🦄1. Patah Hati🦄

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ditolak cowok itu sudah menjadi kebiasaan bagi Gendhis. Beruntung Gendhis adalah tipe gadis yang cuek, sehingga paling tidak anak itu bisa langsung move on. Dan dari semua kegalauan itu, yang paling penting tidak mempengaruhi kuliah Gendhis.

Namun kali ini, Gendhis sungguh malu. Bima, anak fakultas hukum itu terang-terangan menolaknya di warung Mbok Jum sebelah kos. Kebetulan Gendhis bertemu di sana dan Bima menuduh bahwa ia menguntitnya. Bukan hanya itu, Bima tak langsung memberikan ujaran yang termasuk body shaming tentang warna kulit Gendhis dan anehnya, orang-orang disitu justru tertawa seolah mendengar Bima yang sedang melakukan stand up comedy.

Akibat peristiwa memalukan itu, Gendhis tidak berani keluar kos, selain kuliah. Gadis itu juga jadi bahan tertawaan anak-anak kosnya sendiri dan kos sebelah.

"Ya ampun, apes banget!! Rasanya aku ingin lenyap di telan bumi saat itu," gerutu Gendhis sambil mengacak rambutnya. "Kayanya aku harus pindah dari tempat terkutuk ini ...."

Akhirnya Gendhis memutuskan mencari kontrakan baru yang jauh dari area Gejayan dan sekitarnya.

Minggu ini, dari pada Gendhis mendengarkan kasak-kusuk anak kos yang selalu membuatnya jadi trending topic paling viral di jagad kos Melati, gadis calon dentist itu memilih untuk berjalan-jalan.

Honda Beat merahnya selalu menemani kemanapun Gendhis pergi. Rasanya Gendhis seperti anak hilang tanpa tahu tujuan hendak pergi kemana. Ditambah Gendhis bukan anak yang gampang gaul membuat dirinya semakin merasa kesepian. Teman-teman di kampus dan di kos-kosan sudah tobat setengah mati dengan kecerobohannya, yang membuat Gendhis terkucil dan dijauhi. Kadang teman-temannya heran, dengan sikap cerobohnya yang keterlaluan, bagaimana bisa Gendhis berani bersekolah di Kedokteran Gigi.

Bukan tidak ada alasan Gendhis memilih FKG—Fakultas Kedokteran Gigi—yang justru diplesetkan Gendhis menjadi Fakultas Kebanyakan Gadis karena rasio laki-laki dan perempuan yang lebih banyak perempuan. Cita-cita Gendhis ingin menjadi dokter, tetapi ia selalu ketakutan bila melihat mayat. Gendhis pun akhirnya memilih fakultas kedokteran gigi. Tetap saja setelah lulus nanti dia dipanggil dengan sebutan 'dokter'.

Dalam perjalanan menyusuri jalanan Jogja, otaknya berpikir akan pergi kemana ia akan pergi sekarang.

"Toko Merah," gumam Gendhis di balik masker bercorak Hello Kitty. Gendhis menyeruak kemacetan, mengendalikan stang motornya ke sebuah toko alat tulis yang berada di jalan Gejayan.

Gendhis suka berburu alat tulis. Tempat pensilnya yang kecil penuh dengan pulpen warna warni, stabilo, stypo, dan pensil mekanik lucu.

Begitu memarkir motor dan melepas helm, Gendhis bergegas masuk ke dalam. Begitu masuk pandangannya langsung disambut laki-laki ganteng yang sedang melihat lihat alat tulis di salah satu sudut toko. Gendhis menitipkan dahulu tas dan jaket lalu masuk dengan dompet kecil berwarna coklat—dompet paling mahal yang ia beli di online shop.

Mata Gendhis masih tertuju pada sosok lelaki yang terlihat menyilaukan di Toko Merah itu.

Dia udah ada cewek belum ya?

Begitulah Gendhis, beberapa hari ditolak, sekarang sudah jelalatan mencari mangsa baru lagi. Cita-citanya adalah menikah muda

Sekali lagi. Menikah muda. 

Dia tidak mau seperti orangtuanya yang terlalu mengejar kemapanan semu. Bayangkan saja, sekarang Gendhis masih kuliah dan orangtuanya sudah pensiun. Bahkan ketika Gendhis berjalan dengan ayahnya, orang akan mengira sang ayah adalah kakeknya.

Permasalahanya, mau menikah sama siapa? Pasangannya saja tidak ada. Dan, parahnya, Gendhis belum pernah pacaran.

Mengingat hujatan Bima, Gendhis selalu membandingkan dengan gadis-gadis yang lain. Sebagai perempuan, Gendhis mengagumi sesama jenisnya yang terlihat cantik, walau terselip sedikit rasa iri. 

Gendhis memindai gadis-gadis yang ada di toko itu. Semua terlihat gaul dan cantik. Kebanyakan dari mereka berkulit  putih, dengan riasan eyeliner membentuk mata kucing yang seksi, dan rambutnya lurus.

Rasanya Gendhis bagai lumpurnya di tengah padang bunga. Perbandingan dengan gadis-gadis di situ bagai bumi dan langit. Mereka siang dan Gendhis malam. Di sini Gendhis merasa Tuhan tidak adil.

Kebanyakan para gadis yang ada di toko itu menggandeng kekasihnya. Mereka tampak bermanja dengan tawa centil yang membuat Gendhis mencibir dalam hati. Kadang tak sadar, Gendhis menirukan gaya mereka secara berlebihan membuat gadis yang merasa ditirukan oleh Gendhis memelotot ke arahnya.

Ah, kenapa Tuhan lupa membalik adonan tubuhku saat memroses. Tubuhku jadi hangus macem gini.  Kayanya aku butuh bule yang mengagumi kulit eksotisku!

Predikat "Jomlo Legend" memang melekat erat dalam dirinya. Sejak Gendhis beranjak remaja dan menjadi sosok dewasa muda, ia hanya bisa mengagumi teman lelakinya. Perasaannya sering kali bertepuk sebelah tangan dan berakhir dengan penolakan keji. 

Gendhis kadang heran kenapa lelaki yang ia suka selalu bersikap nyinyir seperti nenek lampir memberi mantra pada ramuannya. Para lelaki itu seolah menganggap perasaan Gendhis sebagai aib. Dan, tentu saja, gadis itu tidak serta merta diam. Dia akan menginjak kaki lelaki itu dan berkata bahwa mereka akan rugi menolaknya.

Sayangnya, insiden di warung Mbok Jum itu tidak berlaku sama. Perkataan Bima di depan banyak orang membuat ia ingin lenyap ditelan bumi. Gendhis hanya diam dan pergi begitu saja. 

Hitam, kurus, kerempeng … hidup lagi!

Harusnya Gendhis menjambak atau menginjak kaki Bima kuat-kuat. Tapi, ia tidak melakukannya. Ia harus menjaga image agar tidak semakin bertambah hujatan 'sangar', 'garang', atau 'berandalan'.

Sambil mencebik Gendhis lantas melanjutkan eksplorasinya menjelajah toko itu yang dia pun sendiri tak tahu harus membeli apa. Terlalu banyak pernik cantik yang ingin ia raup untuk jadi penghuni kotak pensil lucunya. Namun mengingat ini tanggal tua dan orangtuanya tidak memberikan Gendhis tambahan uang saku lagi, terpaksa ia cukup memuaskan dengan melihat-lihat dan memasukkan beberapa barang dalam wish list.

Matahari sudah berada di tegak lurus dengan bumi. Teriknya membuat Gendhis semakin merutuk karena yakin akan tubuhnya akan semakin gosong. Panas-panas seperti ini enaknya, makan es buah sambil bercengkerama dengan teman baik. 

Seandai Clary masih kos bersamanya pasti ia tidak akan sesedih ini. Gendhis yang masih enggan pulang. Tiba - tiba Gendhis berinisiatif mengunjungi Clary, temannya yang kalem kadang lola tapi gercep masalah duit. Gendhis keluar dari toko, kembali melajukan motor membelah keramaian jalan yang sudah dipadati oleh motor dan mobil.

Empat puluh menit kemudian Gendhis sudah tiba di depan rumah Clary. Gadis itu sengaja tidak menghubunginya karena ingin memberikan surprize. Dan Gendhis yakin dia pasti memasak sesuatu. Hobi memasak Clary pasti sia-sia karena tidak ada yang memakan. Selama ada Clary di kos, asupan gizi Gendhis sungguh terjamin. Cacing-cacingnya aman tenteram menghuni perut Gendhis karena kesejahteraan mereka terjamin.

"Clary!" Gendhis mengetuk pintu, melongok-longok di jendela yang menyembulkan bayangan wajahnya.

Ah, bibirku seksi sekali, puji Gendhis sambil berkaca tanpa tahu empunya rumah sudah ada di balik kaca jendela.

"Gendhis, hentikan kebiasaan menjijikanmu memanyunkan bibir! Pantas saja cowok-cowok pada lari."

"Ya ampun, bibir kamu tolong dong dikasih filter! Bisa nggak sih, nggak naburin garam di luka mengangaku. Bayangkan Cla, hatiku ini kaya remah rengginan di toples hari raya. Hancur lebur tak berbentuk. Ambyar!" kata Gendhis sambil meremas kaos di dada untuk memberi efek dramatis.

Clarry hanya geleng-geleng kepala melihat penampakan berlebihan sahabatnya. Sepertinya Gendhis pantas bermain peran karena ia suka mendramatisir keadaan. 

"Ayo masuk." Gendhis langsung menyelonong masuk ke ruang makan. Hidungnya terlalu tajam seperti anjing patroli yang mengendus bom. Gendhis mencomot tahu isi yang dia tahu baru keluar dari penggorengan.

"Gendhis, please! Cuci tangan dulu napa??" Clary lagi-lagi mencicit membuat Gendhis hanya nyengir dan sambil menggigit tahu hangat dengan mulutnya lantas ngacir ke wastafel.

Gendhis membuka keran dan mencuci tangan dengan 6 langkah mencuci tangan.

"Cla, awu wau winwah wi," kata Gendhis tak jelas membuat Clary manyun. Gadis itu sangat hapal kebiasaan  error Gendhis membuat kata-kata tak jelas.

"Taruh dulu tahunya, baru ngomong." Gendhis mengelap tangan, lantas bergabung bersama Clary yang sudah menyiapkan dua buah piring.

"Cla, aku mau pindah. Aku dah nggak tahan tinggal di kos setelah kejadian Bima malu-maluin aku di warung Mbok Jum. Tahu info kontrakan nggak?" Mata Clary menyala terang. Tiba-tiba dia memegang punggung tangan Gendhis, membuat gadis itu sedikit bergidik.

"Beneran kamu mau cari kontrakan?" tanyanya dengan nada penuh harap. Gendhis mengangguk.

"Ada, tuh sebelah!" kata Clary menunjuk memakai dagu. Gendhis mengurut arah dagu Clary menunjuk. Mata Gendhis pun membulat dan ia jingkrak-jingkrak membayangkan bisa dekat lagi dengan Clary. Makanannya terjaminnnnnnnnnn!

Gendhis membayangkan kehidupan yang akan dijalaninya bersama Clary, sahabatnya yang cantik tapi cantik. Yang jelas, Gendhis yakin hidupnya di kos barunya akan penuh warna.

💕Dee_ane💕💕

Jangan lupa ikutin temen Gendhis lainnya ....

Clary si cantik yang lola furadantin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro