Satu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berhubung banyak yang minta Gengsi dong 2 dulu. Jadi hari ini aku putusin buat publis cerita ini dulu^^

Semoga suka ya!

1. Kesurupan

Seorang cowok dengan jas yang melekat pada tubuhnya, menatap ke arah foto semasa SMAnya dulu.

Di sana, terdapat dua orang insan yang tersenyum menatap ke arah kamera.

"Ah! Mamaa!"

"Raffa! Berisik kamu."

Raffa mendongak, cowok itu berdecak kesal kala mendapati Papanya yang sudah menatap ke arahnya dengan tatapan songong. "Apa? Papa kamu ganteng kan?"

"Udah tua masih aja narsis. Pa, Raffa gak mau ah gantiin Papa di perusahaan. Raffa lulus kuliah aja baru kemarin. Gengsi dong kalau perusahaan ancur gara-gara Raffa gak bisa mimpin."

"Emang Papa mau jatuh miskin?" tanya Raffa yang sebenernya memang belum siap menjadi seorang pemimpin.

Kan tidak lucu saat meeting, Raffa nada bicaranya ngegas. Yang ada, clientnya kabur saking tidak terima digas poll oleh Raffa.

"DENA! Masukin anak kamu ke dalem perut!" teriak Fatur yang kesal melihat kelakuan putra pertamanya itu.

Riffa—adiknya Raffa, menuruni satu persatu anak tangga. Gadis itu sudah siap dengan pakaian tinjunya.

Ia berjalan mendekat dan duduk di depan Raffa dan juga Fatur. "Wih, mirip mr. Bean lo pake jas kek gitu," ujar Riffa ketika melihat Raffa.

"Bacot."

"Kamu gak kuliah, Rif?" tanya Fatur heran.

Riffa mengangguk, "Kuliah nanti siang. Sekarang mau ngelatih dulu."

Riffa mengambil segelas susu yang sudah tersedia di meja seperti biasanya. Gadis itu meneguknya sekaligus kemudian menyimpan gelas kosong itu. "Bang, mau ketemu Kak Lily gak? Dia senior gue loh di kampus. Katanya sih, dia pas keluar sekolah gak langsung kuliah, makannya sekarang belum lulus," ujar Riffa menginformasikan perihal mantan kekasih Abangnya itu.

Raffa melirik ke arah Fatur yang ikut mendengarkan ocehan Riffa. "Heh, gak boleh kepo, Pa. Ini itu urusan anak muda, gengsi dong masa Papa mau dengerin informasi calon isteri Raffa juga?"

"Halah, calon isteri kamu bilang?"

"Iya? Kenapa iri? Gengsi dong, udah punya Mama masih aja mau daun muda kayak Lily. Gak cocok, Lily cocoknya sama Raffa, udah!"

Raffa beranjak, cowok itu menatap Riffa. "Rif ayo gue anter lo kuliah!"

"Apaan sih? Gue mau ke tempat latihan dulu."

"Lagian gue ada kelasnya nanti siang bukan sekarang," sambung Riffa.

Raffa menggeleng, "Nggak boleh! Harus sekarang! Ayo, lo asal masuk kelas aja nanti."

"Gak jelas lo. Sana ke kantor, biar punya duit, biar bisa kasih mahar buat Kak Lily."

Raffa mencibir pelan. Cowok itu kembali duduk di kursinya. Ia menatap Fatur yang tengah tersenyum meledek. "Emang enak? Jadi orang jangan maksa."

"Kamu juga dulu gitu kok. Suka maksa. Ya wajar Raffa kayak gitu."

Raffa tertawa puas ketika Dena datang dengan masakan dan juga ucapan yang keluar dari mulutnya.

Wanita itu menyimpan wadah berisi nasi goreng di meja makan.

"Riffa, gak kuliah?"

"Mau bolos dia, Ma. Padahal Raffa udah nawarin dia buat Raffa anter—"

"Nanti siang, Ma. Si Abang maksa Riffa berangkat sekarang gara-gara pengen ketemu Kak Lily."

Raffa beranjak, cowok itu tertawa. "Ih, lo suka banget bercanda. Lo kangen kan sama gue? Iya gue tau, Rif. Tapi gak usah ngada-ngada lo. Masa iya gue mau ketemu sama si Bunga bangke. Gengsi dong!"

***

Raffa berjalan menyusuri lorong bersama Fatur. Cowok itu berdecak kesal kala orang-orang di sana menatap ke arahnya dengan senyum menggoda.

"Heh! Jangan liatin gue! Gengsi dong, kayak gak pernah liat orang ganteng aja."

"Raffa, jangan malu-maluin kamu." Fatur mencubit lengan Raffa.

Pria itu akhirnya menarik Raffa ke ruangannya.

"Pak," sapa seorang gadis yang sepertinya, sekretaris Fatur.

Umurnya mungkin dua atau tiga tahun di atas Raffa. Masih terlihat muda soalnya.

"Buset, pantesan betah di kantor. Raffa laporin nih ke Mama!" ujar Raffa ketika melihat gadis cantik itu.

Fatur menatap Raffa sinis, "Papa itu orangnya setia. Mana mungkin Papa ada skandal sama cewek yang umurnya hampir sama kayak kamu."

"Kirain."

"Nama gue Raffa, lo siapa?" tanya Raffa.

"Maaf, Deva. Anak saya ini akhlaknya suka ketinggalan di kamar mandi. Jadi kamu jangan heran kalau omongan dia gak difilter," sahut Fatur.

Deva, gadis itu tersenyum dan mengangguk. "Oh iya, Raffa yang bakal gantiin saya. Tapi, buat dua minggu ini, saya bakal kontrol dia sampai dia bener-bener paham, kok."

"Selamat datang Pak Raffa."

"Lo tukang parkir yang di film tukang ojeg pengkolan, ya?" tanya Raffa.

Raffa berdehem pelan. "Selamat datang di parkiran kami," ujar Raffa menirukan film yang ia maksud itu.

Fatur mengetuk kepala Raffa dengan tangannya. "Kayaknya kamu harus kuat mental deket sama dia, Dev. Dia kelakuannya udah mirip sama pasien si RSJ soalnya."

"Asstagfirullah, mana ada aku cuek!"

Deva terkekeh pelan melihat tingkah Anak dan Papa di depannya ini. Aneh, itulah yang muncul dari kepalanya.

Raffa melirik jam di tangannya, "Kayaknya cukup sekian. Raffa mau pulang—eh! Gak usah tarik-tarik nanti sobek!"

Fatur menarik jas Raffa kala cowok itu akan kabur dari tempatnya. "Jangan coba-coba kabur. Atau Papa gak akan restuin kamu sama Lily."

"Gak papa, masih ada restu Mama, kok. Kalau Mama dukung Raffa, Papa gak bisa apa-apa."

Fatur mengacak rambutnya frustasi. Salah apa ia sebenarnya? Mengapa bisa ia memiliki anak seperti Raffa?

Raffa tertawa pelan, "Anu … Raffa mau kopi. Biar kayak orang-orang kantor gitu. Kopinya kopi item, nanti Raffa kemasukan setan terus dia bilang gini."

"Aing hayang kopi hideung!" Raffa menirukan gaya orang kesurupan.

(Gue mau kopi hitam)

"Pak Fatur, maaf menganggu. Hari ini, kita ada pertemuan dengan klient jam 9 pagi."

Fatur mengangguk, pria itu melirik Raffa yang masih sibuk menirukan gaya orang kesurupan. "Udud aing hayang udud garpit!" ujar Raffa.

(Rokok, gue mau rokok garpit)

"Cil, gue sebagai setan terasa ternistakan sama akting lo itu."

Raffa menghentikan kelakuannya. Cowok itu melirik ke arah kursi kebesaran Fatur.

Di sana, ada Om Ocong yang tengah duduk seraya menatap ke arahnya. "Heran gue sama lo, ngikut mulu gue pergi."

"Kan gue the power of setan-setan. Gue harus memberantas manusia kayak lo yang fitnah persetanan. Masa iya lo akting kerasukan jelek banget kayak muka lo."

"Lo—!"

Fatur melirik ke arah Deva yang terlihat heran dengan Raffa yang berbicara sendiri. "Anak saya indigo, jadi kamu jangan heran kalau dia ngomong sendiri," bisik Fatur memberitahu.

"Oh, oke."

"Pa, Raffa boleh pulang?"

"Kamu ikut Papa ketemu client."

TBC

Gimana part pertamanya?

Suka gak? Semoga suka yaa<3

Gengsi dong kalau gak suka^^

Jangan lupa tinggalin jejak!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro