-HEATING UP-

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Game Of Destiny (GOD)

Discalimer

Masashi Kishimoto

Story By

Lavendark

Main Character

-Hinata Hyuuga-

Other Character

Haruno Sakura, Namikaze Naruto, Uchiha Sasuke

Genre

Romance, Drama, Slice of Life, Hurt/Comfort

.

.

.

.

.

Enjoy Reading!

.

.

.

.

.

"kau senang sekali dengan kehidupan Hinata? Hm, Toneri?" Toneri tertawa. Benar saja... Toneri cukup bersenang-senang. Hinata yang terjebak dilingkaran setan adalah suatu hiburan untuknya. Dari dulu.

"tentu saja... melihatnya saja membuatku tau jika dia adalah orang yang berbeda..... dia terlalu berwarna untuk di lewatkan"

"lalu bagaimana dengan kondisinya saat ini?" pertanyaan yang membuat Toneri tersenyum remeh.

"entahlah..... setelahnya dia pulang dengan Sasuke,......

......Tapi yang jelas, besok akan ada berita yang besar dan menggemparkan.... Akan sangat menyenangkan melihat sang Hime harus memutar otak lagi" ucap Toneri sambil mengantongi lagi ponselnya.

Toneri diam, lalu mulutnya mulai membuka melanjutkan ucapannya

".... Melihat dari kondisi ini.....

....... Kupikir sudah saatnya kau mengambil peranmu,

..... Hyuuga Neji"

.

.

.

...

.

.

.

"Terimakasih atas laporannya, Ootsuki-san" Hinata tersenyum tipis. Laporan kerja yang diberikan Toneri padanya selalu bisa membuatnya merasa puas. Kinerja Toneri sangatlah bagus, seperti yang sudah-sudah. Hinata rasa, untuk bagian system transportasi resortnya sudah cukup aman dan bisa dikerjakan akses jalannya mulai lusa.

Seperti biasa, melihat senyum kepuasan dari putri Hyuuga membuat Toneri ikut tersenyum lebar. Hinata mengerutkan kening tak suka saat melihat wajah Toneri yang terkesan tidak formal. Hinata itu menjunjung tinggi profesionalisme. "bagaimana dengan kinerja yang lainnya, Uchiha-san? Hm... terutama 'Namikaze Naruto' yang mengurus bagian property?" Hinata menggertakan giginya. Jika Gaara adalah tipekal paling pembangkang, maka Toneri adalah pria yang paling licik yang dia kenal. Apa-apaan maksudnya dengan menekankan kata Namikaze Naruto? Hinata sangat tau, pria didepannya ini berusaha memancingnya keranah yang pribadi.

"Semuanya masih terkendali" jawaban singkat Hinata membuat Toneri kecewa. Segera dia bertumpu pada meja kerja Hinata, melirik papan nama diatas meja itu.

Uchiha Hinata.

Seringainya makin lebar. "Bukan itu jawaban yang aku mau... kau tau, ini penting untukku... pembuatan akses jalan juga akan berpengaruh pada ketersediaan logistiknya.. aku harus tau perkembangannya" Hinata mendesah lelah. Pria busuk ini tak pernah belajar untuk tak berurusan dengannya. Melepas kacamata kerjanya dan menampilkan manik amethis yang selalu bisa membuat Toneri terpesona.

"aku tau itu, Ootsuki-san. Kurasa kau tau cara kerjanya... semua perkembangan akan dijabarkan pada saat rapat rutin kita, jika ada masalah mendesak, saat itu aku berhak untuk mengatur rapat dadakan. Kupikir kau mendengarkan saat rapat perkenalan tempo lalu" Toneri mendengus, Hinata menyeringai "jadi jika tidak ada kepentingan lagi... kau bisa keluar dari ruanganku" ucap final Hinata.

Dahi hime Hyuuga itu berkedut, bukannya pergi... Toneri malah menyamankan posisi duduknya. Hinata tau, ini akan menjadi perdebatan kecil mereka berdua, dan Hinata sudah akan menebak topik apa yang akan menjadi perbincangannya "Ada apa?" memilih menyerah, akhirnya Hinata bertanya dengan nada malas. Hilang sudah segala arogansi dan ketegasannya.

"Kau tau kenapa pagi ini adalah salah satu pagi terbaikku?" Hinata diam, mulai menerka-nerka si putih busuk di depannya ini, nada riangnya terdengar lebih mengerikan daripada nada mengintimidasinya. "itu karena aku mendapatkan berita yang menyenangkan..." Toneri mencondongkan tubuhnya, nadanya dibuat rendah seakan mengejek Hinata. Hinata tau maksud dari 'berita' yang dikatakan oleh Toneri. Hinata sudah menduga, beritanya akan secepat ini keluar ke khalayak umum.

'Namikaze muda menyesal melepas putri Hyuuga. Perkelahian suami dengan mantan tunangan : perselingkuhan atau kecemburuan'

Judul berita yang menggelikan. membuat Hinata bersumpah akan mengubur dalam-dalam kantor media yang memuatnya. Menyesal apanya? Oh andai saja semua orang tau bagaimana bahagianya Naruto setelah putus tunangan dengannya.

Dan lagi, perselingkuhan? Oh sial! Menjadi tersangka tukang selingkuh adalah hal yang buruk. Dan lagi-lagi Hinata harus menyeret malu nama keluarga Hyuuga, dan juga Uchiha. Ah lupakan tentang Uchiha... semua ini juga salahnya Uchiha Sasuke. Mikoto sudah menelfonnya tadi pagi dan menanyakan perihal berita itu, sedangkan sang ayah tercinta aka Hiashi-sama.... Masih belum menghubunginya... pastinya sang ayah itu masih sibuk dan belum sempat melihat berita. Cih... Hinata sudah bisa membayangkan bagaimana murkanya sang ayah nanti. Untungnya Hinata sudah menyiapkan alasan dan scenario yang masuk akal. Satu fakta yang membuat Hinata yakin..... Hiashi Hyuuga adalah orang yang menjunjung tinggi martabat dan kehormatan. Dan lagi-lagi Hinata harus mencorengnya. Memikirkannya membuat Hinata sedih dan menyendu. Hal itu tak lepas dari mata biru Toneri.

"melenceng dari rencana awal, ne....hime?" bisikan Toneri menyadarkan Hinata. Laki-laki ini sudah mengetahuinya terlalu jauh.

"jaga sikapmu, Toneri" Toneri mengangkat alis atas ucapan Hinata. Dirinya berhasil membuat ular cantik marah. bagus, pancingan yang sukses.

Tubuh yang condong itu segera dibantingkan kebelakang, menyender pada senderan kursi kerja yang terasa empuk seperti sofa. Toneri mendengus.... "hahaha...." Toneri tertawa sarkas, menggelegar mengisi seluruh ruang kerja Hinata, membuat urat-urat leher Hinata mengeras. "memangnya kau berharap apa hime? Semua berada dikendalimu?" tangan putih itu dengan lancang menunjuk kearah Hinata, mata biru itu mulai meremeh, dan Hinata sudah siaga atas segalanya "oh ayolah Hinata...... kau sangat tau kondisi mereka bertiga! mereka itu menjijikan... dan kau malah membiarkan dirimu terseret ke dalamnya?" kalimat yang lagi-lagi membuat Hinata diam bungkam, di otaknya sudah menyumpah si Toneri bajingan ini. "kau bergabung ditengah segitiga itu, kau pun sama Uchiha Hinata....

...menjijikan" sambung Toneri "Dan sedihnya aku sangat jatuh cinta pada wanita menjijikan sepertimu...." Toneri terkekeh senang, melihat ekspresi keras Hinata menjadi hiburan di siang hari ini "apa yang telah kau lakukan padaku, hime? Memantraiku?" rahangnhya mengendur, kali ini Hinata menyeringai culas. Pesonanya memang tak akan bisa di tepis oleh laki-laki busuk macam Toneri.

"sepertinya aku telah membiarkanmu untuk tau terlalu jauh" kali ini Hinata menyenderkan bahunya di senderan kursi, merilekskan diri dan menikmati wajah mengejek Toneri. Hinata akan selalu menang dengan permainan yang diciptakan oleh Toneri.

"membiarkanku? Kupikir kau yang kecolongan olehku" kali ini tawa Hinata yang menggelegar, membuat Toneri mengerutkan alisnya.

"aku selalu lebih satu langkah dibanding dirimu, Tone-chan" panggilan yang membuat rahang Toneri seketika mengeras.

"kau tidak tau aku memiliki penyokong yang jauh lebih pintar darimu, sayang" Toneri menyeringai, Hinata juga tak kalah lebar seringainya.

"Kakak-ku, kan?" sedikit terkejut tapi Toneri berhasil mengendalikan dirinya "kau membual? Aku sangat tau bagaimana tabiat seorang Hyuuga Neji, di Amerika katanya? Bullshit, aku tau dia sudah di Jepang,... jika aku si ratu bisnis, maka dia adalah monsternya. Dia tidak akan lama dalam mengerjakan bisnis... ya kan?" melihat Toneri diam, membuat Hinata semakin tersenyum miring, inilah balasan jika berani bermain api dengannya "jadi apa yang dijanjikan oleh kakak-ku sehingga kau mau menjadi anjingnya?" kata kasar itu meluncur begitu lugas dari bibir yang terpoles merah "kita lihat seberapa tahan dia terus-terusan bersembunyi seperti pengecut"

Toneri diam, tapi senyum itu kembali melebar. Respon Hinata, sesuai dengan apa yang dikatakan Neji. "kau kasar sekali pada kakak yang sangat menyayangimu hime.... Itu tidak sopan" kali ini, Hinata diam. Hinata tau, dia tidak akan pernah bisa berkelit dari rencana sang kakak... mulut dan otaknya selalu bisa membuat Hinata bungkam.... Hinata tau, jika Neji turun tangan, maka semua ada di kepalan tangannya, oh sayangnya Hinata itu adik pembangkang.... Meski kalah, Hinata tetap harus ada perlawanan.

"beginilah bentuk rasa sayang Hyuuga, Toneri" Hyuuga keras di luar dan melindungi di dalam. Bukankah itu hal yang manis?

"kau tau kau tidak akan berhasil, Hinata" Hinata tetap diam, membiarkan Toneri meneruskan pembicaraannya. Wajah Toneri mulai serius, lalu tak lama... Toneri tertawa santai "biarku jabarkan baik-baik...

...... pertama, ada laki-laki bodoh dan naif, terlalu baik hati dan mengorbankan dirinya sendiri... menganggap orang yang tak ada ikatan darah dengannya sebagai keluarganya sendiri... kau tau kemana orang-orang dengan sifat seperti itu berakhir? Tempat pembuangan... di gunakan saat di butuhkan dan di lupakan saat sudah tidak berguna" Toneri mulai memainkan kursi yang berkaki roda tersebut. Memundurkan beberapa inci dari tempat semula. Ruang kerja Hinata, menjadi ruang favoritnya mulai sekarang. "kedua,.. ada perempuan sok peduli dan baik hati. Menganggap segalanya akan baik-baik saja..... merasa dirinya sudah berusaha keras, dan mengabaikan segalanya dengan mengatasnamakan kebaikan. Kau tau kemana perempuan itu akan berakhir? Ketika orang orang menyadarinya, dia akan dicampakan.... Dan terasa terasingkan" Hinata mulai menggigit bibirnya. Toneri sudah terlalu ikut campur "Dan terakhir si pria arogan dan licik. Memanfaatkan segala yang ada disekitarnya, selalu merasa menang dan bisa mendapatkan segalanya. Kau tau dimana dia akan berakhir? Keterpurukan akan menghampirinya saat dia sadar dia bukanlah apa-apa" Toneri berdiri dari kursinya, matanya turun kebawah memandang Hinata. Hinata benci dipandang rendah seperti ini.

"Dan terakhir... seorang perempuan naif yang selalu bersembunyi pada topeng arogansinya ikut masuk kedalamnya" Toneri menjilat bibir bagian bawahnhya, senang saat melihat Hinata yang nafasnya memburu menahan marah "kau yakin bisa mengatasi ini, hime?"

"bisa atau tidak, itu bukan urusanmu" Hinata kembali mendapatkan ketenangannya. Toneri terlalu banyak mengoceh.

"aku tau jika aku tak akan pernah bisa melangkah di depanmu, Hinata... tapi kau harus ingat. Hyuuga Neji selalu berada didepanmu.... Kau tak akan bisa mengejar langkahnya" Mendengarnya membuat Hinata tersenyum. Itu benar. Hinata benci mengakuinya "kurasa sampai sini pembicaraan kita" Toneri berjalan keluar, sebelum membuka pintu itu, Toneri berbalik, melihat Hinata yang masih memandangnya datar. Bercekcok dengan Hinata, haruslah memiliki seribu ekspresi, tertebak sedikit saja,.. maka kau akan termakan omonganmu. Begitu juga dengan Hinata. Tadi marah, lalu senang, lalu marah lagi... dan sekarang bersikap tenang. Toneri tidak bisa menjabarkan, siapa yang kalah dalam pembicaraan ini. "Ah Hinata.... Ada pesan dari Neji untukmu" Hinata mengangkat alisnya "jangan terlalu banyak bermain, jadilah adik penurut" Hinata terkekeh senang. Kakaknya selalu seperti itu. Hinata tidak sabar untuk segera bertemu dengannya.

"Ah, Toneri-kun... bisa sampaikan pesanku pada Neji?" atmosfir keduanya berubah drastis, seolah melupakan perdebatan pelik mereka barusan, mereka berdua menjadi layaknya sahabat. Hidup di keluarga kaya raya, haruslah pintar dalam mengubah perasaan. Baik Hinata maupun Toneri, mereka sama-sama tidak tau bagaimana persaaan satu sama lain saat ini. Tapi yang pasti Hinata tau, Toneri mendamba padanya.

"katakan padanya, percerai yang dia inginkan... tidak akan berjalan dengan mudah" kali ini mata Toneri terbelalak. Dia sudah mendapatkan jawabanya. Lagi, Toneri kalah dari Hinata. Tak ambil waktu yang lama, Toneri segera keluar ruangan. Sedikit membanting dan mengupat. Pembicaraannya dengan Hinata menjadi sia-sia.

Mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Neji! Otak adikmu itu sama saja denganmu.... Kurasa dia tau apa maumu. Kau harus mengganti rencananya." Orang di seberang panggilan aka Neji hanya terkekeh mendengar keluhan Toneri.

"Dasar brengsek kau Neji! Kurasa kau benar-benar berhasil mendidik ular yang berbisa"

.

.

.

...

.

.

.

Sakura menunduk dalam, sedangkan Sasuke mendesah Lelah. Selesai rapat proyek, sabaku Gaara memiliki urusan di kantor Uchiha, membuat Sakura harus tetap menunggunya di kantor ini. Dianggap sebagai kesempatan oleh Sakura, dia segera menemui Sasuke di ruangannya. Tentu saja Sakura sudah dengar beritanya. Makan malam yang seharusnya dilakukan oleh mereka bertiga harus batal dan Sakura terkejut saat mendapati fakta Naruto ikut ke dalam makan malam yang katanya diatur oleh keluarga Uchiha itu.

Apakah itu hanyalah kebohongan belaka?

Melihat Hinata berada di tengah-tengah mereka berdua, membuat Sakura merasa tergantikan.

Lagi, wajah Sakura menyendu.... "kau seperti tidak senang atas kedatanganku, Sasuke-kun" wajah Sakura yang sedih membuat Sasuke merasa tidak enak. Sejujurnya Sasuke sedang kurang mood untuk menemui Sakura, pasalnya Sasuke tau apa yang akan dibahas. Makan malam kemarin. Sasuke Lelah mengingatnya, membuat pipinya yang masih lebam itu terasa nyeri.

"Bukan seperti itu, Sakura....kau harusnya tau, ini kantor Uchiha, disini posisi kita adalah mantan kekasih, kau sudah lihat beritanya kan? Jika kau datang ke sini, kau hanya akan menambah berita yang merugikan kita" Sasuke berusaha memberi pengertian.

Sakura mengangguk lesu. Alasan yang bisa diterima... itu benar, dan Sakura tak bisa menampiknya "kenapa kalian bertengkar?" pertanyaan yang sudah berada diotaknya sejak rapat dimulai. Hal yang Sakura takuti adalah mereka bertengkar karena Hinata. Entahlah... foto yang ditampilkan adalah Naruto dan Sasuke yang dipisahkan oleh beberapa orang dan ditengahnya ada Hinata. Terlihat seperti cinta segitiga.

Dan itu membuat hatinya nyeri.

Sakura benci saat mereka berdua bertengkar, apalagi jika alasannya adalah dia. Tapi kali ini, dia berharap alasan mereka berdua bertengkar adalah karena dirinya... itu lebih baik, dibanding Hyuuga Hinata lah yang menjadi alasan. Atau mungkin alasan-alasan sepele yang membuat Sakura bisa bernafas lega.

Sasuke diam, membuat ketakutan Sakura semakin nyata.

"Dirimu" jawaban singkat itu membuat hati Sakura membesar, sangat lega saat mendengarnya. Nada Sasuke juga sarat akan kejujuran, Sakura tau itu. sedangkan Sasuke, dia menjawabnya dengan jujur, memang sepenuhnya bukan karena Sakura, tapi tetap,... nama Sakura juga menjadi perdebatannya dengan Naruto tadi malam.

Meski hatinya lega, tak ayal membuat Sakura menjadi tenang. Aura dingin yang Sasuke berikan padanya saat ini sangatlah baru untuknya. Kalimat Ino selalu terngiang-ngiang. Sakura benar-benar takut, Sasuke mulai berpindah hati. Tidak! Laki-laki itu sudah berjanji padanya.... Sasuke bukanlah seorang yang mengingkari janjinya.

"Sasuke, bagaimana jika aku katakan kalau aku menyesal dengan perjanjian pernikahan konyol ini" tangan Sasuke yang sedang menulis tiba-tiba berhenti. Sakura tidak pernah diabaikan seperti ini oleh Sasuke, biasanya Sasuke akan mengajaknya ketempat yang lebih tersembunyi dan selalu menfokuskan segalanya pada Sakura. Sasuke benar-benar mengalami perubahan, dan itu membuat Sakura sedikit tidak suka dan juga sedih..... Sasuke seperti mulai menjauh darinya.

Melepas kacamatanya, Sasuke sedikit menaikan alis tak mengerti ucapan Sakura. Dalam hati, Sasuke was-was dengan ucapan Sakura selanjutnya.

"Bagaimana jika kita sudahi ini dan kau bercerai dengan Hinata?" onyx itu membelalak. Sasuke mengeraskan rahangnya. Sejenak dia memandang Sakura sebagai pribadi yang menyebalkan. Apa maunya Sakura sebenarnya? Dia yang memaksa Sasuke untuk menikahi Hinata, dan sekarang justru menyuruhnya untuk bercerai sebelum tujuan mereka tercapai? Sialan.... Sasuke benar-benar jadi kesal.

"Dan membuat kita mengulangnya dari titik awal? Begitu Sakura?" Sasuke kali ini benar-benar menghadap kearah Sakura. Nadanya terdengar jengkel.

Mata emerald itu mulai berkaca-kaca. Membicarakan perihal hubungannya selalu berhasil mengubahnya menjadi sedikit melankolis.

"Aku tak masalah jika harus mengulang dari titik awal" Sakura menjeda kalimatnya, berdiri dan menatap Sasuke dengan tatapan yang berarti "aku tau, kau akan memandangku sebagai wanita labil dan sangat menyebalkan... tapi apa kau tau ketakutan yang aku rasakan Sasuke? terkadang aku menyesal menjadi gadis naif yang menolak ajakan nikah lari darimu saat itu....." tak bisa ditahan, akhirnya Sakura menangis, namun masih dalam ketenangan "kau tau, kau mulai berubah akhir-akhir ini.... Aku merasa serpihan-serpihan itu mulai pergi dariku. Dan membaca kabar tadi pagi, segalanya membuat aku takut, aku ingin marah... marah pada diriku sendiri.... Aku merasa...." Kalimat Sakura berhenti. Dirasa kurang pantas saat dia harus menyeret Hyuuga Hinata dalam pembicaraan ini. Mengelap pipinya yang basah secara perlahan.

"maaf Sakura... tapi aku tidak bisa jika harus mengulang dari awal lagi, kau tau,.... rencananya ini akan segera berhasil" Sasuke menyangkalnya dalam hati. Dibanding khawatir dengan rencana, entah kenapa... dia lebih tidak rela kehilangan sosok Hyuuga Hinata yang sudah tinggal satu rumah selama beberapa bulan lebih dengannya.

Sakura menelan ludahnya dengan kasar. Menghela nafas dan lebih menjadi pihak yang mengalah "kau tau, matamu selalu menunjukan kepastian dan ketegasan.... Tapi kali ini aku melihat keraguan di dalamnya" Sasuke diam, tak bisa menampik ucapan Sakura. Beginilah dia sekarang, hatinya terasa terombang ambing. "tapi aku harus tetap percaya kan? Aku selalu percaya padamu, karena kita sepasang kekasih" Sasuke diam. rasa bersalah kian membuncah dalam hatinya. "Sasuke.... berjanjilah, berjanjilah kau tak akan melepas genggamanmu padaku" Hening, Sasuke tertegun sejenak.

"Ya Sakura... aku berjanji" kali ini ucapan Sasuke terdengar mantap. Sakura tersenyum lega. Bagaimanapun berita yang datang, dia harus mencoba untuk selalu percaya pada Sasuke. percaya jika Sasuke tetap mencintainya.

"Terimakasih, Sasuke-kun" Sakura berjalan menuju Sasuke, memeluknya dengan erat. Sasuke membalasnya. Pandangan onyxnya sedikit kosong. "Ah ya.... Sepulang kerja, mampirlah keapartemenku. Aku akan mengobati luka lebammu" ucap Sakura, sambil mengelus pipi Sasuke yang lebam. Sasuke diam menutup mata, mencoba menikmati sentuhan yang Sakura berikan. Meski dia harus menahan ringisan perihnya dalam hati.

Setelah kepergian Sakura, Sasuke membuka laci kerjanya. Mengambil kertas yang membuatnya selalu berpikir akhir-akhir ini.

Surat cerainya dengan Hinata dalam hitungan dua bulan. Sasuke mengambilnya tadi pagi secara diam-diam di kamar istrinya itu. Sasuke merahasiakan jika dia memiliki kunci cadangan kamar Hinata. Rasa-rasanya Sasuke ingin segera memusnahkan kertas laknat ini.. yang membuatnya sedih dan sulit tidur. Tidak! Hinata tidak boleh lepas darinya.... Salahkan perempuan itu yang secara tidak langsung menjerat sesuatu dalam diri Sasuke. kini Sasuke sadar.... Darah Uchiha itu mengalir dalam darahnya. Sasuke membenarkan sifat serakah dari seorang Uchiha. Keserakahan yang selalu membuat Uchiha menjadi orang yang disegani. Kali ini, Sasuke merasakan sifat itu. terhadap Sakura dan Hinata. Sasuke berjanji pada Sakura untuk tak melepas genggamannya, tapi Sasuke juga tidak mau bercerai dengan Hinata.

Sifat Sakura adalah sifat yang disukai oleh Sasuke, dan sifat Hinata adalah sifat mutlak yang cocok dengan Uchiha... terlebih dengannya.

Remasan tangan Sasuke semakin mengerat pada kertas itu. untuk apa Sasuke melepaskan salah satunya jika Sasuke bisa memiliki keduanya? Sasuke masih bimbang atas itu, dia tak akan mau melepas keduanya setelah ia benar-benar tau siapa yang harus dia pertahankan. Namun untuk saat ini, perasaan tak relanya besar kepada Hinata.

Uchiha Hinata harus tetap terikat dengannya.

.

.

.

...

.

.

.

Hinata bergeming di tempatnya berdiri, sedangkan Sai, diam-diam menyeringai. Kondisi yang menarik... membuat Sai merasa menjadi lalat di dalam lift ini.

Hinata, Naruto dan Sai. Berada di lift yang sama. Hinata merutuki nasipnya. Lift selalu membuatnya dalam keadaan canggung. Ingin rasanya menaiki tangga saja, tapi heelsnya yang tajam itu hanya akan melukainya.

Ini semua bermula saat dirinya dan sai menaiki lift yang sama, kemdian di lantai atas dia harus bertemu Naruto yang juga ingin naik lift. Mereka tersenyum canggung. Terlebih Naruto yang terlihat gugup entah karena apa, Hinata tak tau.Sai menyenggol dan menggodanya dengan tidak sopan, membuat Hinata mendendam padanya.

Sesekali, Hinata melirik pipi Naruto yang lebam. Hinata sedikit iba akan hal itu, meski dalam hati dia sedikit senang "rasakan itu!" oh ayolah... Hinata masih tidak lupa akan tamparan sang mantan tunangan, pun dengan Sasuke, meski mereka berdua membuat masalah tambah runyam.

Sore ini, Hanabi akan datang ke kantornya, sudah Hinata tebak apa yang akan disampaikannya. Berita makan malamnya.

"Aku dipesankan oleh ayah untuk menyampaikan ini padamu... bla.. bla..." tiba-tiba membayangkannya membuat Hinata merasa pusing. Memijit pelan keningnya dan hal itu tak lepas dari mata shapire Naruto.

Apa Hinata sakit atau kurang tidur? Tanya khawatir dalam hati Naruto. Mungkinkah karena semalam? Mungkinkah Hinata tidak bisa tidur karena mengkhawatirkannya?

"eum... Hinata, soal semalam_" ucapan Naruto terhenti saat Hinata berdehem. Melirik tajam Naruto. memperingatinya.. Ah, Naruto seharusnya mengerti, jika ada Sai disini. Tentu rahasia pernikahan ini haruslah terjaga dengan aman.

Meski Naruto tidak tau kenyataannya sai mengetahui pernikaahn settingan ini.

Lift berdenting. Hinata dan Sai, memilih untuk keluar lebih dahulu. Mulut Naruto terbuka, ingin memanggil, namun tertutup kembali karena teringat kejadian di lift tempo lalu. Naruto tidak boleh mempermalukan dirinya sendiri lagi, lagipula Naruto merasa mood Hinata sedang memburuk. Namun tetap saja... fakta yang tak bisa Naruto tepis yaitu, lagi-lagi Hinata tak mengacuhkannya. Bahkan semalam tak mengangkat panggilannya. Naruto benci tak diacuhkan, terlebih oleh sang terkasih Hyuuga Hinata.

Saat menjauh, Sai melirik kearah Naruto, menaikan tangannya seolah-olah sedang merangkul pundak Hinata. Naruto mengeraskan rahang, mengepalkan tangan. Gigi itu bergemelutuk saat menangkap seringaian Sai yang terang-terangan ditunjukkan olehnya.

"Naruto" amarah Naruto menguap. Naruto menoleh kesumber suara. Disana dia melihat Sakura yang memandangnya sedih.

Naruto menajamkan matanya, dia benci melakukan ini... tapi, ini harus dilakukannya.

"Aku ingin bicara denganmu, Naruto" ucapnya lirih. Mendengar suara Sakura yang terlihat menyedihkan membuat Naruto mengepalkan tangannya. Tidak Naruto tidak membenci Sakura, namun sudah saatnya Sakura sadar akan perlakuannya pada Naruto.

"Bicaralah" ujarnya singkat.

"Tidak disini, Naruto" mata emerald itu melirik sekitar. Naruto menghembuskan nafasnya. Baiklah. Naruto menyerah.

...

"Kau.... Semalam bertengkar dengan Sasuke, Naruto?" Sakura memecahkan keheningan ketika mereka telah mendapatkan meja di kantin kantor Uchiha. Naruto hanya mengangguk menanggapi.

Sakura menggigit bibirnya. Naruto bersifat dingin padanya. Seperti Sasuke, tapi yang ini lebih terasa menusuk. "kenapa?" pertanyaan yang membuat Naruto jadi lebih sensitive. kenapa katanya?

"Bukan apa-apa" Naruto membuang muka, sejujurnya Naruto tidak tega harus memperlakukan perempuan yang sudah dianggapnya sebagai keluarganya seperti ini. Tapi, Naruto harus sadar... dia hanyalah tempat sampah dua kekasih yang tak pernah memandangnya ada.

"Jangan seperti ini... Naruto" lirih Sakura.

"Lalu kau mau aku seperti apa?! Kau ingin aku menjawab kami bertengkar karenamu?" meluapkan amarahnya. sarkas. Ucapan Naruto menghujam sesuatu dalam hati Sakura. Sakura sedikit mengadah, memandang Naruto dengan tak percaya karena sudah membentaknya.

Dari dulu, Naruto selalu bersikap lembut padanya.

Sakura diam. mencoba untuk memaklumi. Mungkin keadaan Naruto sedang buruk. Ditambah Naruto bertengkar dengan Sasuke tadi malam. Bahkan lebamnya masih terlihat. Sama seperti Sasuke.

"Kemarin aku khawatir padamu, kau tidak bisa dihubungi sama sekali" Sakura mencoba tersenyum mengalihkan topik. Baru sehari Sakura kehilangan kabar Naruto dan dia sudah sangat merindukannya.... Entahlah, terasa seperti sangat lama. Naruto tidak seperti biasanya.

"Hentikan Sakura" nada Naruto lirih. Sakura diam, itu bukanlah jawaban dari pertanyaanya. "Jangan bersikap seolah-olah kau peduli padaku" lanjutnya lagi.

"Kau bicara apa, Naruto? Aku peduli padamu" mendengarnya membuat Naruto terkekeh. Sakura terkejut, dia seperti bukan Naruto sahabatnya lagi.

"Kapan kau peduli padaku? bukankah aku yang selalu peduli padamu?" nadanya mulai naik, dada Naruto naik turun. Ucapan Sasuke tentang dirinya tadi malam tiba-tiba muncul dalam otaknya. "kenyataannya kalian hanya memperalat diriku"

Mata emerald itu membola. Sungguh, Sakura tidak pernah melakukan itu. dia selalu menganggap Naruto sebagai sahabatnya.... Tidak pernah bermaksud memperalatnya. "apa maksudmu, Naruto?"

"kurang jelas? Bukankah kau hanya memperalatku sebagai boneka penghilang sedihmu?"

plak!

Naruto terkekeh saat merasa panas di pipinya, ini kali pertama Sakura menamparnya. "lakukan lagi, Sakura" Sakura diam. airmatanya mengalir. Sakura tidak mengerti, Kenapa semuanya jadi begini? Kenapa Naruto berkata jika Sakura terkesan hanya memanfaatkannya

"Tampar aku lagi! Agar aku benar-benar bisa sadar, kalau kau dan Sasuke tidak lebih hanya seorang pecundang!" Sakura yang sudah berdiri dari kursinya mulai melangkah agak mundur saat Naruto tiba tiba berdiri dan mendengar Naruto sedikit berteriak padanya. Untungnya kondisi kantin sedang sepi.

"Naruto hentikan! Kenapa kau begini?"

"kenapa aku begini? Tanyakan pada dirimu sendiri dan pacar angkuhmu itu!"

"Naruto!" Sakura ikut menaikan nadanya. Tidak menyangka jika Naruto memandang dia dan Sasuke seakan akan orang jahat. Mereke bertiga bersahabat!

"kenapa? Kau marah saat aku menghina Sasuke di depanmu? Ah... memang siapa aku? Tentu saja... aku bukanlah orang yang layak untuk di bela kan?" Naruto kembali duduk. Sesekali menertawai dirinya sendiri.

"Narutoo.... Berhentilah bersikap seperti ini.. jangan bercanda" Sakura ikut duduk, memegang lengan Naruto mencoba memberi pengertian. "kita ini sahabat Naruto... jangan seperti ini"

"Sahabat ya....." mendengar kata sahabat membuat Naruto benar-benar menjadi pecundang "kau dan Sasuke tidak pernah menganggapku sebagai sahabat...

.... Kau menangis datang kepadaku dan saat kau tersenyum, kau menghilang dari sekitarku. Aku selalu mendapatkan airmatamu dan Sasuke selalu mendapatkan kebahagiaanmu.... Kau pilih kasih" Sakura terbelalak. Tak menyangka Naruto akan berfikir demikian.

"aku tidak pernah-" ucapan Sakura terhenti, saat Naruto menggebrak meja.

"kau melakukannya Sakura!" Naruto menjeda, mengambil nafas dan mengatur kemarahannya. "sekarang bisakah kau tidak usah sok peduli lagi padaku?" lanjutnya tenang.

"aku benar-benar peduli padamu Naruto.... Aku selalu mengkhawatirkanmu!" Sakura tak menyangka, pembicaraannya dengan Naruto harus berakhir dengan pertengkaran sengit seperti ini. Sepertinya ini akan menjadi pertengkaran terhebat mereka selama bersahabat.

"peduli kau bilang?! kau memperlakukan aku seperti sampah! Kau tau itu! kau tau aku sangat mencintaimu, tapi kau dengan mudahnya menepis hal itu dan tidak mempedulikannya... menganggap perasaanku hanyalah hal yang sepele!" Sakura diam, merasa tertohok secara tidak langsung. Bukan maksud Sakura untuk tidak menganggap perasaan Naruto itu sepele, dia hanya tidak mau perasaan itu menghancurkan persahabatan mereka... Sakura selalu menghargainya, dan selalu mencoba untuk mencarikan penggati dirinya untuk Naruto. "seharusnya kau membiarkan aku terjebak dengan Hinata saat itu, tidak perlu selalu menelfonku hanya untuk mendengar kesedihanmu karena Sasuke!"

"Sakura.... Kebaikanmu justru membunuhku, kau tau?" lanjutnya lagi. Nafasnya masih terengah-engah.

Deg... tiba-tiba perkataan Hinata terngiang dalam otak Sakura. Orang yang tidak bisa mengendalikan antara kebajikan dan dosa.

"kau selalu menyuruhku untuk melupakan perasaanku padamu, tapi kau justru selalu ada disekitarku... memanggilku, mengiba dan membutuhkanku.... Bagaiamana bisa aku melupakanmu?!....

..... kenyataannya kau egois Sakura... kau lebih mementingkan dirimu yang butuh dihibur! Kau hanya mementingkan perasaanmu yang butuh penyemangat! Dan kau sama sekali tidak pernah memikirkan perasaanku yang selalu mendengar kesakitan orang yang dicintai karena mencintai lelaki lain" tumpah. Air mata Sakura akhirnya benar-benar tumpah. Menutup kedua wajahnya sambil menangis tersedu-sedu. Dia tidak menyangka jika Naruto memendam kesakitan selama ini. Yang Sakura tau, Naruto selalu tersenyum hangat padanya.

"maafkan aku, Naruto... aku tidak bermaksud seperti itu...." mata Naruto berkilat marah. memaafkan? Mungkin itu mudah untuk Naruto yang dulu.. tapi tidak dengan Naruto yang sekarang. Naruto belajar satu hal dari Sakura dan Sasuke, orang-orang cenderung lebih suka memanfaatkan kebaikan orang lain yang secara terang-terangan diperlihatkan. Naruto mengerti kenapa Hinata seperti itu..... cara bermain orang-orang elit... adalah melindungi diri sendiri dan menjadi disegani.

"kau memendamnya sendiri.... Kenapa tidak kau katakan?" Sakura kembali melanjutkan ucapannya, disela-sela isakannya, Sakura melihat Naruto yang juga mulai kacau dan meracau.

"karena kau berlakon pintar Sakura... menjadi orang yang paling tersakiti, dan perlu dikasihani" Naruto berdiri. Shapire teduh itu menghilang. Kini Sakura hanya melihat pandangan marah dari Naruto "kali ini aku akan bersikap egois... dan kau ataupun Sasuke, jangan menghalangi jalanku... aku akan mendapatkan Hyuuga Hinata. Persetan dengan perjanjian pernikahan." Sakura terkejut saat mendengar Naruto yang menginginkan Hinata.

Apa yang telah dilewatkannya?

"Naruto, kau..."

"Benar Sakura... aku mencintainya. Mencintai Hyuuga Hinata" Naruto berkata serius "aku tidak akan mengalah kali ini. Aku bersumpah, jika aku tidak bisa mendapatkan kebahagiaanku, maka jangan harap kau dan Sasuke bisa bahagia......

Kalian harus membayar atas apa yang telah kalian lakukan padaku...... orang seegois kalian berdua, tidak layak mendapatkan apa yang kalian impikan.

Aku bisa menjamin, jika perjanjian pernikahan ini tidak akan berakhir baik padamu ataupun Sasuke, Sakura..... perjanjian pernikahan ini akan menjadi kemenangan untukku dan Hinata....

kuharap setelah ini kau jangan menemuiku lagi..."

"Na-Naruto..." Sakura terkejut. Naruto berbalik menyerangnya. Sakura tidak menyangka pernikahan ini malah menjadi boomerang untuk menghancurkannya. Dirinya terlalu naif jika semua akan selalu berjalan baik-baik saja. Sakura mulai takut, peringatan Ino tiba-tiba muncul lagi dalam kepalanya. Haruskah Sakura menyerah sekarang? Tidak! Ini tidak benar.... ini sudah terlalu jauh melenceng. Ini harus dihentikan. Dan sakura tak akan menyerah sampai perjuangannya membuahkan hasil.

Naruto memandang Sakura, lalu menyeringai. Seringaianya yang tak pernah ditunjukan pada orang lain selain Hinata saat bertunangan dengannya dulu. "persahabatan kita... berakhir disini"

Deg!

"Na-" ucapan Sakura terpotong. Jujur, Sakura masih syok. Kali ini... halangannya semakin besar. Kemungkinan dia untuk Bersama Sasuke semakin mengecil. Tidak! Sakura menggeleng. Bagaimanapun akhirnya, Sasuke tetap akan menggemgam tangannya. Sasuke sudah berjanji itu. Sakura dan Sasuke akan bahagia berdua.

"Ah ya! Mau kuberi satu rahasia, Sakura? Semalam aku dan Sasuke bertengkar karena Hinata. Bukan dirimu" Naruto tersenyum miring saat melihat mata berair itu membola. Ini lah yang benar. Dari dulu, Naruto tidak pernah menyayangi dirinya sendiri.. sudah saatnya Naruto mementingkan dirinya sendiri dibanding orang lain. Jika ingin mendapatkan Hinata, maka dia harus bisa bersikap layaknya Hinata. Menjadi licik, akan Naruto lakukan kali ini..... menjadi lelaki bodoh yang terabaikan Sudah mati dalam hatinya "Benar Sakura..... Sasuke sedang mencoba untuk menjadi serakah, ingin merebut apa yang seharusnya menjadi miliku. Kuperingatkan! Jaga dan awasi dia baik-baik.... Salah-salah, kau akan dibuangnya suatu saat nanti" setelahnya Naruto berbalik.... Lalu bergumam dengan gumaman yang masih bisa Sakura dengar "bagaimanapun... Sasuke tetaplah seorang Uchiha"

Sakura masih tegang, menatap punggung Naruto yang menjauh. Dulu punggung kokoh itu selalu merengkuhnya saat dirinya sedih. Kini menjadi dingin.... Dan malah perlahan bisa membunuhnya. Semua menjauh darinya, begitu juga dengan Sasuke... seperti tidak ada yang memihaknya. Kalau begini, apa yang bisa Sakura lakukan? Tidak hanya persahabatannya yang hancur, tapi mereka yang menyayanginya, kini berbalik membencinya. Sakura tidak tau, jika persahabatannya semengerikan ini... semua rasa sakitnya berhasil tersimpan rapat-rapat, Naurto, Sasuke ataupun Sakura.

Bahu itu bergetar, tangannya melemas. Sakura berada di titik kebingungan dan ketakutan. Ini terlalu mendadak diterimanya, padahal mereka bertiga masih tertawa kemarin, Sakura bertanya-tanya, apa yang terjadi saat makan malam dengan Hyuuga Hinata? Mungkinkah itu yang mengubah Naruto menjadi seperti ini? Perasaan Naruto berubah drastis hanya dalam hitungan jam. Apa yang dilakukan Sasuke pada Naruto? Atau... apa yang dilakukan Hinata pada Naruto?

'Persahabatan kalian rapuh! Persahabatan yang menjijikan' mata Sakura membola saat mengingat ucapan Hinata.

Sakura menggeleng. Tidak! Mereka bertiga solid. Itulah yang Sakura percayai. Persahabataannya belum berakhir. Hanya berada di ujung tanduk, dan Sakura akan menyelamatkan itu semua,... membuktikan pada Hinata jika mereka bertiga adalah kesatuan yang saling memiliki satu sama lain. Sedangkah Hinata, hanya gadis arogan yang salah menilai.

"Aku akan memperjuangkannya......" semua kehancuran ini berawal dari perjanjian yang dia buat sendiri. Hinata cukup berperan penting dalam hal ini. Perjanjian pernikahan ini mulai mengerikan dan menghunusnya layaknya pedang. Sakura tau, apa yang perlu dilakukannya.

Semua ini, harus segera dihentikan.

.

.

.

...

.

.

.

"Sai, bisakah kau berikan tanganmu padaku?" Hinata tersenyum manis. Membuat Sai menjadi curiga. Hinata dan senyum manis adalah kombinasi yang mematikan. "cepatlah" masih tersenyum Hinata mendesak Sai. Sai ragu-ragu... namun pada akhirnya tetap menjulurkan lengannya. Apa sih yang tidak untuk si hime Hyuuga itu?

Sai berjengit kaget saat Hinata dengan lembut memegang pergelangan tangannya. Pipi pucat Sai memanas. Ini pertama kali Hinata melakukan kontak fisik secara romantis pada Sai. Mungkinkah Hinata mulai jatuh hati padanya? Seingatnya, dia tidak melakukan sesuatu yang berarti untuk Hinata belakangan ini.

Mata hitam itu terbelalak, mulutnya menganga menahan sakit. Sedikit melotot kearah Hinata yang menyeringai senang kearahnya. Brengsek! Hinata menancapkan kuku-kuku mengkilap itu pada kulit pucat Sai.

"A-apa yang kau lakukan?" menarik lengannya dan segera mengecek adakah darah yang keluar. Sedikit bernafas lega saat hanya ada cetakan kuku di kulit itu. diam-diam Sai meringis sedih dengan bayangannya sebelumnya.

"itu hukuman karena kau berani mencoba merangkulku" Sai terbelalak. Sialan.... Ternyata Hinata sadar "lakukan lagi, maka kuku indahku akan bertengger di wajah pucatmu" lanjutnya sambil berjalan tak acuh. Sai meringis, lalu berlari kecil untuk mengejarnya.

"oh ayolaaah... aku hanya ingin membuat Namikaze Naruto cemburu saja" ucapan santai itu membuat mata amethis mendelik tak suka.

"berhenti bertingkah.... Sai!"

"hei aku serius.... Kau lihat matanya tidak? Dia sepertinya menginginkanmu"

"kau bertingkah tidak waras" menginginkan Hinata? Oh yang benar saja.... Hinata tidak akan terjebak untuk kesekian kalinya lagi. Dari segala kemungkinan, Naruto yang mencintainya adalah menjadi hal terakhir dalam benaknya.

"Jadi bagaimana rasanya direbutkan, hime? Uchiha tampan dan Namikaze memesona... ah irinya!" Hinata mengerutkan kening. Kali ini lelucon Sai diluar batas. "oh kau tau.... Berita tadi pagi" lanjutnya lagi. Hinata mendelik tidak suka.

Jadi Sai mau bilang jika dua pria brengsek itu bertengkar karena memperebutkannya? Oh, yang benar saja... lelucon apa lagi ini?

Hinata mencoba tak acuh, jalan mendahului Sai yang mulai memberengut. Berlari kecil lagi, menyamai langkah Hinata. "bagaimana rasanya bisa bekerja sama dengan menu dietmu?" Hinata mulai jengah. Sai menjadi sangat annoying dan mengganggu. Hinata berhenti, bersidekap di dada dan memandang Sai tajam.

"Namikaze Naruto, bukan menu dietku!"

"huuuu... kau sendiri yang bilang ingin belajar melupakannya. Bukankah menjauhi dan diet memiliki arti yang sama?"

"bahas lagi dia, maka ku jahit mulutmu" dengan santai Hinata kembali melangkah, berharap Sai segera menjauh dan tidak mengganggunya. Namun itu hanya sebuah harapan, nyatanya Sai tetap mengikutinya.

"Lukisanmu sudah jadi loh.... Kapan kau akan menggambilnya?" Hinata diam mematung. Benar juga.... Dia lupa dengan lukisannya. Bukankah itu sudah lama sekali? "sudah dua minggu aku menyimpannya dikamarku" ucapan Sai bagai petir di kepala Hinata.

Sialan. "jangan katakan jika kau...." Ucapan Hinata terhenti, bagaimana mengatakannya. Ini terlalu vulgar. Bahan untuk melepas hasrat prianya?

Sai tersenyum palsu. Lalu menghendikan bahu. "tentu saja.... melihat lukisannya saja membuatku ereksi" mata Hinata melebar. Merasa dirinya sudah di nodai. "yah... yang sudah berlalu biarlah berlalu" ucap Sai santai. kali ini Sai yang jalan meninggalkan Hinata yang mematung.

"brengsek... dasar bedebah" Hinata berlari kecil menyusulnya. Berhenti di depan Sai, dan langsung menendang tulang keringnya.

Sai? Tentu saja melenguh kesakitan, ditambah moncong heels Hinata yang runcing. Bagaimana jika ada yang retak? Sai tidak akan bisa berlari kecil untuk mengejar Hinata nantinya.

"Ah kakiku!" Sai mengangkat kakinya panik. Menatap Hinata yang berganti ekspresi menjadi tersenyum manis nan angkuh. Sai diam tak berkedip.

"lain kali, aku akan menggunakan sepatu diamondku" diamond adalah batu terkeras di dunia. Apa Hinata berniat menghancurkan tulangnya?. Hinata Tersenyum, lalu pergi meninggalkan Sai yang masih mematung.

"Sial sekali..... bahkan senyum angkuhnya membuat dadaku berdebar"

.

.

.

...

.

.

.

Hinata berjalan ke toilet dengan senyum kecil terpatri di wajahnya. Hari ini dia sudah membuat Toneri dan Sai kesal. Itu adalah hiburan tersendiri untuknya. Andai shikamaru dan Gaara ikut menjadi korbannya, lengkap sudah kebahagiaannya. Sayangnya mereka berdua masih disibukan dalam proyeknya.

Hinata mematung saat membuka toilet perempuan. Disana lagi-lagi dia melihat Sakura sedang bercermin. Sakura juga sama terkejutnya. Hinata melihat mata hijau itu yang sedikit sembab. Habis menangiskah? Huh dasar cengeng! Lupakan tentang sembab, kenapa Hinata selalu bertemu dengan perempuan naif ini ditoilet sih? Yah... sepertinya mulai besok toilet dan lift kantor adalah hal yang harus Hinata hindari.

Hinata diam, berjalan mencari bilik yang kosong dan mencoba untuk tak peduli dengan keberadaan Sakura.

"Hinata-san" lupakan tidak peduli. Gadis musim semi itu terlanjur memanggil namanya. Hinata menoleh, menatap Sakura tajam. Melihat wajah Sakura membuat Hinata jadi mengingat insiden makan malam kemarin... dua pria penggila Sakura bertengkar dan membuat Hinata malu dan menjadi korbannya!.

"Masih punya nyali memanggilku, eh?" Hinata bersuara dingin dan menusuk. Mengintimidasi Sakura adalah hal yang bisa membuat hatinya puas.

Sakura menggigit bibirnya, Hinata tau, perempuan itu sedang gugup dan bimbang, ada yang ingin dia katakan namun masih ragu untuk dikeluarkan. Setelah mengontrol rasa gugupnya, Sakura menghela nafas. Memandang Hinata dengan sorot kegigihan.

Sakura tidak berbalik, dan lebih memilih memandangi Hinata dari pantulan kaca. Begitupula Hinata yang berada dibelakangnya... memperhatikan Sakura dengan pandangan amethis arogansinya.

"Hinata-san... mari batalkan perjanjian pernikahannya"

"apa?"

"Tolong,.....

......Bercerailah dengan Uchiha Sasuke"

.

.

.

TBC

.

.

.

Alhamdulillah,... aku bisa update lebih cepat daripada biasanya :D. seharusnya kemarin minggu, tapi aku molor sehari.

Mereka semua sudah mulai menyakiti satu sama lain hanya untuk kepentingannya sendiri.

aku bingung ingin menjawab pertanyaan kalian mengenai siapa yang jahat di story yang aku buat ini. karena menurutku tidak ada yang jahat disini. ini story tentang drama, dimana aku mengambil sifat karakternya dari sifat alamiah seorang manusia. tidak ada yang jahat, tapi jika yang menyebalkan pasti banyak. tapi bukankah sifat manusia seperti itu? selalu menganggap apa yang dilakukan oleh dirinya adalah hal yang benar (kecuali perempuan, karna perempuan selalu benar T.T) dan terkadang sulit menerima kritikan orang lain?. kalau putus cinta, merasa dia yang paling tersakiti, padahal itu hanya dari sudut pandangnya. disini hanya aku buat kompleks saja sifat menyebalkan, sifat yang kuat dan sifat sifat lainnya. disini mereka semua menganggap apa yang dilakukan adalah benar, bukankah itu slogannya?  semua adil dalam perang dan cinta hahahahahaha

semoga kalian tidak terlalu penasaran dengan pria yang lancang mencium Hinata huhuhu (Chapternya masih dirahasiakan)

sampai ketemu di chap selanjutnya~

See you

Warm regards,

Lavendark [Maaf jika banyak typo]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro