Gate of the End

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku menatap langit yang perlahan berubah menjadi hitam. Aku tak suka dengan pemandangan yang sudah beberapa bulan ini terus muncul. Setiap kali langit menghitam, beberapa orang ras Monata akan menghilang.

Fakta yang lebih menyakitkan bagiku adalah dari seluruh ras Monata yang jumlahnya ratusan, aku adalah yang termuda sekaligus yang terakhir. Ayahku tak bisa kutemukan sejak tadi pagi. Kurasa ayahku juga bernasib seperti mereka. Padahal ayah telah berjanji padaku untuk melakukan ritual panjang umur turun temurun ketika aku berulang tahun yang ke delapan belas. Berbicara tentang panjang umur, aku mulai ragu akan ritual yang dimaksud ketika anggota keluargaku menghilang satu persatu.

Tak ingin berada lebih lama di luar, aku masuk ke dalam rumah, mencari buku yang telah ayahku tulis di kamarnya. Buku itu hanya akan menampakkan dirinya pada hari yang sama ketika aku berumur delapan belas untuk pertama kalinya. Apakah ayahku ingin aku menjalankan ritual ini seorang diri?

Jangan tanya mekanisme apa yang digunakan olehnya, penggunaan kekuatan sihir di keluargaku sangat rahasia, bahkan aku sendiri hanya pernah melihat satu sihir saja.

Aku berjalan pelan ke kamar orang tuaku, mendapati sesuatu yang melayang sembari mengeluarkan cahaya ungu gelap. Pemandangan yang biasa di dunia bawah.

Benar saja, sesuatu itu adalah sebuah buku, dengan gambar sampul dua ular yang saling ... menyerang? Aku meraih buku itu, yang sedetik kemudian terbuka dengan sendirinya, menampilkan kalimat-kalimat dengan tulisan tangan.

Yang benar saja? Bagaimana aku bisa membaca buku ini jika aksara yang tertulis di sana tak kuketahui jenisnya? Juga kenapa ayahku menuliskannya dengan bahasa itu?

"Mencari sesuatu?"

Aku melompat, terkejut akan suara yang tiba-tiba terdengar. Aku berbalik dan bernafas lega. Ternyata bibi Karmelia yang bertanya padaku.

"Bibi mengejutkanku saja. Oh ya, bibi kenapa datang? Ada hal penting kah?"

Bibi Karmelia adalah adik dari ayahku. Meskipun begitu, entah kenapa ia tak memiliki darah Monata di tubuhnya sejak lahir.

"Selamat ulang tahun, Vati. Sebenarnya aku ingin memberikan kejutan, tapi aku juga khawatir akan langit yang berubah menjadi hitam. Kemana ayahmu? Apakah dia..." tanya bibi Karmelia.

Aku mengangguk pelan. Ulang tahun kali ini adalah yang terburuk.

"Itu berarti kau juga akan pergi?"

"Aku tidak mau, bibi! Tapi ras Monata semuanya juga menghilang ketika langit menjadi hitam. Aku takut," ucapku dengan suara yang semakin pelan di akhir percakapanku.

Bibi Karmelia meraih tangan kananku. Ia kemudian membawaku ke ruang tamu. Jika keluargaku masih ada, ruangan ini mungkin dipenuhi dengan para orang tua yang sibuk membahas sesuatu yang konyol. Mereka bahkan memiliki harapan agar terbebas dari kutukan dan bisa beranjak ke dunia atas, tempat dimana ras Starlit berada.

"Kau sudah menemukan buku dan lilin?" ucap bibi Karmelia tiba-tiba.

Aku mengangguk lemah. Tunggu, lilin? Aku menatap curiga ke arah bibi Karmelia.

"Maksud bibi? Apa bibi mengetahui sesuatu tentang menghilangnya anggota ras Monata?"

Bibi Karmelia terlihat terkejut, tapi ia menutupinya. Apa bibi tidak tahu jika kekuatanku adalah melihat kejujuran dari ekspresi orang?

"Buku, ya! Maksud bibi adalah buku. Apa ayahmu tidak memperingatkanmu untuk mencari sebuah buku?"

Nada bicaranya yang tenang membuatku menghilangkan kecurigaanku padanya.

"Ya, aku menemukannya. Tapi, aksara yang ditulis, aku tidak mengerti."

Aku menyodorkan buku itu pada bibi Karmelia. Ia kemudian membacanya dengan serius, lalu menatapku dengan ekspresi yang aneh. Aku melihat bibi Karmelia merasa senang, tapi ada setitik kesedihan yang kurasakan.

"Ini aksara Starlit kuno, tulisan ayahmu cukup rapi."

Aku kembali curiga, bukan dengan bibi, melainkan ayahku. Kenapa ayah bisa menulis aksara Starlit?

Bibi Karmelia pergi mengambil beberapa carik kertas, bulu sintetis, dan tinta. Ia melihat buku itu, kemudian mulai menulis. Apakah bibi mengerti aksara itu? Darimana bibi belajar? Apakah sebenarnya bibi adalah penduduk dunia atas?

Ia terlihat serius, aku yang tadinya hendak bertanya terpaksa mengurungkan niatku. Langit kini sepenuhnya gelap, cahaya merah yang tadinya masih ada kini sudah tak terlihat. Firasatku mengatakan aku akan mengalami hal yang sangat buruk.

"Selesai!"

Bibi Karmelia menyodorkan kertas itu padaku, membiarkanku membaca hasil terjemahannya.

Kami membuka pintu lebar-lebar, membiarkan kalian memasuki halaman kami.

Kami menutup pintu rapat-rapat, membiarkan kalian terkurung di sini.

Kami memberi pintu kepada kalian, membiarkan kalian mencari arah untuk masuk ke halaman kami.

Kami menghancurkan pintu itu, membiarkan kalian terkurung di sini, lagi.

Kalimat terakhir dicoret tebal dengan tinta. Aku menatap bibiku yang kini membuka satu persatu halaman buku itu. Niatku untuk menanyakan itu terhenti. Mungkin saja bibi salah mengartikan hingga mencoret, tapi apa maksudnya?

"Darimana bibi tahu aksara ini?" tanyaku.

Ia menoleh sebentar, kemudian melanjutkan kegiatannya.

"Bibi adalah saudara angkat ayahmu, bibi sebenarnya berasal dari ras Sonata. Seharusnya itu sudah menjawab pertanyaanmu."

Ras Sonata. Aku terkesiap mendengarnya. Ras Sonata adalah ras yang tinggal di dunia tengah. Mereka adalah makhluk terpelajar. Beberapa dari mereka yang kurang beruntung akan dibuang ke dunia bawah. Kini aku mengerti kenapa bibi Karmelia bisa membaca aksara itu.

"Aneh, semua halaman di buku ini kosong, hanya ada tulisan itu."

Bibi Karmelia menghentikan kegiatan membolak-balikkan halaman buku. Ia terlihat bingung untuk sesaat.

"Apa kau mengerti maksud perkataan itu, Vati?"

Aku menggeleng. Jangankan mengerti, melihat tulisan ini saja aku sudah pusing. Tapi setidaknya aku mendapatkan beberapa petunjuk.

"Ada yang aneh. Kalimat ini seolah-olah menunjukkan bahwa pihak 'kami' berbuat semena-mena pada pihak 'kalian'. Tulisan tangan ini jelas punya ayahmu, bagaimana dia bisa menulis dalam aksara Starlit kuno?"

Kalimat ini jelas tidak beres, seolah-olah memberitahu bahwa pihak 'kalian' adalah menjadi pihak yang jahat karena telah menganggu pihak 'kami'.

"Ini ada hubungannya dengan pintu. Tapi pintu apa yang dimaksud?" ucapku.

"Mungkin Gate of the End, Vati. Ada legenda tentang gerbang ini, mungkin kau juga mengetahuinya."

Aku mengangguk. Mendengar gerbang itu disebut, aku merasa permasalahan menghilangnya anggota keluargaku tidak sesederhana itu.

Gate of the End bukanlah tempat yang tepat untuk disinggah. Berpinjak satu langkah saja, gerbang itu akan membawa orang itu ke dunia yang antah berantah, dunia yang keberadaannya menjadi misteri. Bahkan ras Monata yang menjadi penduduk dunia bawah tak mengetahui apa-apa tentangnya.

"Apa hubungannya Gate of the End dengan kasus ini, bibi? Aku tidak memiliki waktu yang banyak. Bisa saja sebentar lagi aku akan menghilang!"

Aku panik. Jika memang mereka yang menghilang berada di balik Gate of the End, kenapa harus dihilangkan ke sana?

Sekilas di benakku terpikir apakah ayah dan ibu yang memang jika ada di sana juga menungguku?

"Tenanglah! Anggota keluargamu yang menghilang benar-benar tak diketahui keberadaannya ketika mereka sendirian. Untuk itu bibi datang ke rumahmu. Maaf karena merahasiakan ini."

Merahasiakan? Jadi ayah dan ibuku yang menghilang sebelumnya karena mereka tengah sendirian? Tidak. Aku selalu bersama mereka sepanjang hari, terkecuali ....

"Ya, benar-benar sendirian. Ibumu menghilang karena ia dan ayahmu tengah bertengkar, sedangkan ayahmu menghilang karena ada perjalanan penting."

"Apa hubungannya denganku, bibi? Biarkan aku menghilang saja! Biarkan aku bertemu dengan ayah dan ibu!"

Bibi Karmelia menamparku dengan keras, membuatku terduduk seketika.

"Gunakan akal sehatmu, Vati! Kau adalah satu-satunya ras Monata yang tersisa. Jika kau menghilang, dunia bawah mungkin tidak akan bertahan. Dunia ini perlu ras Monata, Vati. Aku bahkan merasa kau adalah kunci dari semua ini."

"Kunci apanya? Apa karena aku yang paling terakhir menghilang jadi aku bisa memutus semua ini? Tidak mungkin, bibi! Lagipula, beberapa dari kalian yang kurang beruntung akan mendiami dunia bawah. Tak perlu ada ras Monata."

Entah apa yang kuucapkan ini. Aku merasa ada yang mengendalikanku sekarang. Aku sama sekali tidak berniat untuk mengatakan itu semua, terpikir saja tidak.

Bibi Karmelia menatapku tak percaya.

"Sadarlah, Vati! Jangan biarkan ia mengambil alih tubuhmu!"

Entah kenapa seketika aku merasa tubuhku sudah tak dikendalikan lagi. Mendengar kata 'ia', aku semakin yakin bibi Karmelia mengetahui seluk beluk ras Monata, seolah ia sudah pernah menghadapi 'ia'.

"Kita harus cepat. Adakah hal yang ayahmu katakan? Mengenai tempat, buku, atau apapun itu?" Bibi Karmelia memaksaku.

Aku mencoba berpikir. Aku hanya mengingat ayahku yang memberitahu tentang buku ini, tidak ada hal yang lain.

Eh?

Aku berlari menuju basement rumah, dengan bibi Karmelia mengikutiku dari belakang. Aku mengambil lima buah lilin dan sebuah labu.

Aku menyusun lilin itu berbentuk segi lima, diikuti labu berada di tengah. Rasanya ada yang janggal dengan tindakanku ini, seolah aku telah tahu apa yang akan kulakukan, dan juga merasa deja vu.

Seketika, aku teringat akan kejadian tadi pagi, dimana aku dan ayahku berada di basement.

"Kenapa ayah membawaku ke sini? Kenapa pula aku harus memegang labu?" tanyaku.

"Berdirilah di tengah. Kita akan memulai ritual panjang umurnya."

Bukannya menjawab, ayahku menyuruhku berdiri di tengah-tengah kelima lilin yang sudah dihidupkan itu. Ia menggores ibu jarinya dengan pisau, yang kemudian darahnya sengaja ia cucurkan di labu yang kupegang.

"Oro te, solem et stellas, ut memoriam eius dele—"

Kelima lilin itu bersinar terang, garis-garis cahaya juga muncul samar-samar, membentuk gambar bintang.

Saat ayahku ingin menyelesaikan mantranya, bibi Karmelia seketika muncul dan mendorong ayahku hingga terjatuh.

"Apa yang kau lakukan! Belum saatnya dia—"

"Dia tidak sengaja membaca isi buku itu, Lia! Aku terpaksa melakukannya..."

Bibi Karmelia memandangku dengan tatapan menyelidik. Aku hanya bisa berdiri sambil memegangi labu, entah kapan aku bisa duduk santai menikmati pemandangan langit merah.

"Biarkan saja ia tahu. Lagipula sebentar lagi gilirannya, bukan?"

"Tidak! Ia tak sengaja terlibat, aku harus menghentikannya atau ia juga akan bernasib sama seperti kami. Mengertilah, Lia. Ia tak bersalah, anakku harus tetap hidup."

"Berisik!" Bibi Karmelia seketika menusuk ayahku dengan pisau dapur yang ia sembunyikan.

"Ayah!"

Bersamaan dengan aku berteriak, cahaya bintang yang semula samar sekarang menjadi jelas. Aku seketika terjatuh. Mataku rasanya sangat berat, hingga akhirnya aku tak sadarkan diri.

...

Aku terbangun, mendapati diriku terikat di tiang basement. Bibi Karmelia menyalakan lima lilin yang sudah kupasang tadi.

"Beruntung sekali aku tak perlu menggunakan cara kasar padamu. Oh, Vati, jika ayahmu tak berdebat denganku, mungkin kau dan dia bisa hidup bahagia selamanya." Bibi Karmelia menatapku remeh.

"Lepaskan aku! Kau yang selama ini menghilangkan anggota keluargaku, bukan!"

Bibi Karmelia terkekeh. Ia mengambil buku bersampul ular yang kutemukan tadi.

"Ya, aku pelakunya. Langit hitam hanya alibi untuk menutupi jejakku. Salah kakekmu sendiri yang menggunakan sihirnya untuk mengintip rahasia ras Starlit. Aku hanya menjalani perintah dari tetua, menyamar dan menjadi anak angkat dari kakekmu dan menghilangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rahasia ini. Sebentar lagi kau akan bergabung dengan orang tuamu yang tercinta itu."

Apa? Hanya karena kakekku mengintip rahasia ini, semua ras Monata menerima akibatnya?

Tenangkan dirimu, Vati. Gunakan sihir yang ibumu ajarkan untuk berpindah tempat.

"Apa yang sebenarnya kakekku intip hingga kau melakukan ini semua?" tanyaku.

Ia menoleh sambil terheran dengan ucapanku.

"Bukankah kau sudah mengetahuinya? Atau ritual panjang umur yang ayahmu lakukan membuatmu lupa akan hal itu?"

Aku terdiam. Apakah ayahku berusaha menghilangkan ingatanku tentang rahasia itu dengan alibi ritual panjang umur?

"Aku akan membunuhmu dengan cepat, sehingga kau takkan merasakan sakit. Tenanglah, Vati, bibi janji."

Bibi Karmelia mulai membisikkan mantra yang tak bisa aku dengar. Aku harus cepat berpindah.

"Luna magna, duc me ad portas finis."

Cahaya biru putih seketika menutupi diriku. Bibi Karmelia tampak terkejut dan hendak meraihku, akan tetapi diriku sudah berpindah.

Dunia bawah sekarang sudah tak aman lagi bagiku. Aku memindahkan diriku sendiri menuju taman barat daya, tempat Gate of the End berada. Cahaya biru yang sama ketika aku berpindah seketika muncul. 

"Berhenti di sana, Vati!"

Aku berbalik, mendapati bibi Karmelia memegang sebuah pedang yang mengeluarkan aura putih. Apa dia meniru mantraku? Tanpa berlama-lama, aku berlari, mencari keberadaan Gate of the End.

"Mendekatlah."

Suara ini ... apakah Gate of the End berbicara padaku?

"Ke kiri, kau akan menjumpai diriku."

Aku berbelok ke kiri. Benar saja, sebuah gerbang berukuran raksasa yang tertutupi oleh tanaman merambat ada di sana. Aku membaca tulisan yang ada di atasnya.

"Gate of the End," batinku.

"Selangkah lagi kau menjauh, aku takkan segan melempar pedang ini, Vati."

Aku kembali berbalik. Bibi Karmelia benar-benar pantang menyerah.

"Sebenarnya apa yang kakekku intip sehingga kami harus diburu?"

Ia terdiam sebentar. Aku menggunakan kesempatan ini untuk melangkah pelan.

"Sudah kubilang kau mengetahui itu! Lebih baik segera menjauh dari gerbang itu!"

"Kalau aku tidak mau?"

Belum sempat bibi Karmelia menjawab, aku melompat masuk ke gerbang. Perlahan, cahaya merah berubah menjadi kegelapan total. Aku teringat kembali akan terjemahan yang ditulis oleh bibi Karmelia.

Kami membuka pintu lebar-lebar, membiarkan kalian memasuki halaman kami.

Kami menutup pintu rapat-rapat, membiarkan kalian terkurung di sini.

Kami memberi pintu untuk kalian, membiarkan kalian mencari arah untuk masuk ke halaman kami.

Kami menghancurkan pintu itu, membiarkan kalian terkurung di sini, lagi.

Sebenarnya masih ada satu kalimat terakhir, bibi mencoret kalimat itu. Entah suatu keberuntungan dari mana, aku bisa membacanya. Kalimat itu juga yang membuatku yakin untuk melompat ke dalam Gate of the End.

Kami tak tahu dimana pintu itu, membiarkan kalian kabur untuk pertama kalinya.

Aku menghembuskan nafasku, masih tak percaya ayahku yang menulis kalimat itu. Sebenarnya kenapa ayahku menulis kalimat-kalimat itu? Kini aku hanya bisa berharap ada orang yang menemukanku di dunia antah berantah ini, membantuku mencaritahu apa sebenarnya rahasia ras Starlit yang kakekku intip.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro