Sebelas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

SAKTI harus menunggu cukup lama di dalam mobilnya sebelum akhirnya melihat Yashica keluar dari gedung kantor. Perempuan itu memakai jaket abu-abu yang menutupi seragamnya. Tas selempang lusuh berukuran cukup besar melengkapi penampilannya. Sakti meringis mellihatnya. Samaran yang cerdas karena Yashica tampak sederhana. Dia pasti sangat detail memilih dan mempersiapkan benda-benda yang melekat di tubuhnya untuk menyesuaikan dengan posisi dan seragam office girl-nya.

Yashica tampak sibuk dengan ponselnya. Tak lama kemudian sebuah mobil MVP yang memiliki stiker logo taksi daring berhenti di depannya. Yashica melaju bersama mobil tersebut.

Sakti membuntuti mobil tersebut sambil berdoa semoga dia tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk berperan ala polisi yang sedang mengikuti pengedar narkoba yang target buruannya. Umpan yang akan menuntun mereka ke tempat sang bandar untuk melakukan pengangkapan yang lebih besar.

Meskipun ingin mendekati Yashica supaya bisa mengungkap motivasi perempuan itu menyamar menjadi seorang OG, Sakti tetap saja tidak ingin melakukannya terang-terangan, di depan semua karyawan lain. Dia lebih suka menghindari gosip, karena itulah yang akan terjadi kalau karyawan lain tahu dia memperhatikan Yashica. Proyek sampingannya menjadi detektif harus dilakukan diam-diam, tanpa kentara. Kalau di militer, apa yang dilakukan Sakti sekarang akan dilabeli sebagai "operasi senyap". Sang musuh tidak tahu sedang didekati, dan tiba-tiba saja... boom!Benteng mereka sudah takluk.

Sakti ternyata tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan tidak perlu melenceng dari jalan pulang ketika melihat taksi yang ditumpangi Yashica kemudian berbelok menuju Sudirman Tower Condominium.

Sakti berdecak. Ternyata Yashica tinggal tidak jauh dari kantor, dan hanya sekitar tiga kilometer dari apartemennya sendiri! Harga apartemen di sekitaran SCBD sangat mahal. Seseorang yang memiliki apartemen ataupun sekadar menyewanya pastilah memiliki gaji puluhan kali lipat dari UMR Jakarta. Sangat wajar kalau dia memakai mobil mahal dan makan di restoran yang hanya menyajikan daging terbaik dari Jepang.

Rasa penasaran Sakti semakin membumbung. Besok, dia akan menggali lebih dalam. Dia akan melakukan pendekatan yang lebih daripada menjadi seorang penguntit. Penemuannya ini membuat Sakti berubah pikiran dengan cepat. Masa bodoh dengan gosip. Toh dia tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

"Coba tebak di mana Yashica tinggal?" tanya Sakti tanpa intro ketika Petra akhirnya mengangkat teleponnya setelah tiga kali panggilan.

"Lo udah sampai di tahap diajakin ke rumah dia?" Petra balik bertanya. "Hati-hati, bro. Dekatin dia mungkin hanya jadi proyek detektif-detektifan iseng lo aja. Tapi dia bisa main hati. Kasihan. Lo juga bukan tipe PHP yang lantas ghosting-in perempuan. Jangan terusin. Rasa penasaran biasanya berujung buruk. Apa pun yang dia kerjakan, selagi itu nggak ada hubungannya sama lo, biarin aja. Jangan ikut campur."

"Gue nggak diajakin ke rumah dia," gerutu Sakti. "Gue juga tahu batas. Dan, nggak mungkin juga kan Yashica ngajak gue ke tempatnya. Itu sama saja dengan membongkar penyamaran dia sendiri."

Helaan napas Petra terdengar panjang. "Jangan bilang lo kalau diam-diam nguntitin dia hanya untuk tahu di mana dia tinggal! Astaga, kayaknya lo nggak sesibuk yang selama ini lo dengung-dengungkan deh. Sibuk itu hanya pencitraan lo aja. Nyatanya lo masih punya waktu untuk stalking cewek!"

"Dia tinggal di STC!" Sakti mengabaikan sindiran Petra. "Itu semacam penegasan kalau dia memang orang yang sama dengan yang gue lihat di restoran dan di mal. Kemarin-kemarin itu gue masih ragu karena waktu gue ketemu dia di luar kantor, jarak kami selalu lumayan jauh. Jadi ada kemungkinan kalau gue salah. Bisa aja perempuan yang gue lihat waktu itu hanya mirip sama Yashica. Kembaran yang terpisah, mungkin. Sinetron banget sih, tapi nggak mustahil, kan? Tapi karena kali ini gue ngikutin dia dari kantor, gue yakin seribu persen kalau dia memang Yashica."

"Lo udah yakin banget kalau yang lo lihat di restoran dan mal itu Yashica," dengus Petra. "Lo sampai sumpah-sumpah nggak salah lihat waktu cerita sama gue. Nggak usah pakai alasan mungkin salah lihat orang lagi deh. Itu hanya pembenaran untuk buntutin dia. Hati-hati, bro. Gue nggak belajar hukum jadi buta tentang hukum pidana, tapi mungkin aja pasal yang bisa dipakai Yashica untuk menuntut lo kalau dia sampai tahu dirinya dibuntutin. Kalau dilihat dari sisi dia, dibuntutin itu nyeremin lho!"

"Nggak usah nakut-nakutin gue pakai hukum pidana," gerutu Sakti. "Gue juga nggak berniat sering-sering buntutin dia. Ini pertama dan terakhir kali. Gue udah memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk cari tahu apa yang sebenarnya dia lakukan di kantor gue. Operasi senyap ternyata nggak cocok untuk proyek ini. Mulai besok, gue akan mencoba menjalin komunikasi sama dia."

"Gue punya usul yang lebih bagus," sela Petra. "Bunuh rasa penasaran lo dan berhenti ikut campur urusan orang lain. Gimana, ide gue keren, kan?"

Sakti tertawa dan menutup sambungan telepon. Sudah terlambat untuk melakukan apa yang diusulkan Petra. Rasa penasaran ini akan membunuh Sakti kalau tidak dituntaskan. Dia tidak akan gagal memecahkan kasus pertamanya sebagai seorang detektif.

**

Yashica menghampiri meja Bu Cellia yang memanggilnya. Hari keduanya bekerja di lantai yang dihuni top level manajemen lebih sibuk daripada kemarin karena semua petinggi kantor, kecuali direktur utama yang sedang berada di luar negeri berada di ruangan masing-masing.

Di lantai ini, Yashica menerima perintah dari sekretaris, tidak berhubungan langsung dengan para bos.

"Ada apa, Bu?" Yashica tahu Bu Cellia sedang gembira karena senyumnya mengembang lebar.

"Aldrin baru aja telepon. Katanya tugas yang kamu kerjain kemarin itu benar semua!" seru Cellia bersemangat. "Oh ya, kamu ada kegiatan tiap weekend?"

Yashica mengernyit bingung.

"Daripada saya bingung nyari guru les yang kualitasnya belum terbukti, mending kamu aja yang ngajarin Aldrin matematika," lanjut Cellia ketika Yashica tidak langsung merespons. "Kamu minta gaji berapa?"

Yashica suka matematika. Bersentuhan lagi dengan soal-soal matematika setelah sekian lama meninggalkannya karena kuliah di fakultas yang lebih mementingan hafalan daripada hitung-hitungan terasa menyenangkan. Sayangnya Yashica hanya mampir di Jakarta. Dia tidak bisa memberikan les pada anak Bu Cellia. Seorang guru les tidak bisa tiba-tiba saja berhenti. Guru yang baik tidak hanya bisa mentransfer ilmu, tetapi juga harus menjalin kedekatan emosi dengan anak didiknya. Kedekatan seperti itu butuh proses untuk dibangun, dan ketika chemistry itu sudah terbentuk, tidak adil meninggalkan si murid begitu saja. Yashica sudah beberapa kali menjadi saksi sekaligus korban yang ditinggalkan. Menyakitkan. Seperti ada hilang dan tercerabut dari dalam diri, meskipun tahu kehilangan itu tidak nyata. Tubuhnya utuh, tapi tak lengkap. Seperti itu rasanya. Yashica tidak mau dirinya menjadi pengalaman kehilangan pertama untuk anak Bu Cellia.

"Maaf, Bu. Tapi saya ada pekerjaan lain di akhir pekan." Pekerjaan itu adalah mengukur mal yang ada di Jakarta. Kadang kala, Yashica sengaja memilih mal yang paling jauh dari apartemen sewaannya hanya untuk membuang-buang waktu.

"Kamu kerja di mana saat weekend?"

Yashica belum menyiapkan jawaban untuk pertanyaan itu, jadi dia butuh waktu memikirkannya.

"Saya bisa kasih gaji yang lebih besar daripada kerja part time kamu di akhir pekan itu," desak Cellia ketika Yashica masih terdiam.

"Ini bukan tentang uangnya, Bu. Saya nggak bisa meninggalkan pekerjaan saya begitu saja. Rasanya tidak bertanggung jawab." Yashica lega karena Bu Cellia tidak mengejar soal pekerjaan bohongannya itu.

"Sayang banget," desah Cellia tampak kecewa. "Padahal Aldrin udah senang mau punya guru les. Saya pikir kamu bisa, jadi saya udah kasih dia harapan. Salah saya juga sih, nggak nanya dulu sama kamu sebelum bilang udah dapat guru les."

"Aldrin mau les apa?"

Yashica spontan menoleh ke sumber suara. Sakti sudah berdiri di sebelahnya. Dia tidak mendengar derit pintu ruangan yang terbuka, atau langkah kaki mendekat. Tiba-tiba saja laki-laki itu sudah berada di depan meja Bu Cellia.

"Les matematika. Dia kurang di situ. Bisa aku masukin bimbel sih, tapi dia kan full day school, jadi kasihan kalau terlalu capek. Aku penginnya dia les di rumah aja saat weekend. Dua jam sehari cukup. Setelah itu dia masih punya waktu untuk main dan istirahat. Aku minta Yashica untuk jadi guru les Aldrin, tapi dia ternyata kerja di tempat lain saat weeekend."

Ini pertama kalinya Yashica melihat interaksi Sakti dan Bu Cellia, jadi dia terkejut ketika mendengar cara bicara Bu Cellia yang tidak formal kepada bosnya itu.

"Kamu jago matematika?" Sakti menatap Yashica.

"Jago banget!" jawab Cellia sebelum Yashica sempat menjawab. "Soal-soal yang Yashica kerjain kemarin benar semua."

"Itu karena soalnya nggak terlalu sulit, Bu," sambut Yashica cepat. Dia tidak mau penyamarannya di kantor ini terbongkar karena tamatan SMA seperti dirinya bisa mengerjakan soal matematika dengan baik. Sekarang Yashica menyesali keputusan impulsifnya membantu Bu Cellia. Kalau dia memegang teguh kebiasaannya tutup mulut, peristiwa ini tidak akan terjadi.

"Soalnya sulit banget," bantah Cellia. "Aldrin bilang, dia satu-satunya yang dapat nilai seratus. Temannya yang paling jago matematika di kelas pun cuman dapat sembilan puluh aja."

"Kamu kerja di mana saat weekend?" tanya Sakti.

Sial. Yashica memaki dalam hati. Baru saja dia lega karena Bu Cellia tidak mengejar jawaban dari pertanyaan itu, sekarang malah Sakti yang menanyakannya.

"Part time bantu-bantu teman, Pak." Yashica memberi jawaban abu-abu. Dia membantu Ikram. Membantu membuat apartemen Ikram berantakan. Membantu menghabiskan persediaan kopinya. Dan masih banyak bantuannya yang memberatkan beban Ikram. Mengartikan kata "membantu" itu tergantung sudut pandang, kan?

"Kalau kerjanya nggak penuh seharian, pasti masih ada waktu untuk kasih les Aldrin. Lumayan untuk menambah penghasilan, kan?" kata Sakti lagi.

"Jangan didesak gitu," sela Cellia. "Aku juga mau Yashica jadi guru les Aldrin, tapi nggak bisa maksain juga kalau dia memang sibuk. Semua orang butuh waktu istirahat."

"Kamu tinggal di mana?" kejar Sakti, seolah tak mendengar apa yang dikatakan Cellia.

Yashica mengernyit, tidak menduga akan mendengar pertanyaan seperti itu dari Sakti. "Maaf, Pak...?"

"Kalau kamu beneran sibuk, Aldrin yang bisa datang ke tempat kamu untuk les. Jadi waktu kamu nggak akan habis di jalan."

"Nah, gitu juga bisa sih!" seru Cellia kembali bersemangat, padahal beberapa detik yang lalu dia sudah menyerah membujuk Yashica untuk menjadi guru les anaknya. "Kalau jaraknya nggak terlalu jauh, aku bisa ngantar Aldrin ke rumah kamu untuk les, Yashica."

Yashica terdiam. Dia tidak bisa memberikan alamatnya kepada Bu Cellia. Dia memang hanya menyewa apartemen dengan satu kamar. Sangat kecil untuk ukuran normalnya. Tapi lokasi apartemennya sangat premium. Tidak masuk akal seorang office girl tinggal di situ.

Yashica bisa saja memberikan alamat Ikram, karena dia menggunakan alamat itu saat melamar pekerjaan di sini, tapi membiarkan Ikram terganggu setiap akhir pekan rasanya tidak adil, walaupun dia tidak akan keberantan.

Namun, yang terpenting adalah, Yashica tidak bisa memberikan les pada anak Bu Cellia. Yashica tidak membutuhkan ikatan selama dia tinggal di Jakarta selain dengan Ikram. Karena Yashica tahu dia akan gampang jatuh kasihan kepada anak-anak. Anak-anak mengingatkan Yashica pada dirinya sendiri yang kehilangan orang-orang yang dicintainya ketika dia masih berumur belasan tahun.

"Gimana, bisa kan kasih les Aldrin di rumah kamu?" Nada Sakti terdengar mendesak.

Yashica menatapnya sejenak, sebelum buru-buru mengalihkan pandangan dengan enggan. Seorang bawahan tidak boleh menentang tatapan atasannya. Kesannya tidak sopan.

"Saya harus membicarakannya dengan teman saya dulu, Pak." Aneh, kenapa Sakti lebih ngotot dari Bu Cellia yang punya anak ya? "Permisi, Pak, Bu Cellia, saya dipanggil Bu Hesti." Yashica langsung mengambil langkah seribu saat melihat sekretaris Pak Bathra melambai memanggilnya. Syukurlah!

**

Kalau mau baca cepet, bisa ke Karyakarsa ya. Di sini hanya akan update sekali seminggu. Please jangan nagih ke inbox, apalagi sampai ngejar ke DM Instagram.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro