rencanamu akan berhasil? Aku tidak yakin itu adalah rencana yang tepat."

"Aku juga tidak."

Perkataan Archie membuat Killian bingung. 'Kenapa Archie yang mempunyai ide untuk melakukan hal itu, malah tidak yakin dengan idenya sendiri?' Pertanyaan itu terus terngiang di dalam kepalanya.

"Saat pertama kali mendapatkan ide itu, aku merasa yakin akan berhasil. Namun, setelah aku pikir-pikir lagi, sepertinya ide itu terlalu simpel untuk membuat Ron kembali pulang ke tempat asalnya. Awalnya aku berpikir untuk membatalkannya, akan tetapi ...."

Archie tertunduk dan terlihat murung. Ada sesuatu yang membuatnya merasa sedih dan juga prihatin. Ekspresinya itu pun dapat dipahami oleh Killian yang sejak tadi sesekali menoleh ke arahnya.

"Semalam, aku mencari tahu mengenai berita kematian Ron lebih dalam lagi. Awalnya aku takut, tetapi lama-kelamaan rasa takutku berubah menjadi rasa iba dan prihatin. Ron meninggal karena overdosis obat dan beberapa bagian tubuhnya terdapat luka memar. Ron hanya tinggal bersama ayahnya setelah ibunya pergi meninggalkan rumah mereka. Aku tidak tahu apa alasan ibunya pergi. Tetapi setelah melihat luka memar di tubuh Ron, ayahnya pasti adalah orang yang kasar.

"Kesaksian ayahnya begitu meragukan. Pada saat diinterogasi, beberapa dugaan mengatakan kalau dia berada dalam pengaruh alkohol. Menurut beberapa tetangga yang tinggal berdekatan dengan apartemen Ron dan ayahnya, mereka sering mendengar suara benturan dan pukulan benda-benda tumpul. Berkat kesaksian itulah ayah Ron dipenjara selama lima tahun atas tuduhan kekerasan terhadap anaknya."

Killian tertunduk begitu mendengar cerita Archie. Dia baru mengetahui kalau sosok Ron, hantu yang ada di pemakaman, menjalani kehidupan yang sangat keras dan menyakitkan.

"Setelah mengetahui hal itu, apa kau akan membatalkan rencana kejutan ulang tahunnya, Killian?"

Killian menggelengkan kepalanya dengan ekspresi sedih. Membahagiakan seseorang yang tidak pernah merasakan kebahagiaan adalah suatu tindakan yang baik menurut Killian dan juga Archie. Meski tidak begitu yakin rencana mereka akan berhasil, mereka tetap melanjutkan rencana. Setidaknya, jika gagal mereka telah membuat Ron merasakan kebahagiaan meskipun cuma sekali.

Sesampainya di kelas, Archie dan Killian mengumpulkan teman-temannya yang ikut menelusuri makam beberapa hari yang lalu. Keduanya secara bergantian menceritakan apa yang dialami oleh Archie, siapa Ron sebenarnya, dan juga rencana mereka untuk mengadakan pesta kejutan di saat hari ulang tahun Ron yang akan jatuh pada sabtu besok.

Ekspresi wajah Kevin, George, dan beberapa anak lain terlihat sama. Mereka bingung harus percaya dengan apa yang dikatakan oleh Archie dan Killian atau tidak. Meskipun tetap merasa takut, mereka tidak yakin kalau hal semacam itu benar-benar terjadi di kehidupan nyata.

Archie sebenarnya sudah memprediksi bahwa teman-temannya akan mengeluarkan ekspresi semacam itu saat dirinya menceritakan apa yang dialaminya. Namun, dia tetap ingin teman-temannya percaya padanya, karena itu semua demi membahagiakan Ron. Dengan tatapan tajam dan yakin, dia menatap satu-persatu temannya sebelum mengutarakan apa yang ada dalam benaknya saat ini.

"Aku tahu kalian takut. Aku tahu kalian tidak percaya. Tetapi, Ron adalah sosok yang nyata, karena aku bisa melihatnya dan bahkan berbicara dengannya. Kalau aku bisa, kalian pun pasti juga bisa."

Meskipun sudah mendengarkan keyakinan Archie, mereka semua tetap tidak bisa percaya begitu saja dengannya. Kevin yang biasanya angkuh dan suka membully anak lain pun, memegang pundak Archie dan mencoba mengatakan pendapatnya.

"Aku ingin sekali percaya padamu, Archie. Tetapi, hal itu sepertinya sulit kami terima karena mereka memang tidak nyata. Maaf, aku sudah meledek ibumu sampai membuatmu kesal."

Archie tertunduk dan merasa kesal setelah mendengarkan ucapan Kevin. Dia bisa menerima permintaan maaf dari Kevin, tetapi tidak bisa menerima ketidakpercayaannya terhadap Ron. Dia pun mengguncang tangannya agar Kevin melepaskan genggaman pada pundaknya.

"Hal ini tidak ada hubungannya dengan ibuku. Aku benar-benar mengalaminya, bukan membual karena terlalu sering sendirian dan tidak memiliki sosok ibu. Aku tidak selemah yang kau pikirkan."

Archie kembali ke kursinya meninggalkan teman-temannya. Kevin merasa tidak enak telah membuat Archie marah. Tetapi, Killian mencegahnya untuk menghampiri Archie. Killian tahu saat ini Archie hanya perlu dibiarkan sendiri untuk mendinginkan kepalanya kembali. Mereka semua pun kembali ke kursi masing-masing, menunggu jam pelajaran di mulai.

***

Malam harinya, Archie kembali mengunjungi pemakaman untuk menemui Ron. Dia berusaha menutupi kekesalan yang tengah dirasakannya tadi pagi, karena tidak mau Ron mengetahui rencana yang sedang dibuatnya. Dia pun mengetuk-ngetuk gembok ke besi pagar beberapa kali untuk memberikan isyarat pada Ron. Tidak lama, Ron datang menghampirinya.

"Bagaimana? Apa ada petunjuk yang kau dapatkan?"

Archie menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa. Ron pun tersenyum dan membukakan gerbangnya untuk Archie.

"Jangan terlalu dipikirkan, Archie. Lagi pula, membantuku juga tidak ada untungnya buatmu."

Archie berjalan masuk ke dalam meninggalkan Ron tanpa mengatakan apa pun. Hal itu jelas membuat Ron berpikir telah mengikutsertakan Archie ke dalam teka-teki mengenai kertas miliknya. Dia pun mengunci kembali makam dan  berlari mengejar Archie setelahnya.

Di saat Ron sudah berjalan di sampingnya, Archie menoleh sejenak dan menatap wajah Ron. Dia melihat Ron terlihat santai seakan tidak memiliki beban sedikit pun. Rasa heran segera hinggap di kepalanya. "Apa Ron lupa akan masa lalunya sebelum dia meninggal?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja tebersit di kepalanya

"Ron."

"Iya?"

"Apa kau ingat masa lalumu saat kau masih hidup?"

"Ingat."

Adrenalin Archie tersentak. Kalau Ron memang mengingat masa lalunya, kenapa dia terlihat santai-santai saja tanpa beban? Padahal, kehidupannya itu cukup berat untuk dilalui. Bahkan, dia sampai kecanduan obat dan membuatnya meninggal karena overdosis.

"Kau tahu, Archie? Aku mengingat semuanya, bahkan saat di mana aku menenggak semua obat itu bersamaan."

Lagi-lagi adrenalin Archie tersentak. Perkataan Ron membuatnya berpikir bahwa Ron meninggal karena sengaja meminum obat dalam jumlah banyak hingga membuatnya overdosis, bukan karena mengalami overdosis secara tiba-tiba tanpa disengaja.

"Itu artinya kau bunuh diri?"

Ron melirik Archie sejenak, kemudian menatap ke depan kembali. Dia menganggukkan kepalanya dengan tersenyum, meskipun merasakan sedikit keraguan di dalam hatinya.

"Ayahku berubah drastis ketika dia di PHK. Waktu itu umurku masih delapan tahun. PHK membuat ayahku jadi pria yang mudah marah dan ringan tangan. Kecanduannya terhadap alkohol membuat dirinya terlihat seperti orang yang sangat bodoh. Dua tahun setelahnya, ibuku pergi. Aku pikir, ibuku adalah satu-satunya orang yang menyayangiku. Tetapi, ternyata aku salah. Dia pergi sendirian tanpa mengajakku. Meninggalkanku bersama orang paling bodoh di dunia.

"Aku mencoba menjadi anak yang baik dengan menuruti kemauan ayahku. Tetapi, aku tetap dapat makian dan bahkan pukulan darinya. Aku mencoba menjadi anak yang kurang ajar dan ayahku justru semakin brutal. Tujuh tahun aku lalui hariku penuh dengan siksaan. Lama-kelamaan, hal itu membuatku muak. Tujuanku bekerja paruh waktu bukan untuk menghidupiku ataupun orang bodoh itu, tetapi untuk membeli obat-obatan.

"Tidak punya teman di sekolah, dikucilkan oleh anak-anak yang lain, dan direndahkan oleh siswi perempuan. Menurutmu, siapa lagi yang bisa aku anggap sebagai teman? Obat itu membuatku merasa lebih tenang. Tanpa perlu menceritakan keluh kesahku ataupun memendam amarah, obat itu membantuku melewati segalanya."

Archie langsung menarik lengan jaket Ron sampai ke siku, sehingga lengannya dapat dilihat jelas olehnya. Archie terkejut dan langsung mundur melepaskan genggamannya dari lengan jaket Ron. Bukannya menenangkan Archie, Ron justru membuka jaket yang dikenakannya, sehingga sekujur tubuhnya dapat terlihat dengan jelas.

Pandangan mata Archie membelalak. Dia seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tanpa disadari, air matanya mulai menetes dan badannya mulai gemetar.

Melihat hal itu, Ron menghampiri Archie dan memegang kepalanya. Perlahan, tangannya menundukkan kepala Archie.

"Jangan dilihat kalau kau tidak sanggup untuk melihatnya."

"Ron ... tubuhmu ... apa luka-luka itu terasa sakit bagimu?"

Ron mengelus kepala Archie dengan lembut dan sedikit tertawa.

"Tenang saja, Archie. Sekarang, aku sudah tidak merasa sakit lagi."

Tangisan Archie semakin menjadi-jadi meskipun Ron sudah mencoba menenangkannya. Untuk Archie yang masih berumur tiga belas tahun, melihat tubuh Ron yang penuh dengan luka memar, jahitan, dan beberapa luka bakar pasti tidak akan sanggup untuk dilihat olehnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro