Dua puluh empat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lily masuk ke dalam kamarnya dan duduk. Ia menghela napasnya pelan, Tangannya terulur meraih ponsel miliknya di atas nakas.

Beberapa pesan masuk dari Bintang dan juga Boby bermunculan. Lily mengerutkan alisnya, namun, tubuhnya menegang kala mendapati kabar Raffa masuk rumah sakit.

Tanpa basa-basi lagi, Lily meraih tas dan juga kunci motornya untuk pergi.

"Mau ke mana, kamu?" tanya Ivi kala mendapati putrinya yang begitu tergesa.

Bukannya menjawab, Lily malah meraih tangan Ivi dan juga Rizki. Kemudian, ia mencium punggung tangannya. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Lily kembali berlari menuju garasi. Menaiki motornya, kemudian menyalakan mesin dan melaju meninggalkan pekarangan rumahnya.

Perlu waktu beberapa menit untuk Lily sampai ke rumah sakit.

Ia turun dengan tergesa, kemudian berlari masuk tanpa memperdulikan orang-orang.

Lily menatap ponselnya lagi, Boby menyebutkan ruangan yang Raffa tempati sedaritadi siang. Ah! Seharusnya Lily tidak meninggalkan ponselnya saat bersama Azriel tadi.

Cklek

Tubuh Lily mendadak kaku kala menyaksikan sahabat-sahabatnya tengah mengerumuni Raffa.

Tubuh Raffa terlihat lemah, cowok itu bersandar pada Boby yang dengan suka rela menjadikan bahunya untuk sandaran Raffa.

"G-gue gak kuat." Lirihan Raffa terdengar jelas di telinganya.

Lily berjalan mendekat. Riffa sudah menangis dengan tangan yang mencengkeram kuat jaket milik Bintang.

Senyum di bibir pucat Raffa tertuju pada Lily. "Ly," panggil Raffa.

"G-Gue seneng lo dateng."

Suara Raffa terdengar seperti bisikan. Boby mendongakkan kepalanya berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh.

Raffa memejamkan matanya kuat. Ia mencengkeram lengan Boby dengan kuat. "G-gue gak kuat."

"Raf—"

Tak lama, sosok Fatur dan juga Dena masuk. Dena menutup mulutnya kaget kala melihat kondisi putranya saat ini.

"M-Mama," panggil Raffa.

Dena mendekat, tangan Dena bergetar, terulur mengusap puncak kepala Raffa. Bahkan, tubuh Raffa sudah sepenuhnya bersandar pada bahu Boby. "Iya, anak Mama. Raffa mau apa?"

"M-Mau pulang."

"R-Raffa sayang—Mama," ucap Raffa lirih.

Bintang diam menyaksikan itu. Raffa kembali menatap ke arah Lily dan melayangkan senyum tipis tanpa mengatakan apa-apa.

Dena menahan tangisnya. Wanita itu mengangguk, "Iya Sayang, Mama juga Sayang Raffa."

"Papa."

Fatur tak kuasa melihatnya. Yang ia lakukan hanya diam seraya menatap lurus ke arah Raffa dengan tatapan sendu. "Iya, Raf."

"R-Raffa … Sayang … Papa. Bob, G-Gue gak kuat—" Raffa mencengkeram tangan Boby dengan erat.

Boby tak perduli dengan rasa sakit di tangannya. "Ikutin gue, Raf." Boby mengucapkannya dengan suara serak menahan tangis.

"Ashadualla—"

"A-Ashadualla." Raffa memejamkan matanya kuat.

Boby mengigit bibir bawahnya berusaha keras menahan rasa nyeri yang tiba-tiba saja terasa menusuk di dadanya. "Ilahailallah—"

"I-Ilahailallah."

"Wa Ashadu anna—"

Napas Raffa naik turun. Cowok itu berusaha keras berucap lagi, "W-Wa A-Ashadu anna—"

Boby menarik napasnya pelan. Ia menelan ludahnya susah payah saat melihat Raffa yang semakin melemah. "Muhammadar rasulullah."

"Muhammadar rasulullah." Raffa mengatakannya begitu pelan seperti bisikan.

Bersamaan dengan itu, tubuh Raffa semakin memberat di bahu Boby.

"Inalillahi Wainailaihi Rojiun."

Dena menggeleng tak percaya. Fatur langsung menarik Dena dan memeluk wanita itu menenangkan.

Boby mendongak, air mata yang sedaritadi ia tahan perlahan meluncur.

Riffa masih menangis di pelukan Bintang. Sedangkan Bintang, menatap lurus ke arah Raffa yang sudah memejamkan matanya dengan tenang.

"Raf." Lily mengigit bibir bawahnya. Tangan Lily terulur menyentuh pipi Raffa dengan pelan.

Namun sayangnya, kulit itu sudah terasa begitu dingin di tangannya. "Enggak, Raf!" Lily mengguncang tubuh Raffa dengan kencang.

Boby menepis tangan Lily. Matanya menatap tajam ke arah Gadis itu. Lily tersentak, ia menatap Boby dengan wajah kagetnya. "B-Bob?"

"Kemana aja lo, Ly?"

"Kemana aja lo?!" Suara Boby meninggi.

Boby memindahkan Raffa agar terbaring di brankar dengan benar. Ia beranjak masih menatap tajam ke arah Lily. "Kemana aja waktu Raffa butuh lo, Ly, hah?"

Tubuh Lily bergetar. Ia tak tahu Raffa akan pergi secepat ini, Lily akui dirinya salah karena ceroboh meninggalkan ponsel di rumah.

"Gue spam lo! Bintang juga! Sekarang Raffa udah gak ada, dan lo nangis-nangis?!"

"Bob—"

Boby berjongkok dan mencengkeram rambutnya sendiri. Ia menangis, rasanya begitu sesak ketika sahabatnya mengembuskan napas terakhir di pelukannya sendiri.

Raffa sahabatnya sedari kecil, tapi, menyaksikan Raffa di detik-detik terakhirnya, tak pernah terbayangkan oleh Boby sama sekali.

"Puas lo, Ly?! Raffa meninggal kayak gini karena lo! Kalau aja Raffa bisa jalan dan gak kecelakaan waktu itu, Raffa gak akan kayak gini!"

"Lo penyebabnya!" Boby kehilangan kontrol dirinya sendiri.

Jika biasanya Boby bisa tenang menghadapi masalah yang ada, kali ini tidak. Dirinya tak terima dengan kepergian Raffa yang begitu tiba-tiba.

"G-gue minta maaf," lirih Lily.

Lily juga merasa kehilangan di sini. Jika tahu siang tadi adalah saat terakhir Lily melihat Raffa, sudah pasti Lily akan menahan cowok itu agar tidak pulang.

"Tante." Lily menatap ke arah Dena.

Namun, Dena terlihat enggan menatap ke arahnya. Wanita itu tak biasanya cuek pada Lily.

"O-Om—"

Fatur menatap Lily dingin. Kemudian, ia memilih menatap putranya yang sudah terlelap untuk selama-lamanya. "Pergi, Ly. Saya gak mau lihat pembunuh di pemakaman putra saya nanti."

Lily menelan ludahnya susah payah. Tidak! Lily harus bersama Raffa! Lily harus menemani Raffa sampai tempat peristirahatannya.

"Om—"

"Bintang, lo mau bantu gue kan? Gue mau temenin Raffa." Lily mengguncang lengan Bintang dengan air mata yang sudah mengalir deras di pipinya.

Bintang menatap Lily tenang. Tangannya menepis tangan gadis itu dengan kasar. "Pergi, Ly."

TBC

Selamat jalan Raffa~

Gimana kesan setelah baca part ini?:(

Ada yang ingin disampaikan untuk Lily

Raffa

Boby

Bintang

See you next part!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro