GTB 10: Lingkup Pertemanan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Diandra

Diandra masih sibuk melihat beberapa benda di toko aksesoris, tetapi masih belum ada benda yang memikat hatinya. Lagi pula, kali ini bukan keinginan sepenuhnya mampir ke toko bernuansa merah muda ini, melainkan sang adik. Berbeda dengan Diandra yang pasif memilih benda-benda manis nan menggemaskan, Dinda lebih antusias. Kalau saja adiknya itu punya black card, mungkin sudah diborong semua benda yang ada di toko ini.

"Mbak, sudah ada yang mau dibeli?" Diandra menunjukkan keranjang belanjaannya yang berisi satu benda berwarna hitam ke arah Dinda.

"Itu kan, dompet buat cowok. Mbak Di salah ambil, ya?" tanya Dinda seraya meraih dompet di dalam keranjang milik Diandra. Dompet berukuran kecil itu tampak ramping dan simpel. Cocok bagi mereka yang tidak suka membawa benda-benda berukuran besar.

"Enggak kok. Aku memang beli ini buat temanku. Sebentar lagi dia ulang tahun."

"Siapa? Apa dia cowok yang Mbak suka itu?" cecar Dinda. Gadis itu amat penasaran, karena sudah lama tidak mendengarkan curahan hati sang kakak.

"Bukan. Ini temannya Aldric. Waktu aku ulang tahun, dia lumayan rajin ngasih kado. Jadi, aku pikir kali ini enggak ada salahnya beliin dia sesuatu."

"Kok malah temannya Mas Aldric yang rajin ngasih kado buat Mbak Di, ya? Dia enggak naksir sama Mbak, kan?!" Diandra membeku usai mendengar asumsi adiknya. Ia hanya tidak mampu menjawab dengan jujur.

Selesai berbelanja, Dinda mengajaknya makan siang. Diandra juga butuh mengisi energi, tenaganya sudah hampir habis akibat mengikuti langkah adiknya yang seolah tidak punya rasa lelah saat berbelanja tadi. Padahal yang Diandra tahu, adiknya hanya membeli tas ransel dan berbagai macam alat tulis. Lantas, untuk apa mereka sampai menghabiskan hampir dua jam di sana.

Bukannya Diandra tidak suka berbelanja. Ia sering menghabiskan waktunya hanya sekadar mencari benda-benda yang tidak terlalu penting bersama Krystal saat keduanya masih duduk di bangku SMA. Namun sekarang, rasanya kegiatan itu lumayan menguras waktu dan tenaganya. Saat hari libur seperti ini, Diandra lebih memilih bergelut dengan kasurnya ditemani ponsel. Begitu saja sudah nikmat luar biasa baginya.

Diandra menggulir layar ponsel sembari menunggu ayam gepreknya tersaji. Keduanya sudah berada di resto terdekat dari tempat mereka berbelanja. Diandra lalu berhenti saat gambar dari akun milik Krystal muncul di beranda sosial medianya. Ia memperhatikan dengan saksama wajah-wajah di gambar tersebut. Ada lima orang termasuk Krystal dan Aldric. Satu perempuan lagi kalau tidak salah namanya Dhisti, Krystal pernah bercerita. Lalu, satu perempuan lagi bukankah gadis bernama Viona? Diandra mulai mengingat.

Melihat caption yang ditulis Krystal, Diandra jadi tahu bahwa foto tersebut diambil di kediaman Viona bersama mama gadis itu. Lantas, kenapa Aldric juga bisa ikut ke sana? Ia merupakan lelaki satu-satunya, bahkan Ansell tidak bersama mereka.

Diandra kembali berpikir. Apa Aldric juga dekat dengan Viona, layaknya Ansell yang pernah mengantarnya sampai halte seperti yang Diandra lihat tempo hari. Jemarinya lalu menekan tanda love pada foto itu. Diandra melihat ada beberapa komentar yang muncul di sana. Kebanyakan dari mereka yang sepertinya teman-teman satu jurusan dengan Krystal. Namun, ada satu nama yang mengalihkan perhatian Diandra adalah komentar dari Aldric. Lelaki itu berterima kasih atas makanan yang disajikan kepada mereka dan memanggil nama Viona.

Diandra hanya bisa mendesah lemah ketika membaca komentar balasan dari Viona untuk Aldric. "Lain kali datang lagi ya, Al. Nyokap gue seneng banget, karena lo bisa ngabisin masakannya."

"Mbak Di enggak makan? Katanya tadi lapar banget." Ucapan Dinda mengalihkan perhatiannya dari gambar yang masih dilihatnya dari akun Krystal. Sang adik bahkan sudah menyantap ayam gepreknya sambil menahan pedas.

"Oh, iya. Aku mau cuci tangan dulu," katanya beralasan. Padahal Diandra merutuki diri sendiri, karena tidak menyadari saat makanan pesanannya diantar ke meja mereka. Ia lantas berdiri menuju wastafel seperti ucapannya barusan.

Diandra dan Krystal berjingkrak-jingkrak seraya memanggil nama mereka satu sama lain. Keduanya memang sudah lama tidak bertemu, karena kesibukan menjelang semester akhir. Seperti biasa, mereka bertemu di Uptown. tempat favorit keduanya sejak masih di bangku SMA. Syukurnya, kafe ini masih seperti dulu. Meskipun stafnya sudah banyak beregenerasi. Menu makanan dan minumannya pun sudah makin berkembang demi mengikuti selera pasar zaman sekarang.

Diandra memandang sekilas ke dinding ruangan kafe Uptown dan bergumam, "Ternyata mereka masih mempertahankan mural itu."

Krystal ikut memperhatikan interior di ruangan tersebut dan menjawab, "Sayang sih, kalau sampai diganti, karena memang uniknya di mural itu." Keduanya memperhatikan gambar icon kota-kota besar di seluruh Indonesia pada bagian dinding kafe tersebut.

Ini memang bukan pertama kalinya Diandra datang ke kafe Uptown setelah mereka lulus SMA. Ia bahkan sempat menonton pertunjukan Walkman tempo hari, hanya saja menghabiskan waktu bersama Krystal di kafe Uptown baru kali ini mereka lakukan.

"Skripsi kamu udah sampai mana, Beb?" tanya Diandra saat melihat Krystal mulai menyeruput strawberry smoothies-nya.

"Lagi mau ngerjain bab 3, Di. Kebetulan besok ada jadwal ketemu dospem dan aku mau liatin hasil bab tigaku." Mata Diandra membeo mendengar rencana Krystal. Sahabatnya ini benar-benar ajaib dan well-planned.

"Woah, kamu termasuk cepet, Beb. Tiap minggu nulis 1 bab, sebulan juga kamu mah bisa kelar skripsi. Tinggal poles sana sini aja."

"Semoga ada jalannya biar bisa cepat selesai." Doa Krystal penuh harap.

"Amin. Terus, kamu masih ngajar les?"

"Masih. Maka dari itu, Di, selagi aku masih punya banyak waktu dan lagi semangat-semangatnya ngerjain, aku kebut deh. Soalnya kan, kita enggak tau hal apa yang menunggu kita di depan sana. Takut tiba-tiba repot sana sini." Diandra mengangguk-angguk sambil menyesap mango smoothies-nya. "Terus, kamu gimana? Magang kamu lancar?"

"Alhamdulillah, Beb. Meskipun pusing," jawab Diandra sambil nyengir ke arah Krystal.

"Semangat dong, Di. Aku yakin, kamu juga bisa melalui tugas akhir ini. Kita harus sukses bareng-bareng seperti mimpi kita dulu." Senyum manis Krystal menular kepada Diandra. Tanpa sadar keduanya lalu saling bergenggaman tangan demi menyuntikkan energi satu sama lain.

Inilah yang Diandra sukai dari sosok Krystal. Sahabatnya punya aura positif, dan selalu bisa menularkan semangat itu kepadanya. Krystal benar-benar bisa menjadi moodbooster bagi Diandra. Hal itulah yang membuat Diandra makin betah dekat dengan Krystal.

"Oh iya, Di. Kalau kamu enggak ada acara, Sabtu depan main ke Bikini Bottom, ya!"

"Memangnya ada acara apa, Beb? Walkman mau latihan buat perform kah?"

"Bukan. Rencananya, kita mau ngasih kejutan buat Ansell. Sebenarnya sih, ini ide random-nya Viona cuma karena dikomporin sama Melvin, ya, pada akhirnya semuanya pada setuju."

"Ah, aku enggak enak. Itu kan, teman-teman kamu." Diandra menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia menghela napas setelah itu kembali menyeruput minumannya.

"Apa maksud kamu dengan kata teman-teman kamu? Kita semua berteman, Di. Kamu kan, akrab juga sama anak-anak Walkman terutama Ansell." Diandra bergeming saat Krystal menjelaskan dengan memasang wajah serius. "Sama Viona memang kamu belum terlalu kenal, tapi dia sama kayak Dhisti kok, bisa jadi teman yang humble juga. Aku yakin, kamu bakalan bisa akrab, karena Viona anaknya asyik banget." Diandra memperhatikan saat tangan Krystal menepuk pelan bahunya, seolah ingin memberinya keyakinan. Dan Diandra hanya bisa mengangguk sambil memasang senyum kecil

Diandra bukan meragukan kemampuannya menjalin pertemanan dengan orang baru. Hanya saja, entah kenapa mendengar nama Viona menimbulkan sedikit ketidaknyamanan dalam dirinya. Padahal seperti yang Krystal bilang tadi, sosok Viona sangat asyik selayaknya teman Krystal yang lain.


11 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro