Bab 23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Time to wake up, bitch," bisik Monika sebelum berlalu dari hadapan Seza.

Seza menarik napas panjang kemudian membalikkan tubuhnya, dengan sisa-sisa kesadarannya dia memanggil Monika. Perempuan itu yang tadinya ingin pergi meninggalkan dapur menatap Seza dengan pandangan tidak suka.

"Bitch?" ulang Seza perlahan dia berjalan mendekati wanita itu. "Biar saya kasih tahu definisi bitch itu, Mbak." Seza melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Monika tadi, dia mendekatkan bibirnya pada telinga perempuan itu lalu berbisik. "Orang yang udah punya suami tapi masih keganjenan sama cowok lain. Apa namanya kalau bukan bitch?"

Monika sontak menaikan tangannya untuk menampar Seza, tetapi dengan cekatan Seza segera menghindar. "Wow, mau main kekerasan nih, saya emang cuma ART, Mbak. Tapi saya nggak terima kalau dianiaya. Saya bisa laporin Mbak, saya kira Mbak lebih tahu hukum karena pengacara."

Monika semakin geram melihat reaksi Seza yang seperti tidak terintimidasi dengan sikapnya. Tidak lama kemudian Deva kembali ke dapur, laki-laki itu menyadari kalau ada yang tidak beres dengan keduanya. "Ada apa ini?" tanyanya sambil memandang Seza dan Monika bergantian.

"Deva pembantu kamu ini..."

"Dia merendahkan saya dengan bilang saya pelacur. Jadi saya coba kasih penjelasan definisi pelacur itu apa. Saya memang pembantu di sini, tapi saya punya harga diri." Ucapan Seza membuat Deva terdiam. Setelah mengatakan itu Seza segera berpamitan untuk pulang. Jangan kira dia seperti perempuan yang ada di dalam sinetron, yang hanya bisa diam ketika direndahkan. Maaf saja, Seza punya harga diri yang tinggi.

*****

"Wow... wow... wow... lo nggak berubah sejak dulu, masih tetep garang," kata Indri saat Seza menceritakan apa yang terjadi di rumah Deva tadi lewat telepon.

"Lagian gue enek banget lihat dia. Dia nggak ngaca apa ya sikap dia itu malah yang kayak cewek nggak bener."

"Setuju," timpal Indri. "Pantes Mas Haikal juga nggak suka sama dia. Heran juga kenapa Mas Deva bisa naksir sama cewek itu. Dia kan dokter mata, masa iya dia buta?"

Seza terkekeh. "Tahu deh, ini lagi si Deva neleponin gue mulu, tapi gue males ngangkatnya. Besok gue mau bolos kerja aja lah, ada nyokapnya. Feeling gue nyokapnya agak gimana gitu." Seza masih terbayang wajah datar ibu Deva saat memandangnya. Apalagi sepertinya ibu Deva itu dekat dengan nenek lampir, bisa jadi kan, Monika sudah bicara yang tidak-tidak tentang dirinya.

"Iya sih mending lo nggak kerja dulu. Oh ya kemarin temen kantor gue bilang kalau temennya mau buka restoran di sini, lagi butuh koki, lo mau nggak?"

"Gila lo! Ya gue mau banget lah."

"Santai dong, Za. Oke nanti gue tanyain ya lo harus ngasiin CV lo ke mana."

"Makasih banyak ya, Ndri."

"Anytime, Za."

*****

Sudah dua hari ibu Deva berada di Jakarta, dan selama di sini, perempuan paruh baya itu ditemani oleh Monika. Kisah awal mula di mana Deva dan Monika bisa berteman adalah karena dulu mereka bertetangga dan juga teman satu sekolah. Saat itu Deva baru pindah dari Yogyakarta, dia harus pindah bersama ibunya karena kedua orangtuanya bercerai. Ibunya mengajukan mutasi ke kantor pusat di Jakarta agar mereka bisa memulai hidup yang baru.

Deva yang sejak kecil menyaksikan pertengkaran orangtuanya tumbuh menjadi anak yang pendiam dan tertutup, dia bahkan susah untuk bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain. Saat itulah Monika datang dan berusaha untuk mengajak Deva bertemen. Awalnya Deva selalu menolak, dia lebih suka menghabiskan waktunya dengan menyendiri sambil membaca buku-buku, entah itu buku pelajaran atau komik.

Namun, Monika kecil tidak menyerah, lama-kelamaan Deva akhirnya mau berteman dengan Monika dan pertemanan mereka itu berlangsung hingga sekarang. Deva tahu sekali sifat buruk Monika. Perempuan itu selalu mempunya rasa memiliki yang tinggi, termasuk pada Deva. Walaupun status mereka hanya sahabat, tak jarang Monika sering cemburu dengan perempuan-perempuan yang selama ini dekat dengan Deva.

Beberapa tahun yang lalu, Monika sempat terlibat masalah dengan kekasih Deva, karena kekasih Deva itu cemburu padanya. Tanggapan Monika ternyata lebih buas lagi menghadapinya. "Sebelum dia kenal lo, dia udah kenal gue. Gue yang tahu dia dari kecil," ucapnya waktu itu.

Perempuan itu akhirnya tidak tahan dan memilih untuk putus dari Deva. Kejadian itu terjadi sebelum Monika memilih untuk menikah dengan Andre. Setelah menikah pun, ternyata sifat posesifnya pada Deva masih belum menghilang.

"Ini pembantunya Deva nggak masuk kerja?" tanya ibu Deva.

"Kayaknya sih gitu. Kerjaannya emang nggak beres sih, Tan," kata Monika berusaha untuk menjelek-jelekkan Seza.

"Kalau jelek kenapa dipertahankan?"

Monika mengangkat bahu. "Kayaknya sih Deva kasihan sama dia, korban PHK, Tan."

"Oh," ucap ibu Deva singkat. "Gimana kamu sama Andre? Udah ada tanda-tanda mau punya anak?"

Monika terlihat terkejut dengan perubahan pembahasan ini. "Sebenarnya aku lagi ada masalah sama Andre, Tan," jawabnya.

Kening ibu Deva berkerut bingung. "Masalah apa?"

"Kami mau bercerai?"

Ibu Deva menghela napas panjang. "Sudah nggak ada jalan keluar lagi?"

Monika menggeleng. "Dia terlalu ngatur, aku nggak bisa dikekang, Tan."

"Harusnya bisa sama-sama menekan ego, Mon," nasihat ibu Deva.

Monika tersenyum getir. "Pisah kayaknya lebih baik, Tan. Salahku juga memutuskan menikah terlalu cepat. Harusnya dulu aku lebih panjang berpikirnya. Apalagi aku baru tahu kalau..."

"Kalau?"

Monika menggigit bibir bawahnya. "Ternyata Deva suka sama aku, Tan."

"Oh."

"Mungkin kalau nanti aku pisah sama Andre..."

Ibu Deva menarik tangan Monika ke pangkuannya, matanya menatap tepat ke mata Monika. "Kamu suka sama Deva?"

Monika mengangguk tanpa ragu.

Ibu Deva tersenyum. "Tante juga tahu kalau Deva suka sama kamu, dulu."

Monika langsung tersenyum semringah mendengarnya. Rencanya untuk lepas dari Andre dan menjalin hubungan dengan Deva semakin terbuka lebar. Peduli setan dengan si pembantu itu. Batinnya.

"Tapi Tante nggak bisa kasih restu."

Mata Monika langsung terbelalak mendengarnya. Ibu Deva masih memandang dirinya. "Kalau kamu memang suka sama Deva kenapa kamu menikah dengan orang lain?"

"Karena aku terlambat menyadari perasaanku, Tan."

Ibu Deva menggeleng. "Bukan itu, tapi karena kamu menjadikan Deva sebagai pilihan kesekian dari yang ada. Dan sekarang ketika rumah tangga kamu berantakan lagi-lagi kamu menjadikan Deva cadangan, maaf Mon, Tante memang kenal kamu lama dan sayang kamu, tapi Tante mau anak Tante mendapat perempuan yang yakin dengan Deva, yang nggak pernah menjadikan dia cadangan, apalagi ban serep," ucap ibu Deva sambil menepuk-nepuk tangan Monika.

*****

Happy reading...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro