Halte Depan Kantor

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bhanu mendaratkan tubuhnya di kursi besi di samping Khirani, hanya berjarak beberapa hasta saja. Bhanu melirik gadis itu memperhatikan. Pandangan Khirani menerawang menghadap jalan raya, berkedip lambat seperti mengantuk, sepatunya yang bermerek Nike terlihat kumal dengan ujungnya yang kotor. Rambutnya dikuncir asal, sementara wajahnya terlihat polos tanpa tempelan bedak, meski begitu kulitnya yang kuning langsat masih membuatnya terlihat manis.

Khirani terjingkat kaget ketika seseorang menyentuh telinga kirinya dengan benda kecil berkabel, ia langsung menoleh dengan tatapan tidak suka. Setelah melihat siapa yang di sampingnya itu, mata beningnya membulat.

"Saya pernah dengar kalau mendengarkan musik itu bisa mengusir kebosanan menunggu, mau?" tawarnya, Khirani masih membulatkan mata tidak percaya bisa bertemu lagi dengannya. "Hei, kita ketemu lagi," sapa pemuda itu dengan sabit senyuman.

Ia adalah pemuda yang menolongnya di kereta, ia adalah Bhanu Brajasena.

"Sebenarnya kita udah ketemu tadi pagi, tapi sayang kamu nggak ngeliat saya."

Khirani menautkan alisnya bingung dengan kalimat Bhanu barusan.

"Saya Bhanu Brajasena," ucapnya sambil tersenyum. Detik itu mata Khirani kembali membulat.

"Iya, penulis yang salah satu bukunya ada di dalam tas kamu sekarang."

Mendengar itu, Khirani mengalihkan pandangannya ke arah jalan raya. Entah merasa malu atau tidak nyaman, tampak datar-datar saja. Namun, satu hal yang ia sadari, dirinya sedang salah tingkah. Tidak tahu harus merespons apa.

"Nggak mau tanda tangan saya nih?"

Khirani pura-pura tidak mendengar, ia menggerakkan kepalanya ke arah datangnya bus, sebagai isyarat ia tidak mau melanjutkan konversasi dengan pemuda yang membuatnya salah tingkah beberapa detik lalu, atau lebih tepatnya tak mau berurusan lagi dengan pemuda yang pernah menangkap basah dirinya mau mencopet. Itu sangat memalukan.

"Saya lagi bawa dummy novel saya yang baru, tadi dapat dari kantor. Rencananya bakal rilis sebentar lagi. Judulnya..."

Sungguh, Khirani tidak mau berurusan dengan siapa pun, ia tidak tertarik pada pemuda di sampingnya itu, ia pun tidak terlalu terobsesi memiliki tanda tangan dari penulis yang bukunya ia baca setiap hari. Ia hanya penikmat buku, bukan pengejar tanda tangan. Coretan tanda tangan di halaman depan menurutnya justru merusak estetika buku itu sendiri, Khirani tidak suka.

Gadis itu beranjak dari tempatnya, tak mau lagi mendengar Bhanu berbicara.

"Gantari."

Mendengar nama itu disebut, refleks Khirani menoleh karena terkejut. Bukan sebuah kesengajaan judul bukunya sama dengan nama belakang gadis itu. Namun, Bhanu mendapatkan judul itu tadi malam setelah mendengar ulasan dari Teyze.

Menurut bibinya, naskah yang bercerita tentang pemuda yang mengembara ke tujuh negara mencari sang pujaan hati itu selalu menyebut kata 'mentari', perpisahan dan pertemuan dua tokoh itu selalu ada 'sinar mentari' dan juga kalimat ikonik dalam naskah itu, jarak memang membuat kita jauh, tetapi sinar mentari membuat kita dekat. Selama mentari tak terbelah, aku yakin kita masih di bumi yang sama.

Karena hal itu Teyze lebih menyarankan Bhanu mengubah judul 'Sang Pengembara' menjadi 'Mentari'. Setelah semalam berpikir, akhirnya Gantari dari bahasa Sansekerta menjadi pilihannya.

Bhanu perlahan berdiri sambil menyodorkan satu novel ke arah Khirani, "Judulnya Gantari. Yang artinya, Mentari."

Khirani membisu, bola matanya menatap buku bersampul putih dengan tata letak judul sederhana bertuliskan "Gantari" berwarna keemasan.

"Sudah saya tanda tangan nih, buat kamu."

Khirani masih bergeming, dalam hatinya ia penasaran tentang buku baru Bhanu yang kebetulan judulnya tak asing bagi Khirani. Namun sisi lain, ia tak mau berurusan dengan Bhanu. Ia tak mau terlihat semakin menyedihkan di depan pemuda itu.

"Nih, meskipun cuma dummy nggak akan banyak perubahan dengan versi cetaknya, kok." Bhanu meraih tangan Khirani untuk menerima bukunya.

"Nggak-," Khirani mau mengembalikan buku itu kepada Bhanu, tetapi Bhanu keburu melangkah pergi.

"Saya udah ditunggu, saya duluan, ya. Sampai jumpa," ucapnya sembari mengedipkan satu matanya. Tentu saja dengan melambaikan tangan seraya menyebrang jalan kembali ke kantor.

"Eh!" Khirani mau mengejar Bhanu karena tidak mau menerimanya, tetapi Bhanu terlanjur jauh menyeberang jalan, kebetulan busnya pun sudah datang. Khirani mengembuskan napas panjang mengurungkan niat mengembalikan buku itu kepada Bhanu, perlahan kakinya beranjak naik ke dalam bus.

Pandangan Khirani memaku ke arah buku di tangannya sepanjang perjalanan ke stasiun. Pikirannya maju mundur untuk membuka halaman pertama, ia hanya menatap judul Gantari yang tampak elegan.

Karena rasa penasarannya membuncah setelah beberapa menit berlalu, akhirnya perlahan Khirani membuka halaman pertama buku itu. Tampak tanda tangan bertuliskan nama 'Bhanu' dalam aksara jawa dan tambahan kalimat di atasnya dengan coretan pulpen yang dibuat secara terburu-buru.

"Meski cakrawala tertutup megamendung yang pekat, gantari tak akan pernah kehilangan sinarnya. Ia akan bersinar setelah badai berlalu. Berdamailah dengan badai dan yakinlah sinarmu jua kan segera tiba -Bhanu

***

Nike usang yang ujungnya basah karena terciprat genangan air hujan semalam itu menjajaki jalanan menuju sebuah pertokoan. Meski tahu paginya akan rusak karena akan menjumpai pemuda keji bernama Garu, setidaknya pagi ini mungkin bisa menyelamatkannya beberapa hari ke depan. Khirani menyadari tak sanggup membayar lima juta dalam seminggu, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil semua uang di ATM dan menyerahkan kepada Garu sebagai jaminan ia akan membayar penuh dua minggu lagi.

Ruko yang menjual berbagai macam sembako itu tampak menyeramkan bagi Khirani dari sekian ruko yang terjejer. Setahun yang lalu dengan wajah pucat, basah kuyup dan juga rasa keputusasaan, Khirani berdiri di depan ruko itu. Ingatannya lekat kala pertama kali membuka pintu adalah Garu, wajah orientalnya dengan mata tajam itu menatap Khirani dengan embusan napas panjang. Bibirnya yang bergetar perlahan membentuk senyuman satu sisi yang teramat Khirani benci, seperti senyuman serigala yang membidik mangsanya.

Ingatan itu masih kental, persis seperti saat ini. Garu berdiri di depan pintu dengan senyuman serigalanya. Khirani sudah berada di titik muak dan tak peduli lagi Garu ingin berbuat apa lagi dengannya. Satu hal yang Khirani inginkan saat ini, yakni terlepas dari serigala bernama Gaharu Svarga.

"Hai, Sheep..." Selain senyuman Garu yang Khirani benci, panggilan pemuda itu kepadanya juga teramat Khirani benci. Panggilan itu menempati piramida tertinggi dari rasa benci Khirani kepada Garu.

Khirani mengeluarkan amplop dari tas biolaya. Ia tak mau berlama-lama berdiri di depan ruko ini, tepatnya di depan pemuda keji itu.

"Aku bayar dua juta setengah dulu, sisanya-," kalimat Khirani terhenti kala tangan Garu mencengkeram kerah jaketnya.

Rahang Garu mengeras, memperlihatkan ular lehernya seperti akar pohon beringin yang menjalar. Dengan menatap tajam mata Khirani, Garu berkata, "Lo berani kurang aja sama gue? Lo mau mati?"

"Dua minggu lagi aku gajian di kantor, meski nggak cukup, aku usahakan cari sisanya."

Bola mata Garu menelisik dalam mata Khirani yang sama sekali tak tersirat rasa takut lagi kepadanya. Tatapan mata Khirani tampak jauh lebih tenang dari beberapa bulan terakhir ini dan Garu benci kenyataan itu.

"Nggak!" Garu mengempaskan kerah baju Khirani dengan kasar, membuat tubuh gadis itu terjatuh ke permukaan paving. Dengan sigap Khirani memeluk tas biolanya, sebisa mungkin ia melindungi biolanya agar tak terhantam ke tatanan bata beton tersebut dan merelakan lututnya jatuh bebas ke permukaan paving.

"Gue nggak mau tahu, Bajingan. Lo harus dapetin lima juta pas besok. Gue tunggu di sini. Kalo lo nggak dateng, gue obrak-abrik kosan lo. Paham?" kata Garu sembari jari jemarinya mencengkeram kuat dagu dan pipi Khirani.

Sorot mata Khirani yang tak gentar, membuat darah Garu mendidih. Tak segan-segan pemuda itu melayangkan tamparan ke arah pipi kanan Khirani hingga timbul darah segar mengalir dari sudut bibirnya, bekas tamparan Garu kentara sekali di pipi Khirani yang putih. Tampak kemerah-merahan.

"Berengsek lo ya, gue udah baik tapi lo seenaknya sendiri. Inget, Bajingan, kalo nggak ada gue, adik lo udah dikubur dari dulu! Udah mati! Pergi sana!" Garu kembali membumbui tendangan tak keras ke kaki Khirani untuk mengusirnya pergi.

Tak butuh usaha yang lebih keras, Khirani melangkah pergi dari hadapan Garu. Khirani sudah hapal tabiat pemuda itu, ia sukar untuk diluluhkan hatinya meski sebenarnya Khirani tidak yakin apakah Garu memiliki hati atau tidak.

Gaharu Svarga memiliki kesempurnaan fisik. Wajahnya yang oriental berasal dari ayahnya yang berdarah Korea, tubuhnya yang tinggi adalah cetak biru dari ayahnya seorang mantan atlet renang. Beralis tebal, bermata elang, berhidung mancung, serta kulitnya yang khas keturunan korea menjadi dasarnya menjadi pemuda yang digemari banyak perempuan.

Tampilannya yang badboy, celana jins robek, kaos oblong, kadang pula berjaket jins tengkorak dan bertindik hitam bulat di telinga kanannya itu menambah kesan cool darinya, lengkap dengan motor trail CRF keluaran terbaru berwarna hitam. Ia idola banyak perempuan pemuja fisik. Namun sayang, kesempurnaan fisik yang ia miliki terbanting dengan karakternya yang kasar dan suka main tangan. Garu adalah definisi spesies pemuda berakhlak minus. Setampan apa pun itu, jika suka bermain tangan, ia tidak pantas menjadi idola. Ia sudah kehilangan kehormatannya sebagai laki-laki.

"Oke." Kata itu menghentikan sejenak langkah Khirani, gadis itu tak buru menoleh sebelum sumber suara melanjutkan kalimatnya. "Gue kasih waktu seminggu lagi. Lebih dari itu, lo mati!"

Ooh... ternyata iblis itu masih punya hati, batin Khirani.

***

Yang masih baca cerita ini, saya doakan semoga rejekinya lancar, semua mimpi perlahan terwujud, yang belum punya jodoh semoga segera ditemukan, yang sedang menanti kabar baik semoga segera mendengarnya, yang sedang sedih semoga dibahagiakan, yang sedang berduka semoga lekas mendapat gembira, yang sedang kecewa semoga diberi ganti lebih baik, yang sedang berutang semoga segera mendapat jalan untuk melunasi. Aamiin.

Meet Bhanu as Mingyu SVT di IG alurdianafebi

Terima kasih telah membaca cerita ini.

Sampai jumpa hari Senin :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro