Bab 2 Hangatkanlah Ranjangku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti halnya Juan, Aira pun saat ini sedang bertanya-tanya dalam hatinya, ia masih tak mengerti mengapa pria ini menolong dirinya dan membawanya pergi dari tempat jahanam itu. Ia juga tak mengerti mengapa ia begitu menurut dengan pria asing yang menolong dirinya seolah ia telah mengenal pria asing itu cukup lama.

"Sebenarnya siapa dia? Mengapa aku sangat merasa aman di dekapannya?" batin Aira di sela tangisannya.

Pun dengan Juan, ia begitu terenyuh dengan suara Aira. Ia mengeratkan pelukannya, sesekali mengusap punggung wanita yang belum ia ketahui siapa nama dan asalnya. Entah rasa apa yang sedang ia rasakan saat ini, ia belum pernah merasakan hal serupa sebelumnya. Hatinya terasa teramat nyeri yang amat sangat, ia merasa sedih, tetapi ia juga merasakan kenyamanan bisa memeluk tubuh wanita dalam dekapannya itu.

"Ya Tuhan, perasaan apa ini? Siapa dia sebenarnya?" batin Juan seraya melangkahkan kakinya cepat membimbing wanita yang telah memporak porandakan hatinya sesaat masuk ke dalam super car miliknya.

Bas menyalakan mesin mobil, melajukan mobil sembari menunggu instruksi sang bos selanjutnya. Sedangkan Juan, ia masih setia mendekap Aira, menenangkan hati Aira yang masih saja menangis.

"Tuan, kita mau kemana sekarang?" tanya Bass yang mulai bingung.

"Ke apartemen, Bass."

"Baik, Tuan." Sejujurnya Bass ingin memberikan saran untuk mengantar Aira pulang saja, tetapi ia urungkan ketika melihat sifat yang tak biasa dari sang bos yang terlihat begitu peduli pada Aira.

***

Saat ini mereka sudah berada di depan sebuah gedung apartemen mewah, Juan tak banyak bicara kepada Aira meski sebenarnya ia ingin sekali menanyakan beberapa hal. Entahlah! Melihat Aira yang sudah mulai tenang membuat hatinya sedikit lega.

"Turunlah!" tutur Juan yang kemudian menggandeng tangan Aira dan membawanya ke dalam lift lalu menuju salah satu unit.

Bass dengan cekatan memasukkan sebuah kombinasi pin yang membuat kunci pintu unit di depannya terbuka. Bass mempersilakan sang bos masuk, sedangkan ia dengan setia mengikuti langkahnya di belakang.

Juna menghentikan langkahnya di ruang tengah, melepas gandengan tangannya dari tangan Aira, membalikkan tubuh menghadap Bass yang berada di belakangnya. Pun dengan Aira, ia juga membalikkan tubuhnya dan mengambil jarak agak jauh dari Juan.

"Bass, kemarilah!" panggil Juna agar Bass mendekat ke arahnya.

"Ya, Tuan?"

"Urus semua untuknya," tutur Juan yang membuat Aira memandang heran Juan. Di dalam hati Aira bertanya-tanya apa maksud dari perkataan Juan, tapi ia memilih diam karena tak berani bertanya.

"Baik, Tuan." Bass mengerti betul apa yang dimaksud oleh majikannya itu karena ini bukan kali pertamanya si bos membawa wanita ke apartemennya.

Baru saja Bass hendak melangkah, Juan kembali memanggil Bram dan menambahi instruksinya. "Bass, pesankan makanan untuk kami!"

"Baik, Tuan. Apakah ada lagi?" tanya Bass memastikan sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan ruangan.

Juan menggelengkan kepalanya. "Itu saja, Bass."

"Baik, Tuan." Bass benar-benar melangkahkan kakinya pergi meninggalkan apartemen Juan saat ini, menyisakan Juan dan Aira yang masih betah dalam posisi mereka tanpa suara.

Juan melangkahkan kaki, mengikis jarak antara dirinya dan Aira. Sementara Aira, ia terlihat merapatkan jas yang ia kenakan dan menundukkan sedikit pandangannya.

"Siapa namamu?" tanya Juan yang kini sudah berada tepat di depan Aira.

"S-saya Aira, T-tuan," ucap Aira terbata.

"Sepertinya kau takut padaku ya?"

"M-maaf, Tuan, sa-ya masih trauma dengan kejadian tadi." Aira menjawab pertanyaan Juan dengan jujur sehingga membuat Juan memakluminya.

Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya, ia berjalan menuju ruang tengah dan meminta Aira untuk duduk disana.

"Duduklah disini!" pinta Juan. Sementara dirinya tetap berdiri.

"T-tapi, Tuan ...."

"Patuhi perintahku!" tutur Juan dengan suara tegas kemudian berjalan ke arah lemari es dan mengambil dua kaleng minuman beralkohol. Ia menyodorkan satu kaleng kepada Aira dan satu kaleng lagi untuknya.

Aira tidak langsung menerima minuman itu, ia yang membaca sepintas peringatan pada kaleng yang bertuliskan minuman beralkohol, ia pun dengan lembut menolak. "Maaf, Tuan saya tidak bisa meminumnya," tuturnya santun.

Juan terlonjak kaget mendengar ucapan Aira, bagaimana mungkin wanita di depannya itu tidak bisa meminumnya jika pekerjaannya adalah seorang karyawan klub malam yang bertugas menemani orang mabuk. Satu hal yang terdengar aneh bagi Juan yang biasa melihat karyawan seperti Aira menemaninya mabuk.

"Ckk! Minumlah! Tidak perlu sungkan!" cibir Juan.

Wanita di depannya kembali menggelengkan kepalanya dan lagi-lagi menolaknya. "Aneh!" batin Juan.

"Kau sungguh tidak bisa meminumnya?" tanya Juan yang masih tak percaya.

Aira menganggukkan kepalanya, ia lantas menjelaskan kepada Juan tentang siapa dirinya dan mengapa dia bisa disana.

"Jadi kau membutuhkan uang?"

"Itu benar, Tuan. Mendiang Ayah saya meninggalkan sejumlah hutang yang begitu banyak untuk saya, jadi saya harus bekerja keras untuk melunasinya."

Tok tok tok

"Masuk!" seru Juan.

"Tuan, saya datang membawa pesanan anda."

Bass datang, menenteng beberapa paper bag coklat dengan logo sebuah brand pakaian merek ternama, ia lantas meletakkannya di samping Juan.

"Bersihkan tubuhmu, ganti pakaianmu itu dengan pakaian ini dan segera kembali kemari, temani aku makan malam!" Juan meraih paper bag di dekatnya lalu menyodorkan kepada Aira.

"T-tapi, Tuan ...."

"Jangan membantahku, Aira!" tutur Juan dengan suara yang menurut Aira sangat menakutkan.

"B-baik, Tuan." Aira pasrah. Ia berdoa dalam hatinya semoga tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padanya.

"Bass! Tunjukkan kamar untuknya!"

***

Meja makan telah dipenuhi beberapa makanan favorit Juan, Bass dan seorang pelayan yang telah menyelesaikan tugasnya segera berpamitan kembali ke unit apartemen khusus yang Juan sewa sebagai tempat tinggal Juan dan para pelayannya.

Tak lama setelah kepergian Bass, Aira datang menghampiri Juan yang sudah duduk menunggunya di meja makan.

"T-tuan," panggil Aira yang berjalan menuju ruang makan.

Juan membola melihat penampilan wanita di depannya. "Sempurna," tutur Juan dalam hati ketika melihat penampilan Aira. Bukan hanya cantik tetapi Aira terlihat begitu seksi dan menggoda bagi Juan.

"Tuan," panggil Aira lagi, mencoba mengembalikan kesadaran Juan.

"Oh ya! Duduklah!"

Aira mengambil duduk di kursi yang berseberangan dengan Juan, tetapi Juan meminta Aira untuk pindah di kursi yang berada tepat di samping Juan.

"Duduklah disini!"

Aira menurut, ia duduk di dekat Juan. Meski sebenarnya merasa canggung tetapi Aira mencoba bersikap biasa. Ia berinisiatif melayani Juan, sebagai rasa terima kasihnya kepada Juan.

"Tuan, biar saya ambilkan saja ya? Tuan ingin makan yang mana?" tutur Aira lembut.

Juan menunjuk dengan asal makanan yang berada di depannya. "Itu saja."

Juan memperhatikan Aira, entah mengapa ia merasa semakin tertarik dengan Aira begitu melihat Aira melayaninya dengan telaten dan lembut.

"Wanita ini, mengapa aku merasa tertarik kepadanya?" batin Juan sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Selama makan Juan terus berpikir tentang Aira dan sesekali mencuri pandang ke arah Aira.

"Tuan, apakah saya boleh ke kamar dulu untuk pergi mengambil tas saya dan ke kamar mandi, sebelum saya pulang?" Aira bangkit dari tempat duduknya hendak pergi menuju kamar.

Juan yang semula asik dengan pikirannya kini tersadar, ia dengan cepat berjalan mendekati Aira, merengkuh tubuh mungil Aira dari belakang dan memeluknya erat, menumpukan dagunya pada pundak Aira.

"T-tuan, a-apa yang sedang anda lakukan?" ucap Aira gugup.

"Berhentilah bekerja," tutur Juan lembut.

"Maksud, Tuan?" tanya Aira tak mengerti.

Juan membalikkan tubuh Aira, menatap lekat paras gadis di depannya lalu menangkup kedua pipi Aira dan memagut Aira dengan lembut. Tampak jelas terasa gadis itu hanya diam dan begitu kaku menerima ciuman dari Juan. Bisa Juan tebak jika ini adalah ciuman pertama Aira dengan seorang lelaki.

Juan melepaskan pagutannya, menyatukan dahinya dengan dahi Aira sehingga hidung mereka saling bersentuhan dan mereka bisa merasakan deru nafas satu sama lain.

Dengan debaran di dada yang tak karuan, keduanya saling bertatapan satu sama lain lalu Juan kembali memagut bibir ranum Aira yang semanis madu. Ciumannya kali ini lebih dalam dan menuntut, Juan yang notabene adalah player sudah tidak tahan dan tak bisa mengendalikan dirinya ingin merasakan sesuatu yang lebih dari Aira. Ia dengan cepat meraih tubuh Aira, menggendong tubuh mungil yang saat ini lemas karena ulahnya menuju kamar dan merebahkannya di atas ranjang king size miliknya dengan lembut. Bersamaan dengan itu, ia merangkak naik ke atas tubuh Aira. Lagi-lagi ia memagut bibir yang saat ini mulai menjadi candunya, mengulumnya dengan sangat lembut dan dalam seolah tiada lagi hari esok.

Aira mabuk kepayang oleh setiap perlakuan Juna, entah mengapa ia tak bisa menolak, ia merasakan sesuatu yang membuatnya merasa bahagia dan sangat dicintai saat ini.

"Hangatkanlah ranjangku setiap malam, Sayang, aku akan memberimu sejumlah uang yang kau butuhkan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro