Part 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tidur ya, Acil Junior, tidur." Raffa beranjak pelan agar Raja tak terusik dari tidurnya.

Raffa membuang napas lega kala putranya kini sudah terlelap di kamarnya sendiri.

Mengusap kepalanya pelan, memberi kecupan di dahi, Raffa langsung pergi menuju kamarnya.

Malam ini, orang-orang rumah tak biasanya tidur di bawah jam 10. Raja juga, biasanya dia tidak rewel ingin tidur ditemani oleh Raffa.

Lampu di ruang tengah juga sudah mati. Itu berarti, manusia-manusia yang berpenghuni di rumah ini sudah kembali ke kandang mereka masing-masing—alias kamar.

Cklek

Raffa menghela napasnya melihat Lily yang juga tertidur. Akhirnya, Raffa memilih masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka, kaki, dan juga sikat gigi.

Setelah selesai, ia kembali keluar. Namun, betapa terkejutnya Raffa kala melihat Lily yang saat ini terduduk di tepi kasur seraya menatap ke arah lantai.

"Aku kira kamu tidur, Ly," ujar Raffa seraya mengelap wajahnya dengan handuk kecil.

Setelah itu, ia berjalan ke arah Lily dan duduk di sebelahnya. "Kebangun?" tanya Raffa.

Lily menggaruk pipinya yang sama sekali tidak gatal. Ia terlihat ingin mengungkapkan sesuatu, tapi terlalu sulit untuk ia ucapkan.

"A-aku … itu loh, Raf—"

"Kenapa, sih?"

Lily menggeleng kuat. Ia akhirnya memilih kembali berbaring di atas kasur dengan selimut tebal yang sengaja ia naikkan sampai lehernya.

Raffa heran melihat Lily yang tiba-tiba menjadi aneh begitu.

Mengedikan bahunya tak acuh, Raffa akhirnya memilih ikut berbaring di samping Lily.

Saat Raffa akan memejamkan matanya, suara Lily malah membuat Raffa kembali membuka mata.

"Raf, kalau kita lakuin itu sekarang … sakit gak?"

"H-Hah?" Raffa sontak saja langsung duduk. Ia menatap Lily kaget.

Tangannya terulur menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Y-ya mana aku tau. Aku cowok, kamu cewek. Ya kayaknya sih kalau dari segi cowok mah—"

Lily beranjak dan langsung menutup mulut Raffa menggunakan tangannya. Ia mengatur napasnya yang tiba-tiba saja tak beraturan.

"Jangan diterusin."

"Tadi kamu nanya." Raffa melepaskan tangan Lily yang berada di bibirnya dengan lembut.

Lily menghela napasnya. "Iya, sih."

"Kalau mau tau, Yaudah ayo rasain sendiri. Aku bantuin," ucap Raffa tanpa sadar.

Lily mengangguk. Ia turun dari atas kasur kemudian mengunci pintu kamar. Setelah itu, ia berlari ke arah pintu balkon, menguncinya juga. Menutup jendela dengan gorden.

Setelah selesai, ia duduk kembali di samping Raffa. "Emang kamu mau?" tanya Lily.

"Ly, anjir!" Raffa mengacak rambutnya frustasi.

Raffa meraih tangan Isterinya. Menatap ia lekat, "Kamu yakin udah siap?"

"Y-ya, siap gak siap, mau sekarang atau nanti sama aja. Sama-sama bakal—"

Tanpa memberi waktu Lily untuk meneruskan ucapannya, Raffa langsung mengecup bibir Isterinya itu singkat.

Lily menahan dadanya. "Ih! Baca doa dulu, kek! Deg-degan, nih!"

Raffa memejamkan matanya membaca doa. Begitupun dengan Lily. Setelah itu, keduanya masuk ke dalam selimut dan keduanya melakukan hal layaknya suami isteri lakukan.

***

Raffa membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah jam di dinding yang menunjukan pukul 5 pagi.

Kemudian, ia beralih menatap ke arah Lily yang masih tertidur di pelukannya.

Tangan Raffa terulur mengusap lembut pipi gadis itu. Kemudian, ia mencium lembut kening Lily.

Setelahnya, Raffa memilih duduk dan meraih handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Turun dari atas kasur, cowok itu memilih masuk ke kamar mandi.

"Asstagfirullah." Raffa membelakkan matanya kala membuka pintu langsung disuguhi oleh Om Ocong.

"Cie … udah unbosking."

"Unbosking mata lu. Gak bisa bahasa inggris gak usah sok-sok'an, deh. Awas, gue mau mandi!" usir Raffa.

Om Ocong mencebikan bibirnya. Akhirnya, ia memilih melompat dan menyingkir dari hadapan Raffa.

Mata Raffa langsung menatap tajam ke arah Tuyul Ompong. "Apa?"

"Enggak, Om." Dia tercengir lebar.

Raffa mendengkus kesal. Setelah kedua setan itu menyingkir, Raffa memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Perlu waktu beberapa menit untuk Raffa membersihkan diri. Setelahnya, ia keluar dari dalam kamar mandi dan memilih meraih baju Koko dan juga sarung.

Memakainya, kemudian memilih membangunkan Lily. "Ly, bangun, mandi sana. Kita shalat."

Lily mengerjapkan matanya. Ia menyulitkan matanya ke arah jam dinding. "Udah pagi?"

"Belum, masih sore," jawab Raffa kesal.

Lily meraih bantal. Kemudian, ia memukulnya pada lengan Raffa. "Apaan, sih?! Masih pagi udah bikin dosa!"

"Iya-iya, sana mandi. Keburu habis waktunya."

"Iya, kamu duluan aja. Aku takutnya lama." Lily melilit tubuhnya menggunakan selimut. Kemudian, ia memilih masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.

Sedangkan Raffa, ia memilih menunaikan ibadah shalat subuh.

Selang beberapa menit, Lily keluar dengan rambutnya yang basah. Ia tersenyum melihat Raffa yang masih berada di atas sajadah dengan Al-Qur'an yang tengah ia baca.

***

Jam 6 pagi, di meja makan Raffa sudah siap dengan baju kantornya. Pria itu menatap ke arah Raja yang masih terlihat mengantuk.

Rambut Raja acak-acakan. Bahkan, sesekali dia menguap dan hampir tertidur kembali.

Tapi biarpun begitu, bibit Raffa jangan diragukan. Raja terlihat tampan walau masih kecil. Apalagi, wajah Raja ada campuran luar.

"Kamu udah cuci muka belum, sih?" tanya Raffa pada Raja.

"Makan cuci muka dulu enggak enak, Pa. Biar sikat giginya sekalian. Iya kan, Abah?" tanya Raja pada Fatur.

Fatur terantuk. Ia mengangguk-anggukan kepalanya. "H-hah? Iya-iya."

Dena memicingkan matanya. Di bawah sana, tangannya mencubit pinggang Fatur hingga ia mengaduh.

"Ngajarin cucu yang beneran dikit gak bisa?" tanya Dena.

"I-iya, bisa-bisa. Yang itu cuman bercanda." Fatur tercengir lebar.

Lily tertawa pelan. Ia beranjak, kemudian mengajak Raja untuk mencuci mukanya terlebih dahulu.

"Bang, gak ada rencana beli rumah lo?" tanya Riffa.

Raffa berdehem pelan. "Bukan ada. Tapi udah ada. Cuman belum jadi, masih niat," jawab Raffa.

Riffa membelakkan matanya. "Cakep lo kayak gitu?"

"Gue cakep kok dari lahir," jawab Raffa enggak nyambung.

Riffa memutar bola matanya malas. Tangan Raffa terulur mengacak puncak kepala adiknya itu. "Udah ada, beneran belum jadi. Mungkin sekitar 1 atau dua minggu lagi. Iya kan, Pa?" tanya Raffa.

"Mana Papa tau, yang ngurus bangunan kamu. Kenapa malah tanya Papa."

"Gengsi dong, orang nanya baik-baik dijawab ketus kayak gitu."

Fatur mengedikan bajunya tak acuh. "Lama banget seminggu sampe dua minggu.. Kenapa gak sekarang aja? Bosen papa liat muka kamu."

"Halah, waktu Raffa di Amerika aja, Papa nanya terus kapan Raffa pulang. Gak usah gengsi gitu deh Pa. Raffa tahu Papa gak ikhlas Raffa pergi, kan?" Raffa menaik turunkan alisnya.

Fatur melotot tak terima. "Enak aja! Papa gak akan nanya kamu kapan pulang kalau Mama kamu gak nyuruh, ya!"

"Kamu—"

"Diem! Mama siram nih pake sayur panas!" Dena melotot ke arah Fatur dan juga Raffa.

Akhirnya, keduanya bungkam. Namun, tak lama kemudian suara tepuk tangan berasal dari Raja yang tengah berjalan ke arah meja makan, membuat Raffa dan Fatur mendengkus kesal.

"Hore! Nenek, Oma, Nini, keren!" Raja mengacungkan dua jempolnya.

"Keren apanya?" gerutu Raffa.

"Keren bisa bikin orang banyak omong langsung diem," jawab Raja.

Asstagfirullah, anak siapa ini?!

TBC

Hallo! Kangen gak?

Lama banget ya gak up wkwk T.T

Kangen juga aku sama si anak gengsi T.T

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin di sampaikan untuk Raffa

Raja

Lily

Fatur

Dena

Up 1 minggu 2 kali setuju gak? Mau hari apa aja?

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro