Bab 4 Jangan Cerewet atau Aku akan Memakanmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Juan mengabaikan perkataan sekretaris Bass, ia melenggang melangkahkan kaki jenjangnya masuk ke dalam lift. Ia segera meminta sopir kantor untuk membawakan mobilnya ke depan lobi begitu ia sampai di lantai dasar.

"Sekarang! Saya tunggu di depan lobi," tutur Juan melalui sambungan telepon.

"Baik, Tuan." Hanya selang beberapa menit saja, mobil milik Juan sudah terparkir manis di depan lobi.

Juan buru-buru masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke arah apartemen yang tak jauh dari kantor perusahaannya. Juan merapikan penampilannya sebelum turun dari dalam mobil. Memastikan semuanya telah sempurna barulah ia melangkahkan kaki masuk ke dalam apartemen.

Juan segera menekan kombinasi pin pintu apartemennya, ia masuk ke dalam secara perlahan. Ia menempelkan telunjuk di depan bibirnya, memberi isyarat kepada Bu Tun untuk diam dan pergi meninggalkan Juan dengan Aira di sana berdua.

Seperti permintaan Tuannya, Bu Tun meninggalkan unit apartemen itu dan masuk ke dalam unit apartemen yang Juan sewakan khusus untuk para pekerja yang melayaninya selama ini, letaknya tepat di samping unit apartemen yang saat ini Aira tinggali.Tanpa rasa canggung Juan memeluk pinggang ramping Aira, ia mengecup singkat tengkuk Aira yang terbuka. Aira yang sedang fokus memasak pun terperanjat kaget, ia segera menoleh ke belakang.

"Tuan, kapan datang?" tanya dengan tubuh yang saat ini sudah menegang.

"Kamu masak apa, hem?" Bukannya menjawab Juan malah balik melayangkan pertanyaan.

"S-saya, saya hanya masak masakan rumahan yang saya bisa, Tuan." Aira berkata dengan menundukkan kepalanya. Ia sengaja menyembunyikan rona merahnya.

"Dari baunya harum sekali, bolehkah aku mencobanya? Kebetulan aku belum makan siang," tutur Juna yang dibalas anggukan kepala oleh Aira.

Aira mematikan kompor, dengan tubuh yang bergetar Aira mencoba mengendurkan pelukan Juan, tetapi Juan malah merapatkan pelukannya. Hal itu membuat tubuh Aira semakin menggigil. "T-tuan, bisa tolong lepaskan pelukannya?" cicit Aira hati-hati.

Juan mengulum senyum melihat wajah merah Aira yang sedari tadi tertunduk, ia malah semakin menggodanya. Ia mengarahkan sebelah tangannya pada area dada Aira dan mengusap-usapnya lembut.

"T-tuan, tidak enak jika dilihat oleh Bu Tun atau yang lainnya," tutur Aira mencoba memperingati Juan, tetapi Juan malah semakin gencar menggodanya.

Juan meraih dagu Aira, mengangkatnya ke atas hingga tatapan mereka bertemu kemudian menyambar bibir pink muda Aira yang sudah menjadi candunya. "Disini hanya ada kita berdua, tenanglah," bisik Juan yang semakin membuat Aira tidak karuan.

Aira tidak menolak Juan karena memang inilah salah satu tugas yang harus ia lakukan sebagai gadis penghangat ranjang. Tapi di luar dari dugaan Aira, ternyata Juan hanya menciumnya saja tidak lebih.

"Ayo kita makan, aku sudah lapar," ajak Juan dengan senyuman manis.

Aira menghembuskan nafas panjang, ia berulangkali mengusap-ngusap dadanya untuk menenangkan irama detak jantungnya. Sejujurnya jika Juan meminta Aira untuk menghangatkan ranjang siang ini ia merasa tidak sanggup karena ngilu di bagian bawahnya belum sembuh benar. Paling tidak ia butuh waktu untuk beristirahat sedikit lebih lama.

Aira melepas apron yang menggantug di lehernya, ia mencuci tangannya kemudian berjalan menuju meja makan membawa beberapa menu makanan hasil karyanya. Pertama-tama ia meletakkan semangkuk sop ayam di atas meja, kemudian ia meletakkan udang goreng tepung dan juga sambal tomat serta kerupuk.

Aira mengambilkan piring untuk Juan, mengisinya dengan sedikit nasi dan juga sop ayam buatannya, sebelum memberikan lauk serta sambal, Aira bertanya terlebih dahulu kepada Juan. Apakah Juan suka pedas ataukah tidak, ternyata Juan menyukai pedas sama seperti dirinya. Aira menyodorkan piring yang telah berisi nasi komplit dengan sayur kepada Juan. Juan terlihat antusias memakannya.

Sementara Aira, ia hanya diam memperhatikan Juan yang mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan tenang.

"Bagaimana, Tuan?" tanya Aira yang tak sabar mendengar pendapat Juan. Juan menoleh kearah Aira dan tersenyum manis.

"Enak, aku sangat menyukainya."

"Sungguh Tuan menyukainya?" tanya Aira memastikan apa yang ia dengar benar adanya.

Juan terlihat menganggukkan kepalanya dan menyendok kembali makanannya. "Hem," jawabnya singkat yang membuat Aira senang bukan kepalang.

Setelah menghabiskan sepiring makanan Juan menoleh kearah Aira, ia menatap Aira dengan tatapan yang sulit Aira artikan.

"Ada apa, Tuan?" tanya Aira heran.

"Aira, bisakah kamu berhenti memanggilku Tuan mulai sekarang? Aku sangat risih mendengarnya. Kamu ini bukan karyawanku," tutur Juan yang membuat Aira mengernyitkan dahinya.

"Lalu? Saya harus memanggil apa, Tuan?" tanya Aira yang bingung dengan permintaan Juan.

Juan mengedikkan bahunya, ia memberikan kode kepada Aira untuk mengambilkannya sop ayam bikinan Aira lagi. "Apa saja, asal jangan Tuan dan terdengar lebih enak didengar dan terlihat akrab."

Aira terdiam sejenak, ia terlihat sedang berpikir. "Um, kalau sa-ya panggil Mas saja apakah boleh?" tanya Aira spontan.

Seketika Juan langsung terbatuk mendengar suara lembut Aira yang memanggilnya "Mas" entah mengapa itu membuat hatinya begitu nyaman dan bahagia. Ia merasa itu adalah panggilan yang pas untuknya.

"Tuan, pelan-pelan." Aira dengan sigap menyodorkan segelas air putih kepada Juan dan menggosok-gosok punggung Juan.

Juan langsung meminumnya hingga tandas, Aira merasa bersalah. Ia mengira dirinya lancang karena telah memanggil Juan dengan kata mas. Ia buru-buru meminta maaf kepada Juan atas kelancangannya. Tetapi itu membuat Juan kesal, Juan langsung menyambar bibir Aira tanpa permisi.

"Kenapa Tuan tiba-tiba mencium saya lagi?" tanya Aira sembari memegangi bibirnya.

"Karena kamu terlalu cerewet Aira. Mulai sekarang pangil saya dengan sebutan Mas. Itu lebih enak didengar dan terdengar manis." Juan berkata dengan lugas yang membuat Aira melongo.

"T-tuan tidak salah? Saya kira Tuan ...." Juan kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Aira, Aira refleks memejamkan matanya.

"Jangan cerewet lagi Aira! Atau aku akan menerkammu sekarang juga," bisik Juan kemudian mengecup singkat pipi Aira.

Juan segera menyelesaikan makan siangnya, ia menilik kearah jam tangan unlimited edition dengan harga setinggi langit yang melingkar di pergelangan tangannya. "Aku harus segera kembali ke kantor," tutur Juan seraya merapikan jasnya.

Aira menganggukkan kepalanya mengerti, ia membantu Juan merapikan jas serta dasi yang Juan kenakan. Hal itu membuat Juan mengulum senyum, ia meraih dagu Aira menatap manik mata gadis penghangat ranjangnya kemudian menempelkan bibirnya pada dahi Aira. "Terima kasih untuk makan siangnya," bisik Juan yang membuat wajah Aira memerah.

"Jika Mas suka, aku tidak keberatan jika harus memasaknya setiap hari untuk Mas."

Juan tersenyum jumawa, tentu saja Juan senang sekali mendengarnya. Ia menganggukkan kepalanya antusias. "Ide yang bagus, aku meluangkan waktu khusus untukmu."

"Aku pergi dulu," pamit Juan. Sebelum Juan pergi, Aira meraih tangan kanan Juan dan mengecup punggung tangannya singkat yang membuat sesuatu di dalam dada Juan bergejolak hebat. Ini adalah kali pertamanya Juan diperlakukan semanis ini oleh perempuan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro