WHO IS THE VICTIM?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Game Of Destiny (GOD)

Discalimer

Masashi Kishimoto

Story By

Lavendark

Main Character

-Hinata Hyuuga-

Other Character

Haruno Sakura, Namikaze Naruto, Uchiha Sasuke

Genre

Romance, Drama, Slice of Life, Hurt/Comfort

.

.

.

.

"Sasuke......"

"hm?"

.

.

.

"..... ayo kita bercerai"

.

.

.

Enjoy Reading!

.

.

.

Ino melotot tajam kearah pria yang menabrak pundaknya.

Bukannya menyesal atau takut, pria berambut coklat jabrik itu justru tersenyum nakal ke arahnya.

Pipinya yang sangat merah itu membuat Ino mendesah lelah. Percuma jika dia harus bertengkar dengan orang yang mabuk. Dengan dumalan, Ino melenggang pergi meninggalkan si pria yang sempoyongan.

Manik aquamarine-nya lari ke kanan dan ke kiri, lagi-lagi Ino mendesah. Beberapa orang di club ini sepertinya mabuk dan asik berlenggak lenggok menari mengikuti alunan DJ.

'Apa hanya aku saja di sini yang masih waras dan berfikiran jernih?' tanyanya dalam hati.

Ino melanjutkan pencariannya, ketika melihat surai pink yang asik bermain dengan gelasnya, Ino memutar matanya malas.

Dan untuk kesekian kalinya, Ino mendesah lelah.

"sudah ku bilang jangan menghubungiku jika kau belum mengakhiri hubunganmu dengan Sasuke" Ino melipat tangannya, menatap tajam Sakura yang mendongkak ke arahnya.

"hehehehe" Sakura terkekeh, pipinya memerah dan manik emeraldnya terlihat sangat sayu, meski begitu.... Ino sangat tau, ada kesedihan yang amat dalam dari manik yang biasanya cerah itu. "Sahabat terbaik ku sudah dataaaangggg.... Hik!"

Sakura mabuk berat.

Apa hubungan mereka sudah berakhir?

Tentu saja Ino sangat tau, orang yang bisa membuat seseorang seceria Sakura bisa terpuruk sebegini parah.

Uchiha Sasuke.

Tidak ada yang lain.

"kami sudah berakhir" sambil menegak minumannya, Sakura lagi-lagi terkekeh. "karena itu aku menghubungi mu.... Hehehehe"

"haaaah" Ino melepas lipatan tangannya. Menarik kursi dan duduk di hadapan Sakura. Lalu dirinya menyeringai. "baguslah"

Sakura mengernyit tidak suka mendengarnya.

"bagaimana jika kita rayakan?" Tanya Ino setengah bercanda.

Sakura tambah kesal.

"Ino-pig baka..... Ino baka... Ino,..." suaranya tersendat. Lagi lagi emeraldnya menjadi sendu dan berair.

"hiks...." Sakura menutup wajahnya. Dia menangis lagi.

Ini adalah kali pertama Ino melihat Sakura seperti ini. Maksudnya,..... sangat amat mabuk. Dia seperti tidak sadarkan diri. Setidaknya, jika Sakura bertengkar dengan Sasuke, dia hanya sedikit mabuk dan masih bisa berfikir logis.

Tapi, kali ini..... sepertinya kali ini mereka benar-benar putus.

Hik!

Ino mendecih saat mendengar Sakura yang cegukan.

"Sasuke memutuskanku secara... hik! Sepihak!" Ino diam, "kau tau seberapa besar aku mencin-hik tainya kan?"

Ino memandang Sakura dengan ekspresi kasihan.

"lihat! Hik! Lihat! Lihat apa yang hik! Kau lakukan sekarang!" jari telunjuknya ia tunjukan pada wajah Ino, yang membuatnya mengernyit "kau sama saja seperti Hinata"

"ada apa dengan Hyuuga-san?"

"aku..... hik! Menemuinya hari ini, menerobos ke kantornya!! Dan ingin memukulnya Hehehe hik!"

Manik Ino sukses terbuka lebar.

"kau sudah gila"

"aku...." Sakura terdiam sebentar. Dia menyandarkan kepalanya ke atas meja. "kau tau? Aku ingin dia marah! Aku ingin dia memakiku seperti biasanya! Atau hik mendorongku, atau memukulku... aku ingin dia menyakitiku! Agar aku bisa yakin jika dia memang perempuan yang jahat"

"hm? Bukankah dari dulu dia itu perempuan yang jahat?" sebenarnya Ino tidak peduli dengan rumor Hinata. Dia hanya sebatas mendengar dari orang-orang dan beberapa curhatan dari Naruto.

Dari dulu, Ino tak pernah berbincang dengan Hinata, jadi mau Hinata jahat ataupun tidak, itu tak berpengaruh terhadapnya. Ino sudah mengambil batasan yang jelas antara dia, Hinata ataupun Sasuke.

Mereka berada di dunia yang berbeda. Ino mengecualikan Naruto, karena pada dasarnya,.. pria itu baik dan supel, dan mau tak mau, Ino terseret dalam pertemanan bersama Naruto.

Bicara tentang Naruto. Tentu, Ino pernah melihatnya bertengkar dengan Hinata, pertengkaran karena alasan yang klasik. Yang sering Ino dengar dari keluhan Naruto.

Masalah makan malam. Naruto yang absen dari makan malam keluarga.

Orang bodoh juga tau, saat melihat pertengkaran mereka,.... Semua bisa menyimpulkan betapa menyedihkannya seorang Hyuuga Hinata.

Ino sangat percaya diri dengan dirinya sendiri saat bisa menilai kepribadian orang. Tapi tidak dengan Hinata.

Dari penampilannya, Hinata terlihat sangat elegan.... Namun, saat Ino melihatnya bertengkar dengan Naruto, Hinata justru terlihat seperti pengemis. Mengemis cinta Naruto.

Sorot matanya terlihat seperti wanita yang kuat, namun bagaimana bibir itu bergerak saat menahan tangis, terlihat seperti wanita yang lemah.

Hinata terlihat cerdas dari bagaimana dia mengeluarkan kata-kata saat berbicara, tapi gerak gerik marahnya terhadap Naruto terlihat seperti orang yang bodoh.

Ino menyerah menilai Hinata saat itu. Entahlah, bagaiamanapun Ino melihat pertengkaran mereka berdua, itu taka da kaitannya dengan Ino

Namun, Ino merasakan adanya perbedaan pada diri Naruto.

Sebelumnya, Naruto selalu menjadi sosok pria yang baik dimatanya. namun, saat melihat pertengkarannya dengan Hinata, entah kenapa Naruto terlihat sangat jahat saat itu.

"hah!"

Ino terkejut saat Sakura menggebrak mejanya.

Sakura menaikan kembali kepalanya. Menatap marah ke arah Ino. "tapi kau tau apa yang dilakukan wanita itu kepadaku?" katanya sambil menunjuk kearah dadanya sendiri beberapa kali.

Sakura tidak menjawab pertanyaan Ino sebelumnya.

"dia bilang dia kasihan padaku!" Sakura kembali menangis "dan kau juga begitu! Kenapa kau hik memandangku kasihan? Kenapa? Kenapa semua orang sangat suka mengasihani ku? Haaah?" Sakura teriak. Beruntung music disini keras, sehingga Ino tidak perlu repot-repot menutup wajahnya karena malu.

"tidak semua Sakura. Kau bilang Naruto mulai membencimu?" Ino mengatakannya acuh tak acuh. Ino cukup terkejut saat Sakura menceritakan perihal Naruto yang menyukai Hinata.

Pertanyaan yang menurut Ino biasa saja, justru membuat Sakura mematung. Wanita buble gum itu tertegun.

"he...... hehe...... hehehehehe" tak lama justru dia tertawa miris, dan Ino menyesali kata-katanya.

"kau benar" lagi, Sakura menegak minumannya.

"hentikan. Kau sudah sangat mabuk" meski Ino melarangnya, namun Ino tidak melakukan apapun, dia justru hanya memandang datar Sakura yang kian asik meminum alkoholnya.

Sakura lagi-lagi menaruh kepalanya di atas meja.

"jika saja perasaan bisa memilih..... maka aku tidak akan jatuh cinta pada Uchiha Sasuke"

Ino terdiam. Perasaan memang tak bisa memilih dengan siapa dia akan jatuh cinta kan? Ino juga tidak ingin menyalahkan Sakura atas cintanya pada Sasuke, tapi...

"itu sebabnya, kami-sama tidak hanya menciptakan manusia dengan perasaan saja, Sakura.... Tapi dia juga menciptakan sesuatu yang disebut dengan logika"

Sakura mengusap hidungnya dengan kasar, dia sama sekali tidak memandang wajah Ino.

"bodohnya aku.

aku mengacaukan segalanya

Aku hanya berusaha menjadi orang yang baik. Membantu semua orang. Menebar kehangatan. Dan tidak membenci siapapun.

Apa yang salah dengan itu Ino? Beritahu aku"

Ino diam membisu. Ino hanya akan menjadi pendengar. Biarlah Sakura menumpahkan segalanya sekarang,... dan berharap jika itu bisa membuatnya sedikit lebih baik.

"bahkan aku mendapat label sebagai malaikat saat Sekolah. Kau tau kan?

Dan kau tau apa yang lucu, Ino?

Aku tidak senang dengan itu! Kau tau kenapa aku tidak senang?

Itu karena ada Hinata sebagai sandinganku! Dia itu berlabel iblis!"

Awalnya Sakura biasa saja dengan itu, toh bukan dia juga yang melabeli hal-hal aneh seperti itu,... namun,

segalanya berubah saat Hinata menyalahkannya atas kejadian yang menimpa temannya.

Hanya Karena Sakura berusaha menolong pencuri kecil yang malang.

Hinata menyalahkannya atas apa yang diyakini benar oleh Sakura.

"aku tidak pernah ingin membenci siapapun, kau tau itu kan Ino?" matanya lagi-lagi panas. Sudah berapa lama Sakura menangis seperti ini? Rasa-rasanya matanya akan sekering padang pasir setelah ini. "orang-orang seperti kita ini......hik! Harus bertindak baik dan sempurna kan? Aku......" Sakura terdiam, dia mengusap pipinya yang basah..

Sebagai seorang yang berusaha sempurna, tentu Sakura paling benci jika harus di salahkan. Orang-orang tak pernah menyalahkan apapun keputusannya. Semua orang mendukung dan tersenyum senang padanya.

Hanya Hinata, dan pria nara itu yang meremehkannya. Yang menyalahkannya.....

Sakura yang tidak pernah membenci orang lain. Untuk pertama kalinya dia membenci seseorang.

Itu Hyuuga Hinata.

Kebencian itu semakin membesar saat Hinata tidak mempedulikan rumor antara dirinya dengan Hinata.

Pandangan orang adalah hal yang paling penting untuk Sakura, image yang bagus tentu bisa menyelamatkan hidupnya. Sakura ingin menunjukan pada Hinata jika Hinata bahkan memiliki sifat lebih buruk dibanding dirinya.

Namun Hinata tak peduli dengan rumor itu, dan membuat Sakura merasa perasaan yang tak nyaman.

Hinata dan dirinya sangat berbeda. Benar, seperti iblis dan malaikat.

Namun saat shikamaru mendatanginya, saat itu Sakura tak lagi bisa membedakan siapa malaikatnya dan siapa iblisnya.

Dia takut entah untuk apa.

Dan Sakura akan membenci dirinya seumur hidup jika harus mengakui kenyataannya.

"kau benar. Andai logika ku berjalan,.. tentunya aku akan berlari kearah Naruto dan meninggalkan Sasuke-kun" Sakura semakin terisak.

Mengingat bagaimana hubungannya dengan Naruto dan Sasuke hancur... Sakura tak bisa lagi menahan tangisnya.

Ada satu titik dimana Sakura merasa menang dengan Hinata. Satu titik dimana dia tidak lagi membenci Hinata. Yaitu saat fakta Hinata menyukai Naruto, dan fakta Naruto yang menyukai dirinya.

Sakura merasa superior. Tentu, ada rasa bangga yang berputar dalam dadanya. Dan Sakura tau, dengan itu Sakura tak pernah menarik garis yang tegas terhadap Naruto.

Sakura malu mengakuinya, namun memang dia sendiri yang membiarkan Naruto untuk tetap menyukainya.

Itu adalah bentuk bagaimana Sakura meyakini dirinya sendiri bahwa dia adalah wanita yang baik dan di cintai. Dan Hinata, yang selalu menyalahkan dan meremehkannya harus tau, bahwa Sakura bahkan bisa menjadi lebih baik dibanding Hinata.

Sakura memang serakah. Lalu apa masalahnya? Sakura tidak pernah memaksa Naruto untuk selalu di sisinya, dan Sakura juga jelas terang-terangan menyukai Sasuke.

Tapi, saat kedua orang itu memandang benci ke arahnya. Tentu Sakura tersadar jika semua terjadi karena ketidakbecusannya. Dan Sakura semakin malu saat dia tetap menyalahkan Hinata tentang apa yang telah terjadi.

Ino memandang iba Sakura, lalu tangannya mengelus surai pinknya

"menyalahkan diri sendiri adalah hal yang tidak baik, Sakura. Tapi, terkadang seseorang harus melakukan itu agar dia bisa berubah menjadi lebih baik lagi"

Sakura semakin terisak. Dan untuk pertama kalinya, dia menyalahkan segala hal yang terjadi pada dirinya sendiri.

"aku,... kupikir bukanlah hal yang salah saat aku ingin seperti Cinderella, Ino" lirihnya lagi, matanya sangat mengantuk.

"pada akhirnya aku hanyalah seorang pecundang" katanya. Sakura melirik lemah ke Ino. Dan tersenyum pada akhirnya. "setidaknya aku memiliki dirimu" katanya lagi sebelum akhirnya terlelap.

"setelah ini aku harus berada di sampingmu selama berminggu-minggu! Dasar baka! Aku ini sibuk" Ino bermonolog, dia mengeluh karena yakin setelah ini Sakura harus disemangati sampai dia benar-benar bisa merelakan Sasuke.

Namun, meski mengeluh.... Seulas senyum muncul di bibir Ino. Dia lagi-lagi mengelus surai pink Sakura yang tertidur.

Ini sudah berakhir.

"kau akan menemukan pangeranmu, cinderella"

.

.

.

...

.

.

.

Hinata menunduk dibawah guyuran shower. Sesekali dia memeluk dirinya sendiri, berusaha mengingat-ingat kejadian yang terjadi bersama Sasuke.

Dia mencengkram lengannya kuat-kuat. Guyuran air dingin tak bisa dirasakan kulit-kulit sensitive nya. Hinata merasa lelah dan mulai membenci dirinya sendiri.

Bahkan rasa perih di beberapa area kulitnya, Hinata abaikan.

Sasuke sudah berani sampai sejauh itu.

"aku tidak percaya ini" dia bergumam, ada benci marah sedih dan jijik yang bercampur aduk dalam dirinya.

'Duk duk duk duk'

Terdengar samar-samar suara gebrakan pintu kamarnya. Hinata yakin suara itu cukup keras, namun karena dirinya berada di kamar mandi, maka suara yang terdengar oleh Hinata hanyalah samar-samar.

"Hinata!"

Hinata tetap diam bergeming. Meski gemericik air shower menyapu telinganya,... Hinata masih mendengar betapa putus asanya suara yang memanggilnya dari luar sana.

"ayo bicara, Hinata!"

"kumohon..."

Hinata berusaha mengenyahkan suara berisik itu, namun orang diluar sana masih tak menyerah.

Hinata tau, Sasuke sudah menahan diri terhadapnya. Tentu, dia adalah seorang pria. Pasti mudah untuknya mendobrak pintu yang tidak seberapa itu. Mudah untuknya masuk secara paksa.

Hinata tau, Sasuke masih menghargainya, itu sebabnya dia hanya menganggu dengan menggedor pintu kamarnya.

Benarkah pria itu merasa bersalah atas apa yang terjadi?

Sejujurya, Hinata menjadi sedikit takut terhadap Sasuke.

"Hinata, ayo bicara!"

Hinata mendesah. Beberapa tetes air shower menggelitik bibirnya.

"Kumohon,.... Hinata"

Hinata menyerah.

Dia mengambil jubah mandinya. Memakainya dan berjalan keluar.

Mata amethis itu terpaku pada kotak biru di atas meja riasnya. Mengacuhkan Sasuke yang masih setia memanggilnya, Hinata duduk di depan meja rias, sembari mengambil kotak biru itu. Dia membuka sekali lagi kotak itu.

Cincin shappire yang pernah Hinata kembalikan pada Naruto dulu. Tentu, Hinata bukanlah perempuan bodoh yang tak tau untuk apa Naruto mengirimkan ini lagi padanya.

Hinata lelah, dengan semuanya. Dari mana semua ini berawal? Dari mana awal mula semua kekacauan ini? Dia hanya berniat menunjukan pada mereka bertiga bagaimana cara kerja dunia. Hinata tak menyangka jika pada akhirnya Sasuke ataupun Naruto tertarik pada dirinya.

Dan Hinata terjebak dengan permainannya sendiri. Peringatan kakaknya dulu padanya membuatnya tambah sakit kepala.

Jika Hinata masih memiliki perasaan seperti dulu, mungkin dia akan senang dengan kenyataan jika Naruto menyukainya. Tapi sekarang rasanya berbeda. Hinata benci untuk mencintai orang. Dia benci menunjukan sisi lemahnya lagi seperti seorang budak cinta. Dia membenci dirinya sendiri yang mengorbankan nama baik Hyuuga hanya untuk seorang pria yang mencampakannya. Dia benci dengan pernikahan ini.

Dia ingin memulai segalanya sendiri, di tempat baru dengan kepribadian yang baru.

Hinata mengusap wajahnya. Dia yakin jika dirinya adalah wanita yang kuat. Seperti sekarang, apa yang dilakukan Sasuke terhadapnya... Hinata tidak mau membesar-besarkan itu. Dia tidak mau menjadikan apa yang telah terjadi sebagai rasa traumanya.

Karena ada rasa trauma yang lebih besar daripada itu, apalagi yang lebih menyeramkan dibanding melihat kaasannya yang mati, atau kepala pembantunya yang pecah di depan matanya.

Jawabannya, tidak ada.

Itu lebih kelam daripada apa yang sekarang Hinata alami.

Dia menatap pantulan dirinya di cermin. Bibirnya pucat, entah sudah berapa lama Hinata mengguyur dirinya sendiri dibawah shower. Lalu maniknya turun ke area leher dan dadanya, ada beberapa ruam merah disana.

Ulah Uchiha Sasuke. Memikirkannya membuat Hinata kesal setengah mati.

Lagi, maniknya melihat kearah yang lain. Pergelangan tangannya merah. Sasuke mencengkramnya sangat kuat.

Pria itu sangat brutal. Hinata bertanya-tanya, jika dia adalah seorang pria yang sedang jatuh cinta, lalu sang pujaan berniat meninggalkan dirinya, apakah Hinata akan melakukan hal yang sama seperti apa yang Sasuke lakukan padanya?

Apakah semua pria seperti itu? Hinata bertanya-tanya, sedetik kemudian kepalanya menggeleng.

Tidak semua. Naruto tidak melakukan itu pada Sakura. Itu berarti cinta Naruto adalah cinta yang tulus.

Cinta Sasuke padanya, adalah sebuah obsesi. Pun dengan dirinya yang memiliki cinta obsesi pada Naruto dulu. Lalu bagaiamana dengan Naruto terhadanya sekarang?

Mungkinkah itu tulus dan bukan obsesi?

'deg-deg-deg'

Hinata memegang dadanya. Tulus ataupun tidak, fakta bahwa Naruto telah menyakiti dan menghancurkannya tidak bisa di ubah.

Hinata tau apa yang dilakukan Naruto terhadapnya bukanlah sepenuhnya salah Naruto, Hinata juga turut andil disana....

Tapi...

Pernahkah Naruto berusaha mencintainya? Tidak, tidak pernah. Naruto membencinya hanya karena gosip buruk tentangnya. Naruto tak pernah mau mengenalnya.

Hinata menyentuh pipinya.

Rasa itu masih ada. Saat Hinata di hakimi atas kejahatan yang tidak pernah dia lakukan.

Saat ini, Hinata menganggap kesakitan yang dialaminya selama ini adalah bayaran untuk Naruto yang pernah menyelamatkannya dari keterpurukan.

Dan sekarang Hinata tidak lagi ada sangkut pautnya dengan Naruto.

"Hinata" lagi-agi suara Sasuke terdengar disertai dengan gedoran pintu.

Menghembuskan nafas sebelum akhirnya Hinata beranjak. Mendekat kearah pintu kamarnya, Sasuke ada di balik pintu ini. Banyak hal yang ingin di tumpahkan Hinata pada Sasuke.

"biarkan aku sendiri" entah kenapa hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya.

Sasuke, di balik sana terkejut saat mendengar suara Hinata. Hampir Sasuke putus asa dan mendobrak kamar Hinata, namun sekarang keinginan itu telah sirna. Dengan Hinata yang masih mau bicara padanya saja sudah membuat Sasuke merasa lega dan senang.

"maaf Hinata" suaranya parau "aku, tidak tau harus berbuat apa lagi" lanjut lagi

Tidak tau berbuat apa? Apa pria ini bercanda?

"hanya itu satu-satunya cara agar kau tetap berada di sisiku"

Hinata diam. Satu satunya cara? Hinata tersenyum mengejek, dengan sedikit dengusan. Sasuke selalu sukses membuatnya kesal.

"tidak ada cara, Sasuke" akhirnya Hinata membalas, dan itu membuat pria dibaliknya mematung. "apapun yang kau lakukan padaku, itu tidak akan merubah apapun, Sasuke"

Sasuke jatuh terduduk. Ada bekas cakaran di lehernya, dan itu ulah Hinata padanya. Namun Sasuke tidar marah karena hal tersebut.

Cakaran ini pantas di dapatkan oleh pria brengsek sepertinya. Bahkan Sasuke rasa, cakaran dan tamparan masih kurang untuknya.

"kumohon Hinata...... kita bisa memulai segalanya dari awal, ne? aku berjanji tidak akan menyakitimu..... kau tidak perlu mencintaiku, hanya perlu berada di sisiku" Sasuke menyandarkan dahinya pada pintu kamar Hinata, berharap Hinata mau membukakan pintunya dan berbicara baik-baik bersama.

Menyelesaikan segala masalah yang sudah dia perbuat. Dan memulai semuanya dari awal. Sasuke mengakui dosanya, dia akan selalu menebus itu pada Hinata selama sisa hidupnya.

Hinata terdiam. Sasuke seorang pria dengan kesombongan dan kearoganannya sedang mengemis cinta pada Hinata. Dan itu, mengingatkan dirinya terhadap Naruto dulu.

Hinata ingin melepas segalanya. Dia tak ingin mencoba mengulang segalanya, baik dengan Sasuke ataupun dengan Naruto.

Hinata terdiam membeku saat pemikiran itu muncul dalam kepalanya, Lalu pupil matanya melebar.

Hinata mulai menyadarinya.

Inilah yang dirasakan Naruto padanya dulu.

Hinata tidak jauh berbeda dengan Sakura, Naruto ataupun Sasuke.

Hinata sama saja.

Hinata berusaha untuk menghukum mereka bertiga atas apa yang dilakukan mereka padanya. Namun, kenyataannya Hinata juga patut di hukum.

Selama ini Hinata menyalahkan Naruto karena tidak mau untuk mencoba mengenal dirinya dan tidak mau berusaha untuk menerimanya.

Bukankah sekarang Hinata sama saja? Dia juga tidak mau mencoba menerima Sasuke yang terang-terangan mencintainya.

Hinata sama saja. Pada akhirnya Hinata tak jauh berbeda dengan Sakura, Naruto ataupun Sasuke. Seperti Sakura yang menyalahkan kesalahannya sendiri pada Hinata, Hinata juga seperti itu terhadap Naruto.

Jika ditanya siapa yang paling menderita diantara mereka, maka bukankah itu adalah Naruto?

Sejak awal Hinata lah yang memaksakan segalanya pada Naruto. Hinata lah yang memulai kekacauan ini, dengan perasaan egoisnya, dia berharap Naruto mau membalas rasa cintanya.

Hinata sama bersalahnya.

Kaki Hinata melemas, dia jatuh terduduk. Inilah sejatinya manusia, berusaha menenangkan hati dengan membandingkan dengan keburukan yang lainnya. Hinata juga salah satu dari mereka.

Pada akhirnya, bukankah Hinata lebih menyalahkan mereka bertiga dibanding dirinya sendiri?.

Bagaimana gossip jahat pada dirinya menyebar, itu juga adalah kesalahannya sendiri karena membiarkan itu terjadi.

Manik amethis nya menutup.

Pada akhirnya, orang yang memegang cambuk juga terkena cambuk.

"Sasuke.... Kita semua sudah melangkah terlalu jauh"

"karena itu Hinata, mari berhenti sejenak....... Dan melangkah lagi bersama diriku"

.

.

.

...

.

.

.

Naruto melepas kacamata kerjanya. Dia memijat pangkal hidung sebentar, sembari meringis menahan rasa sakit kepalanya.

Sudah berapa lama dia bekerja tanpa istirahat? Sekarang sudah pukul 3 pagi. Sudah 18 jam dia berada di depan komputer, yah itu memang harus dia lakukan, mengingat hanya dia yang tertinggal untuk proyek Uchiha. Naruto terlalu banyak memikirkan Hinata, dan efeknya adalah Naruto tidak bisa tidur.

Banyak hal yang berkecamuk dalam hati dan pikirannya, yaitu Perkataan Hinata yang mengingatkannya pada dirinya dulu. Naruto selalu menganggap Hinata memaksakan cintanya pada Naruto. Dan sekarang, Hinata membuat Naruto terlihat seperti itu juga.

Naruto tau bagaimana perasaannya saat Hinata memaksa dirinya dulu, menempel padanya dan selalu mengganggu waktunya. Naruto sangat tau perasaan itu.

Apakah Hinata merasakan hal yang sama?

Sejujurnya Naruto tidak ingin menyerah terhadap Hinata, dia ingin berjuang.... Tentu, sebagai pria dia tidak bisa begitu saja melepaskan wanita yang dia sukai.

Tapi, jika seperti itu,..... bukankah Naruto akan menjadi pribadi yang egois?

Naruto menganggap Hinata seperti serangga pengganggu. Apakah itu yang Hinata rasakan padanya sekarang? Apakah Naruto telah berubah menjadi serangga pengganggu?

Tapi Naruto tulus pada Hinata..... entah bagaimana Naruto seperti tak bisa hidup jika bukan dengan Hinata. Hinata sudah menjadi bagian dari hidup Naruto, kebiasaan sehari-harinya sudah melekat dengan kehadiran Hinata.

Naruto rindu dengan bagaimana Hinata memaksanya untuk makan siang bersama.

Naruto rindu dengan bagaimana Hinata selalu menelfonnya sebelum tidur dan menyuruhnya berhenti bekerja.

Naruto rindu dengan bagaimana Hinata datang kerumahnya, menggunakan kedua orang tua Naruto untuk membuat Naruto menemaninya kemanapun wanita itu mau.

Naruto rindu dengan bagaimana Hinata mengajaknya makan bersama keluarga Hyuuga.

Naruto rindu dengan bagaimana Hinata memaksanya membelikan barang yang disukai Hinata.

Semua. Naruto terbiasa dengan segala hal yang berkaitan dengan Hinata.

Kami-sama, bisakah perasaan diubah kembali? Bisakah Hinata mencintainya lagi?

Shappire itu memanas. Naruto menjambak rambutnya sambil meringis. Sekarang dia terlihat seperti pria yang cengeng.

Naruto perlu menjernihkan pikirannya.

Dia haus.

Setelah turun dari ruangan yang di khususkan untuk dirinya bekerja saat dirumah, Naruto melihat banyak bayang-bayang disana.

Hinata yang sedang menonton drama di sofa merahnya, Hinata yang sedang membantu kasaannya memasak, Hinata yang bermain dengan kyuubi di karpetnya, atau Hinata yang sedang tersenyum di meja makan sambil melihatnya.

Naruto mendesah lagi.

Dia seperti pria yang sudah gila.

Tangan tan nya dengan brutal membuka kulkas, lalu menegak air putih dingin seperti orang yang tak minum berhari-hari.

Sambil menyeka air di ujung bibir tebalnya, Naruto termenung.

Apakah kali ini Naruto harus mengalah lagi? Seperti dulu antara dia, Sasuke juga Sakura.

Naruto mengeratkan genggaman pada gelas kacanya.

Untuk apa kebahagiaan Naruto jika Hinata justru tidak bahagia bersamanya?

Naruto menggeram marah, gelas ditangan kanannya tanpa sadar di lempar dengan kencang kelantai hingga pecah.

Nafas Naruto memburu. Dengan kasar, Naruto mengusap wajahnya.

Naruto dilema. Dia ingin menjadi egois,..... tapi apa bedanya dengan Hinata terhadapnya dulu?

Apakah Naruto sudah bertindak terlalu jauh? Haruskah Naruto berhenti?

"Tau dirilah.... Baka!"

.

.

.

...

.

.

.

Sasuke membuka matanya. Badannya terasa pegal semua. Tentu, hingga pukul tiga pagi, Sasuke hanya terdiam di depan pintu kamar istrinya, hingga dia memilih mengalah dan melenggang ke kamarnya.

Dia menutup mulutnya yang menguap. Dia masih mengantuk. Sambil ogah-ogahan dia melihat jam di atas nakas.

Pukul delapan pagi.

"ck!" Sasuke berdecak, sampai akhirnya dia bangkit dan menuju kamar mandi.

Dia menuruni tangga, ada rasa takut pada dirinya ketika berfikir dia akan berhadapan dengan Hinata.

Apakah Hinata masih marah padanya?

Tentu saja, bodoh! Pikirnya dalam hati.

Tidak ada siapapun diruang tengah ataupun dapur.

Apakah istrinya itu masih mengurung diri di kamar?

Sasuke malas memikirkannya, jadi tanpa berfikir panjang dia langsung menuju kamar istrinya.

'tok tok tok'

"Hinata? Kau didalam?"

Tidak ada suara. Dia mengecek knop pintunya.

Tidak terkunci.

Dengan hati-hati, Sasuke membuka perlahan dan mengintip kedalam.

Dia tersenyum kecil saat hidung mancungnya berhasil menangkap aroma khas dari Hinata. namun itu tak berlangsung lama. Senyumnya luntur begitu tau jika kamar bercat pastel itu kosong.

"apa dia berangkat kerja?" Sasuke bergumam kecil. Apa Hinata sudah baik-baik saja?

Sasuke tersenyum.

Istrinya itu adalah wanita yang kuat.

Lalu dia mulai berfikir, haruskah Sasuke juga berangkat kerja hari ini?

Dia melirik jam nya. Ini sudah jam Sembilan. Ini sudah telat satu jam dari jadwal masuk kantornya.

Sasuke menghendikan bahu tak peduli. Toh dia seorang bos, jadi tak masalah jika dia telat seperti ini.... Lagipula sangat jarang dia telat ngantor.

Dari itu, Sasuke langsung bersiap-siap.

.

.

Sasuke terhenti merapikan dasinya saat melihat tudung makanan di atas meja. Dia langsung membuka tudung itu dengan semangat, meninggalkan dasi hitam bergaris biru yang belum melilit rapih di kerah bajunya.

Aroma makanan yang menguar membuatnya lapar. Dia duduk dengan perasaan yang membuncah.

"bagaimana wanita sebaik dia mendapat label iblis?" monolognya lagi, senyumnya sama sekali tidak hilang.

Dia memasukan semua lauk pauk kedalam satu piring. Setelah membuat kebun minimalis di halaman rumah, Sasuke sama sekali belum memasukan makanan ke mulutnya sejak saat itu.

Dia menjadi sangat lapar.

Saat hampir memakan nasi dengan sumpitnya, gerakan tangannya terhenti.

Tiba-tiba kilasan tadi malam muncul dalam otaknya. Perkataan Hinata yang menurut Sasuke masih keras kepala.

"sejak aku memutuskan untuk mengikuti permainan ini, saat itu aku putuskan untuk berjalan sendiri pada akhirnya"

Apakah Sasuke terburu-buru?

"CK!" Sasuke mendecakkan lidah, kesal terhadap pikirannya sendiri yang mendadak mengingat itu.

Usaha tak akan menghianati hasil. Itu yang Sasuke percayai. Dia akan tetap berusaha mendapatkan Hinata, bagaimanapun caranya.

Drrt.. drrrt...

Lamunannya terhenti saat ponselnya bergetar. Sasuke menoleh dan mengernyitkan dahinya.

Ayahnya menelfon.

Moment yang sangat jarang sekali. Biasanya jika ada keperluan mengenai keluarga, ibu atau kakaknya lah yang akan menelfon.

Dada Sasuke tiba-tiba bergemuruh. Entah karena alasan apa, perasaannya mulai tak enak.

.

.

.

...

.

.

.

Hinata merasa risih.

Tidak seperti sebelumnya, pandangan beberapa orang terhadapnya sangat berbeda dari biasanya. Hinata bisa merasakannya.... Dari sorot mata mereka.

Biasanya, pandangannya cenderung benci, iri atau sinis. Tapi sekarang.... Entah hanya perasaannya saja atau bukan. Pandangan mereka terlihat seperti.....

Kasihan?

Hinata menelan nafasnya sendiri. dengan langkah yang cepat, Hinata berusaha mengabaikan segalanya.

"tolong pesankan aku matcha latte" katanya pada sekretaris sebelum masuk ke dalam ruang kerjanya. Salah satu kebiasaan Hinata saat akan memulai pekerjaannya yakni Bersantai melihat akun twit*r nya sambil mengesap minuman latte.

Hinata duduk dengan tenang, banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Dia mengambil lembaran kertas proyek Uchiha yang ada di depannya. Matanya dengan cermat mengamati grafik dengan warna merah dan hijau dengan panjang yang berbeda-beda.

Pencapaian proyek sudah sampai 84 persen. Hanya tinggal menghitung hari dengan seluruh jarinya tangan, dan Hinata akan meninggalkan dunia bisnis.

"Hinata-sama" suara sekretaris dari luar ruangan menyapa indra Hinata. Tanpa ba bi bu, Hinata menyuruh untuk masuk.

Seusai sekretasinya meletakan latte nya, Hinata mulai membuka ponsel pintarnya.

Dirinya sangat terkejut saat melihat ada namanya yang menjadi trending 4 di twit*r.

Lalu di bawahnya, ada nama Uchiha Sasuke juga.

Apa-apaan ini?

Otaknya langsung bekerja, menghubungkan segala kemungkinan yang ada. Apakah ini berkaitan dengan bagaiamana orang-orang memandangnya tadi?

Hinata mulai was-was.

Tidak! Tidak mungkinkan?

Ibu jarinya dengan cepat menscroll layar ponselnya.

Mata amethis itu kian melebar. Hinata menggigit bibir bawahnya. Lehernya terasa sangat merinding.

Foto-foto itu. Kenapa bisa sampai di beritakan?

Hinata mencengkram kuat ponselnya saat membaca judulnya.

'Perselingkuhan Uchiha Sasuke, nasib malang Uchiha Hinata'

Semua foto itu dimuat dalam satu berita, kemesraan antara Sasuke dan Sakura. Ada berapa banyak? Hinata tak mau menghitungnya. Bahkan foto Sasuke dan Sakura yang sedang bercumbu juga di muat tanpa sensor.

Bagaimana mungkin media ini berani menyerang Uchiha? Keluarga Uchiha adalah keluarga yang cukup berpengaruh... bagaimana mungkin mereka dengan beraninya melakukan ini?

Lalu otaknya mulai mencernanya.

Tidak. Tentu saja itu bisa terjadi.

Ada satu. Satu yang bisa menekan keberadaan Uchiha sebesar ini.

Satu yang pengaruhnya lebih besar dari keluarga Uchiha.

Keluarga Hyuuga.

Hinata berbisik pada dirinya sendiri dengan parau.

"Tou-san"

.

.

.

TBC

Apa yang terjadi antara Hinata dan Sasuke setelah hinata mengajaknya bercerai akan di bahas di chapter selanjutnya.

.

.

.

.

.

.

.

See you

Warm regards,

Lavendark

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro