1 - Masuk ke Akademi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pada tahun 967, ada sebuah kekaisaran yang memiliki luas wilayah yang sangat besar. Kekaisaran Windara namanya, dipimpin oleh seorang Kaisar yang hebat dan memiliki 7 putra kembar.

Kaisar membesarkan ketujuh putranya seorang diri. Permaisuri meninggal dunia beberapa saat setelah melahirkan si bungsu, sehingga Kaisar menjadi ayah sekaligus ibu bagi ketujuh buah hatinya.

Kaisar membesarkan ketujuh pangeran dengan adil. Ia selalu memberikan kasih sayang, harta kekayaan bahkan waktu untuk bersama ketujuh putranya. Meski ketujuh putranya memiliki sikap dan sifat yang berbeda-beda, Kaisar sangat menyayangi mereka.

Meski beberapa bangsawan menilai nama-nama para Pangeran terlalu aneh dan sedikit mirip dengan nama perempuan, sang Kaisar tidak peduli dengan itu. Karena itu adalah nama yang dibuat olehnya juga sang istri.

Ada si kembar pertama yang terkenal dengan sifat dinginnya. Arendra Halilintar Winara, si Pemiliki sihir Petir dengan mata merah rubi. Ia terkenal sebagai Pangeran Kutub Es di istana.

Lalu si kembar kedua, Anendra Taufan Winara. Matanya yang berwarna safir mirip dengan Permaisuri. Sifatnya sangat periang mirip sekali dengan Kaisar. Memiliki sihir Angin.

Lalu ada Areska Gempa Winara, kembar ketiga yang paling 'normal'. Sifatnya tenang, kalem, bijaksana dengan manik emasnya yang membuatnya disukai banyak orang. Ia memiliki sihir Tanah.

Kemudian ada Arnala Blaze Winara, mata merah jingga yang seperti bara api. Seperti warna matanya, ia memiliki sifat yang penuh semangat dan pantang menyerah. Ia memiliki sihir Api.

Kembar kelima adalah Arnela Ice Winara, manik aquamarine yang menenangkan siapa saja yang melihatnya. Sifatnya sedikit pemalas, dengan wajah mengantuknya hingga dijuluki Beruang Putih Pemalas. Ia memiliki sihir Es.

Lalu ada kembar keenam yang polos, Arvesha Thorn Winara. Terkenal dengan wajah imut dan manisnya ditambah dengan manik emerald yang indah itu, seringkali para bangsawan terperangkap dalam senyum manisnya. Ia memiliki sihir Daun.

Lalu si bungsu dari 7 bersaudara, Arvisha Solar Winara. Ia yang sedikit unik dari para kembarannya. Warna matanya berwarna silver yang ia tutupi dengan kacamata kuning. Ia terkenal dengan sifat ambisiusnya dan ia memiliki sihir Cahaya.

Kaisar sangat menyayangi mereka sehingga saat ketujuh putranya berusia 14 tahun, ia harus merelakan mereka untuk  memasuki akademi. Sang Kaisar menangis sedih semalaman karena akan ditinggal sementara oleh putra-putranya tercinta.

"Anak-anak, apa kalian yakin? Kenapa tidak menerima pendidikan pribadi saja di istana?"

Kaisar Kekaisaran Windara, Asendra Amato Loyd Windara, memasang wajah sedihnya ketika ketujuh putranya mengangguk mengiyakan pertanyaannya.

"Ayahanda, kami ingin menikmati masa remaja kami juga di luar istana," ujar Solar, Pangeran Ketujuh.

"Benar kata Visha, Ayah. Kami juga ingin belajar bersama rakyat dan bangsawan lain." Pangeran Kedua, Taufan berseru dengan senang.

Kaisar Amato akhirnya menatap anak-anaknya yang lain, berharap mendapatkan jawaban yang berbeda.

"Hahaha, kami akan kembali saat liburan, Ayah. Tolong jangan bersedih," ujar Gempa, Pangeran Ketiga dengan kalem.

"Meski begitu, pasti akan sulit bagi ayah untuk menjenguk kalianಥ⁠╭⁠╮⁠ಥ"

"Kalian tau bahwa tidak boleh ada kunjungan ke akademi kecuali mendesak(⁠╯⁠︵⁠╰⁠,⁠) Apa yang harus Ayah lakukan jika Ayah rindu dengan kalian huhuhu... "

"Ayah, berhenti menangis." pangeran Keempat, Blaze, berujar sambil memberi saputangan.

"Iya. Kami cuma mau pergi ke akademi, bukannya perang," timpal Halilintar, si Pangeran Sulung.

"Rendra.." Gempa menatap tajam Halilintar.

"Apa? Bener kok, ya kan Nela?" kata Halilintar, menyikut saudaranya yang tertidur disebelahnya.

Pangeran Kelima, Ice, tetap tidur meski Halilintar sudah menatapnya dengan pandangan tajam.

Gempa menepuk dahinya pusing. Lebih pusing lagi ketika melihat Ayah semakin deras airmatanya dan saudara-saudaranya itu hanya tertawa kecil sambil sesekali meledek ayah mereka.

Ia jadi khawatir apakah mereka akan baik-baik saja saat sudah tiba di akademi?

---------

2 bulan kemudian...

Akhirnya setelah menyelesaikan semua ujian yang sulit, para Pangeran Kembar berhasil masuk ke akademi dengan nilai yang sangat memuaskan. Surat izin untuk masuk ke akademi pun telah sampai, dan kini mereka sedang bersiap mengemas barang-barang mereka untuk di akademi.

"Areska."

Gempa menoleh ketika sang ayah muncul dengan pakaian formalnya.

"Ayahanda, bukankah anda sedang rapat?"

"Iya, tapi aku istirahat sebentar karena ingin melihat putraku," balas Kaisar Amato.

Gempa tersenyum lalu mempersilahkan Kaisar untuk duduk di sofa. Ia memanggil pelayan untuk membawakan teh.

"Areska, kamu yakin mau merahasiakan identitas kalian? Bagaimana jika kalian dirundung oleh para bangsawan lain?"

Kaisar Amato terlihat cemas. Gempa terkekeh.

"Ayah, anda lupa bahwa kami punya Arendra dan Arnala yang terkadang bisa diandalkan untuk masalah itu?"

"Iya ayah mengerti, tapi bukankah akan sulit untuk mengontrol mereka? Apa kamu yakin bisa?"

"Saya bisa kok, Ayah." Gempa membalas dengan yakin.

Ya, setidaknya selama ini ia aman-aman saja meski memiliki saudara kembar yang sedikit tidak waras.

Benar. Seharusnya Gempa bisa melakukannya kan?

--------

Gempa baru saja meletakkan barang bawaannya setelah sebelumnya ia berkeliling akademi dengan penuh semangat.

Di Akademi Sihir Tapops ini, setiap kamar diisi oleh 4 orang murid yang berbeda. Gempa sebenarnya sedikit menyayangkan bahwa ia harus sekamar dengan dua dari 6 saudara kembarnya, tapi meski begitu ia senang karena ia bisa bertemu dengan orang lain juga.

"Nela, Rendra mana?" tanya Gempa begitu ia melihat kasur sisi kanan yang diisi Halilintar nampak kosong.

Ice menoleh keatas, dimana kasur Gempa berada.

"Kupikir dia pergi keluar saat kau sedang dikamar mandi tadi."

Gempa hanya mengangguk. Ia berpikir mungkin saja Halilintar sedang berkeliling tempat ini.

Tok tok tok

Suara pintu yang diketuk membuat keduanya menoleh. Tak lama pintu terbuka menampilkan sosok pemuda gempal.

"Halo? Ini kamar nomor 776 kan?"

Gempa mengangguk dari atas.

"Iya, apa kamu juga dikamar ini?" tanya Gempa.

"Iya! Halo, namaku Gopal Kumar Nigam, aku putra tunggal dari Count Kumar Nigam. Dan kalian?"

"Hai Gopal, aku Areska Gempa Winara, dan ini salah satu kembaranku, Arnela Ice Winara."

"Hai, Areska, Arnela. Kalian sudah sampai dari tadi? Cepatnya~"

"Hehehe," Gempa tertawa kecil.

"Apa kalian rakyat biasa?"

Gempa dan Ice saling melirik. Gempa tersenyum tipis.

"Kami putra Baron."

"Oh begitu, jangan khawatir, jika ada yang meledek kalian karena kalian keluarga Baron, bilang saja padaku, nanti aku tendang pantat mereka!"

Gopal berseru penuh semangat. Gempa tertawa melihat teman barunya itu.

"Ya, terima kasih Gopal."

Gopal menoleh, mengamati suasana kamar mereka.

"Sepertinya ada satu kasur yang kosong, kalian tau itu siapa?" tanya Gopal.

"Oh, itu saudara kembar kami," balas Ice.

"Wahh, kalian kembar 3? Kerennya!"

Gopal menatap kagum Gempa dan Ice, ia meletakkan barang bawaannya di kasur bagian atas kanan.

"Kami kembar 7 kok."

Gempa membalas dengan senyuman manis. Gopal menatapnya sambil terkekeh. Seolah tak percaya.

"Eii, kau pasti bercanda~"

Gempa menggeleng, tetap tersenyum.

"Tidak kok, beneran 7."

"Masaaaa??? Aku nggak percaya," balas Gopal.

Gempa dan Ice terkekeh, tak lama telinga keduanya menangkap suara kecil yang terdengar dari luar.

"Tidak percaya? Lihat ya, kuhitung nih sampe 3," kata Gempa.

"Satu..."

Gopal masih terlihat tak percaya.

"Dua..."

Suara berisik terdengar dari luar, membuat Gopal menoleh kearah pintu kamar mereka.

"Diluar berisik banget ya," cetus Gopal.

"Tiga..."

BRAKKKKK!!!

"ARESKA! ARNELA! BELI MAKAN YOKKKKK!!"

Lima orang dengan wajah yang sama mata yang berbeda-beda itu muncul membanting pintu. Gopal nyaris terjatuh dari kasurnya karena terkejut.

"Arendra, kau sudah taruh barangmu?" tanya Gempa tenang.

"Sudah kok," balas Halilintar datar.

"Kamu tidur diatas, Reska?" tanya Solar.

"Iya, Nela tidur dibawah."

Solar mengangguk.

"Oh hei? Kau penghuni kamar ini juga?" Thorn mendekat dan menoleh keatas dimana Gopal menatap mereka secara bergantian dengan wajah kaget.

"Hai, namaku Arvesha Thorn Winara, panggil saja Vesha atau Thorn, namamu siapa?" kata Thorn dengan senyuman lebar.

Gopal hanya menatap Thorn lalu kembali melirik mereka semua.

"Gi-gila! KALIAN BENERAN KEMBAR TUJUH!?"

-------------

"Wah luar biasa!"

"Ibu kalian hebat sekali!"

"Aku juga terkejut yang mendengar cerita dari Arnala dan Anendra juga kaget."

Sekarang, para kembar 7 sedang makan bersama dengan teman-teman baru mereka.

Ada Gopal Kumar Nigam, teman sekamar Gempa, Ice dan Halilintar.

Lalu ada Sai Garon Felin dan Fang Lon Tunder, teman sekamar Thorn dan Blaze.

Dan juga ada Stanley Haner dan Amar Cieron, teman sekamar Taufan dan Solar.

Mereka berdua belas makan bersama-sama sambil mengobrol, diselingi dengan pergelutan antara Halilintar dan Taufan yang saling rebutan kue.

Gempa hanya tersenyum, senyuman lelah yang seolah berusaha memaklumi para kembarannya.

"Areska," panggil Sai.

"Iya?"

"Kau yakin kau kembar yang ketiga? Bukan sulung?" tanyanya.

"Benar kok, yang lahir duluan itu Rendra. Kami masing-masing cuma berbeda sekitar 5-10 menit saja."

"Jadi, urutan kalian gimana?" tanya Amar, ikut bertanya.

"Pertama ada Kak Rendra, lalu Kak Nendra, Kak Reska, Nala, Nela, aku baru Visha~" jawab Thorn.

Kelima pemuda itu saling menatap dengan pandangan heran.

"Kenapa kau cuma memanggil kakak pada mereka bertiga?" tanya Fang, menunjuk pada Halilintar, Taufan dan Gempa.

"Karena bagi kami, mereka yang paling dewasa. Jarak mereka dekat, sekitar 5 menit. Tapi kami, 4 kembar terakhir, jarak antar kami itu sekitar 10 menit. Makanya bagi kami mereka itu kakak tertua," balas Solar.

"Bisa gitu?" heran Stanley.

"Bisa dong, buktinya kami terlihat biasa saja. Kami terlihat akur dan nyaman dengan itu." Blaze menjawab sambil mencomot ayam milik Ice.

Kelima orang itu saling menatap heran, lagi.

"Aaaghhh!! Nela bangun! Kamu kan lagi makan!"

"Reska! Kak Rendra nabok aku terus!!!"

"Ya kamu duluan nyolong kue aku, Nendra!"

"Vesha, makan ini."

"Nggak mau, Visha!!"

"Ish! Makan sayur! Kamu nanti dimarahin Ayah loh!"

"Tapi Ayah nggak bareng kita sekarang!"

"Nela! Bangun woy!!"

"Grooookkkkk!"

"Nela!!!"

"Uhm.. iya.."

Kelima pemuda itu lalu menatap Gempa yang duduk dengan tenang sembari menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Hei... Areska, kamu tidak mau.. menghentikan mereka?" tanya Sai

"Aman kok mereka. Asal jangan tiba-tiba ada piring terbang aja," jawab Gempa santai.

"Piring terbang..?" Stanley memiringkan kepalanya bingung.

WUSHHHHH PRANGGG!!

Kelima pemuda itu sontak langsung melotot begitu tiga buah piring melayang melewati kepala mereka.

Tersangka pelempar piring, aka Taufan, dengan santainya kembali meledek Halilintar yang kini sudah mengeluarkan pedang miliknya.

"SINI KAU NENDRA!"

"WEKKKK! NGGAK KENA NGGAK KENA!!"

"ISH!!!"

Gopal yang panik langsung menepuk bahu Gempa dengan raut takut.

"Res---"

Brakkk!!

"---kaaaaaa..."

Mereka kembali melotot begitu tiba-tiba saja sebuah tangan tanah muncul di ruang makan dan menangkap kedua makhluk kembar yang kini meronta-ronta didalamnya.

"Reskaaaaaaaaaaaa!!!!!!"

Dan teriakan Taufan tak dipedulikan oleh Gempa yang kembali menikmati makan siangnya bersama keempat kembaran lainnya yang kini duduk dengan tenang.

Sementara itu, teman mereka, Gopal, Fang, Sai, Amar dan Stanley hanya bisa menatap mereka dengan tatapan menganga karena syok dan takjub.

Dengan pertunjukan gila dihadapan mereka, kini kelima pemuda itu hanya bisa duduk sambil berharap kegilaan para kembar 7 itu hanya sementara.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Halo semua? Minal aidzin wal faidzin yaa~ Hehehe

Bagaimana dengan chapter kali ini? Saya jarang membuat cerita tema colorful gini, jadi mungkin ini masih belum terlalu bagus ehe :D

Semoga kalian suka ya sama cerita kali ini, mari nikmati perjalanan Areska dan saudara-saudaranya di Akademi~

Typo bertebaran🚨

See you again in the next chapter ~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro