[Bonus Chapter] 3. Tom dan Perang di Dapur

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

(Bonus Chapter ini, tidak ada kaitannya dengan cerita inti.)

Minggu pagi yang cerah, momen yang tepat untuk berbelanja bahan makanan untuk membuat sarapan, makan siang, dan makan malam. Begitulah yang ada di pikiran Tom saat ini. Kedua tangannya sudah penuh dengan kantong belanjaan berisikan bahan makanan yang dia butuhkan. Dari mulai sayur, roti, dan berbagai bumbu. Bahkan, dia juga membeli barang yang tidak ada hubungannya dengan memasak, yakni komik.

Tom sengaja membeli komik untuk berjaga-jaga jikalau makanan yang dibuatnya tidak enak. Jadi, dia akan memberikan komik itu kepada Archie sebagai permintaan maaf. Entah itu disebut pesimis sebelum berperang atau sebagai bentuk antisipasi jika perangnya gagal total. Bisa jadi keduanya.

Sesampainya di rumah, Tom langsung meletakkan semua barang belanjaannya di atas meja dapur. Dia mengambil komiknya, kemudian menyembunyikannya di dalam kamarnya. Menurutnya, yang namanya senjata rahasia itu dikeluarkan diakhir atau bahkan tidak dikeluarkan sama sekali. Jadi, lebih baik disembunyikan baik-baik. Begitu komik sudah disembunyikannya, dia kembali ke dapur seakan-akan baru saja pulang belanja.

"Archie, aku pulang!”

Suara langkah kaki menuruni tangga mulai terdengar oleh Tom. Dari langkahnya yang terdengar cepat, dia merasa bahwa Archie sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengannya. Karena tidak mau terlihat sedang menunggu Archie untuk turun, dia pun mengeluarkan semua bahan makanan yang dibelinya dari kantong dan menyusunnya dengan rapi di atas meja.

Begitu Archie sudah sampai di lantai bawah ….

“Ayah … bisa tidak kau tidak perlu berteriak seperti itu? Mungkin saja tetangga kita juga mendengarnya tadi. Bagaimana kalau teriakan ayah tadi mengganggu mereka?”

“Ah … tidak apa-apa. Yang penting, tidak mengganggumu, kan?”

“Siapa bilang?”

Seketika hati Tom terasa seperti disentil seseorang. Perkataan Archie membuat rasa antusiasnya untuk memasak menurun sedikit. Dalam bayangannya, Archie akan antusias dengan masakannya, tapi kenyataannya ternyata berbanding terbalik.

Namun, Tom salah mengerti. Archie sebenarnya cukup antusias menunggu masakan apa yang kali ini dibuat ayahnya. Archie hanya tidak suka ayahnya bersikap terlalu berlebihan. Dia pun duduk di sofa untuk menonton televisi sambil menunggu ayahnya selesai memasak.

Semua bahan makanan sudah disusun rapi oleh Tom sesuai dengan jenisnya. Sayuran, protein, bumbu masak, dan bahan pendukung sepeti minyak dan air. Dan tak lupa, dia juga bersiap dengan ponsel dan laptopnya di mana resep masakannya berada. Di ponselnya ada catatan masak yang diberikan mendiang istrinya, sementara di laptopnya ada resep memasak makanan yang mudah dan praktis yang diambilnya dari internet.

Tahap pertama. Tom membuat makanan yang paling mudah menurutnya, yakni membuat telur dadar. Dia menaruh tiga telor yang sudah dipecahkan ke dalam sebuah mangkuk, kemudian mengocoknya dengan menggunakan sebuah sumpit.
Setelah meletakkan penggorengan di atas kompor, dia menambahkan sedikit minyak dan menunggu sampai penggorengannya panas. Begitu hawa di atas penggorengannya mulai terasa panas, dia menuangkan telurnya dengan perlahan.

Sambil bersenandung, Tom mengawasi telurnya supaya tidak gosong dengan membolak-baliknya menggunakan spatula. Saat telurnya berwarna kecokelatan, dia menyajikannya di atas piring dan menatapnya dengan mata yang berbinar-binar. Dia seakan tidak percaya bisa membuat telur seindah ini. Namun begitu mencicipinya, dia merasa ada yang aneh dengan telur indah yang dibuarnya itu.

“Kenapa aku hanya merasakan rasa telur sampai di kunyahan terakhir?”

Tom menatap ke semua bahan makanan yang ada di meja dapurnya. Begitu dia melihat tempat garam dan lada, barulah dia menyadari apa kesalahannya.

“Aku lupa menambahkan garam dan lada. Kalau begini, telur ini untukku saja. Aku akan menggunakan garam dan lada untuk telur Archie nanti.”

Meski semangatnya turun sedikit, namun Tom tetap membuat telur untuk Archie dengan antusias. Semangatnya pun langsung meningkat kembali begitu melihat telur yang dibuatnya untuk Archie terlihat sangat indah di matanya. Padahal, itu barulah telur dadar. Bagaimana kalau dia berhasil membuat makanan yang sulit?

Karena telur dadarnya berhasil, Tom memasukkan ikan dan ayam yang dibelinya tadi ke dalam kulkas agar dia bisa gunakan untuk makan siang dan makan malam. Jadi kesimpulannya, di waktu makan siang dan makan malam nanti, pertempuran yang harus dilaluinya lebih sulit dibandingkan membuat telur dadar.

Tahap kedua. Tom melihat catatan yang diberikan oleh mendiang istrinya, Linda, di ponselnya. Dia mencari sayur apa saja yang enak di makan dalam kondisi segar tanpa direbus atau dimasak terlebih dahulu. Sambil melihat catatan di ponselnya, dia memilah-milah sayur yang dibelinya tadi, mana yang tidak enak dimakan mentah-mentah. Hingga pada akhirnya tersisalah daun selada.

Untuk kedua kalinya hati Tom tersentil. Dengan perasaan muram, dia mengembalikan semua sayur ke dalam kantong belanjaan kecuali daun selada dan memasukkannya ke dalam kulkas. Kemudian, dia mencuci terlebih dahulu semua daun seladanya dan meletakkannya ke dalam sebuah mangkuk besar. Dia menambahkan vinegar, garam dan lada secukupnya. Setelah semua bumbu pelengkap masuk, dia mengaduk-ngaduknya menggunakan sendok dan garpu dengan kedua tangannya agar semua bumbunya merata. Sayurannya pun siap untuk disajikan.

Protein dan sayuran sudah dibuat oleh Tom. Kini, dia hanya tinggal membuat karbohidratnya saja. Di hadapannya saat ini ada jagung, roti dan kentang yang sudah dikupas. Kenapa dia membeli kentang yang sudah dikupas? Jawabannya sederhana. Dia tidak bisa mengupas kentang dari kulitnya tanpa merebusnya terlebih dahulu. Dia tidak mau kejadian enam batang kentang goreng berukuran kecil untuk setiap kentang yang dikupasnya terulang.

Tom merasa roti kurang pas untuk dimakan hanya bersama dengan telur dan daun selada saja. Harus ada daging untuk menemaninya. Jadi, dia pun menyingkirkan roti dari pilihannya. Dia pun berpikir lagi kalau jagung lebih enak dijadikan popcorn dibandingkan karbohidrat utama. Maka jagung pun tereliminasi. Kentanglah yang menjadi pemenangnya.

Tom membaca instruksi yang ada diponselnya bagaimana cara memotong kentang dengan benar. Dia ikuti secara perlahan dan terlihat sangat puas begitu melihat hasil akhirnya. Namun, ketika dia melihat perintah selanjutnya. Rasa antusiasnya terjun bebas.

Linda menulis, “Setelah kentangnya sudah dipotong-potong, rendam ke dalam air yang sudah diberi garam secukupnya selama kurang lebih lima belas menit. Tujuannya agar kentang lebih empuk dan terasa gurih. Karena butuh waktu, sebaiknya lakukan sebelum memasak makanan utama dan pelengkap lainnya.

Tom sudah membuat telur dan daun seladanya terlebih dahulu. Kalau harus menunggu kentangnya sesuai arahan yang Linda berikan, dia takut telur dan sayuran yang dibuatnya menjadi tidak enak karena didiamkan terlalu lama. Dengan mengucapkan permintaan maaf sedalam-dalamnya kepada Linda, dia pun melewati bagian itu dan langsung menggoreng kentangnya begitu saja.

Setelah kentangnya jadi, Tom meniriskan minyaknya terlebih dahulu, barulah menyajikannya di atas piring. Ketiga makanan pun berhasil dibuatnya tanpa ada kendala yang berarti, membuatnya merasa senang meskipun tak terlalu suka dengan hasil akhirnya. Dia menata setiap piring dengan rapi di atas meja makan. Memisahkan mana miliknya, dan mana yang milik Archie. Begitu selesai menatanya, barulah dia memanggil Archie.

“Archie, sarapannya sudah jadi. Ayo makan.”

“Baiklah ….”

Archie duduk di kursi meja makan berhadapan dengan Tom. Tom dapat melihat dengan jelas ekspresi wajah Archie yang terlihat kurang antusias dengan makanan yang tersaji di hadapannya. Namun, dia tetap optimis kalau Archie akan menyukai makanan yang dibuatnya. Dia pun mengajak Archie berdoa bersama terlebih dahulu sebelum mulai makan.

“Selamat makan, Ayah.”

“Selamat makan, Archie.”

Tatapan mata Tom fokus menatap Archie yang tengah menyantap kentang gorengnya. Eskpresi Archie terlihat biasa saja, membuatnya merasa sedikit lega. Archie pun mulai menyantap salad daun seladanya. Hati Tom tersentil untuk ketiga kalinya melihat ekspresi wajah Archie seperti orang yang tengah merasakan keasinan, tapi di sisi lain dia justru terhibur melihat ekspresi Archie yang jarang dilihatnya itu.

Saat Tom ingin bertanya apa yang Archie rasakan, Archie langsung memakan telur dadar yang dibuatnya. Sehingga, dia pun mengurungkan niatnya untuk bertanya dan menunggu Archie selesai mencoba telurnya. Dia merasa sangat senang begitu melihat Archie tersenyum saat mengunyah telur dadarnya. Itu artinya, telur buatannya sesuai dengan apa yang Archie inginkan. Tanpa sadar dia berdiri mengepal tangannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, seperti orang yang baru saja memenangkan perlombaan besar.

“Kau kenapa, ayah?”

"Tidak, tidak ada apa-apa.”

Tom duduk dan menyantap sarapannya kembali bersama Archie. Di tengah-tengah momen itu, tiba-tiba saja Archie menayakan sebuah pertanyaan yang membuat selera makannya hampir hilang.

“Kau akan membuat apa untuk makan siang dan makan malam, Ayah?”

Seketika Tom mematung. Perlahan, dia turunkan kembali garpu yang sudah tertancap sebuah potongan kentang ke atas piring. Bayang-bayang kegagalan langsung menyelimuti seluruh kepalanya dan membisikkan berbagai macam hal negatif yang membuat semangat memasaknya punah seketika.

“Bagaimana kalau siang nanti kita makan di restoran keluarga dan malamnya kita membuat mie instan seperti biasanya?”

“Baiklah, aku tidak masalah.”

Kesimpulan akhirnya, Tom memilih lari dari peperangan kedua dan ketiga yang seharusnya dia lakukan hari ini. Membuat ikan dan ayam menangis di kulkas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro