Part 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Raja dan juga Raffa duduk di dalam mobil berdua. Tadi pagi, ketika bangun Raja langsung menanyakan Lily dan memaksa ingin bertemu dengan gadis itu.

Mau tidak mau, Raffa langsung menghubungi Lily sekalian mengajak gadis itu untuk sarapan bersama.

Suhu badan Raja sudah menurun. Walaupun terlihat jelas jagoan Raffa masih terlihat lemas.

"Hai!" sapa Lily saat dirinya masuk ke dalam mobil Raffa.

Raja langsung merentangkan tangannya meminta digendong. Lily dengan senang hati menerimanya.

"Udah sembuh?" tanya Lily seraya mengecek suhu badan Raja.

Raja mengangguk semangat. "Udah. Kan mau ketemu sama Tante."

"Gak usah manja." Raffa mendengkus kesal melihat Raja yang begitu manja pada Lily.

"Biarin lah. Iri aja," ucap Lily menyahuti.

Raffa menoleh, cowok itu mengangkat sebelah alisnya. "Gue? Iri? Gengsi dong, masa gue iri sama bocil kayak si Raja."

"Bocil-bocil gini anak lo, ya!"

"Calon anak lo," sahut Raffa.

Lily dan Raffa saling pandang. Kemudian, keduanya tertawa entah karena apa.

Raja bingung, ia langsung memicingkan matanya melihat Raffa dan juga Lily secara bergantian. "Papa sama Tante Lily ngetawain apa?"

"Tante Lily ternak tai kuping," jawab Raffa asal.

Cowok itu memilih melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Di perjalanan, Raffa, Lily, dan juga Raja terus melontarkan obrolan-obrolan ringan.

Sampai beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah taman yang saat ini dipenuhi penjual dan juga orang-orang yang tengah berolahraga.

"Yuk." Raffa menggendong Raja dengan tangan kanannya. Kemudian, tangan kirinya ia gunakan untuk menggenggam tangan Lily.

Lily tersenyum. Gadis itu langsung mengikuti langkah Raffa yang saat ini terarah pada tukang bubur.

"Dua ya, Mang," pesan Raffa.

"Kok 2?" Lily mengerutkan alisnya heran.

Raffa menoleh. "Kalau tiga, Raja makannya gak akan habis. Dia biar berdua sama aku aja."

"Aku?" Lily membelakkan matanya kala kosa kata yang Raffa gunakan mendadak berubah.

Raffa tersenyum kikuk. Cowok itu memilih menarik Lily untuk duduk di kursi panjang berbahan kayu.

"Papa, Raja mau itu!" Raja menunjuk penjual balon spongebob.

"Susah bawanya."

"Beli, Pa. Bukan bawa," jawab Raja.

Raffa mengusap wajahnya kasar. "Susah bawa di mobilnya, Raja."

"Bisa, Pa. Raja duduk di belakang sama si kuning." Raja melompat turun dari pangkuan Raffa.

Kemudian, ia mengadahkan tangannya pada Raffa. "Minta uang."

"Kerja dong!"

"Ngapain kerja? Kan punya Papa."

Lily tertawa melihat wajah frustasi Raffa. Jika dulu Raffa yang selalu membuat orang darah tinggi, sekarang bagian Raffa yang terkena darah tinggi karena putranya.

Pasrah, Raffa akhirnya mengeluarkan uang dan memberikannya pada Raja. "Langsung ke sini lagi. Kita sarapan dulu, habis itu kita jalan-jalan. Kamu kan katanya mau main game di mall," ucap Raffa.

"Iya." Raja langsung berlari meninggalkan Lily dan juga Raffa ke arah tukang balon.

Tangan Raffa terulur meraih tangan Lily dan menggenggamnya. "Sekalian cari cincin, ya?"

"Buat?"

"Buat lamaran nanti malem. Biar kamu bisa pilih yang kamu suka." Raffa tersenyum seraya merapikan rambut Lily yang terlihat berantakan.

Lily mengangguk. Raffa sudah berbicara lewat telepon tadi malam. Katanya, Fatur dan juga Dena sudah setuju.

Malam nanti, Raffa akan datang ke rumah Lily bersama kedua orang tuanya untuk melamar Lily.

"Tapi, Ly, kamu serius mau nerima Raja?"

"Udah deh, jangan ngomongin itu lagi. Raja kan gak salah, dia juga masih kecil, Raf. Kalau nanti dia sekolah, dia pasti minder lihat orang lain punya Ibu, sedangkan dia enggak." Lily menatap lurus ke arah Raja yang terlihat tengah memilih balon yang ia inginkan.

***

"Itu cincin buat Apa, Pa?" Raja menatap Raffa yang tengah sibuk memilih cincin bersama Lily.

"Buat papa pasang di hidung kamu. Biar kayak kerbau, mau?"

Raja menggeleng. Ia langsung berlari ke arah Lily dan memeluk kakinya dengan erat. "Tante, Raja disamain sama kerbau."

Lily tertawa pelan. Ia memilih menunjukan satu cincin yang ia suka. "Yang ini aja gimana, Raf?"

"Kamu suka?"

"Kamunya suka gak?" Lily bertanya balik.

Raffa mengusap dagunya menggunakan jari telunjuk dan jempol. "Aku Mah suka aja kalau kamu juga suka."

"Dih, udah Mbak, yang ini aja, ya," kata Lily.

Raffa tertawa. Agak geli juga sebenarnya berbicara aku-kamu pada Lily. Mengingat, selama mereka kenal panggilan lo-gue sangat melekat pada mereka.

Tapi, masa iya, akan menjadi suami isteri masih menggunakan kosa kata itu? Apa kata orang nanti?

"Raf, habis ini kita ke mana?"

"Raja mau main game, Pa! Tapi Raja pusing!" sahut Raja.

Raffa sontak berjongkok dan mengecek suhu tubuh Raja. Raja menepis tangan Papanya. "Raja pusing, bukan panas, tahu!"

"Papa khawatir doang, tahu!"

"Raja kuat, tahu!"

"Diem kalian tahu!" kesal Lily.

Raja dan Raffa saling tatap. Keduanya sontak tertawa bersamaan. Walaupun Raja tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

***

Malam itu tiba. Saat ini, Raffa, Fatur, Dena, Riffa, Raffa, dan juga Raja sudah duduk di ruang tamu milik keluarga Anshari.

Raffa meremas jari jemarinya sendiri. Baru kali ini ia merasa gugup untuk berhadapan dengan Rizki—Papanya Lily.

Padahal, biasanya Raffa akan biasa-biasa saja.

"Intinya anak gue mau lamar anak lo. Gak usah banyak bacot lo!"

Raffa membelakkan matanya mendengar ucapan Fatur yang tertuju pada Rizki dan juga Ivi.

"Yaelah, gitu amat ngelamarnya. Ini anak lo mau minang anak gue lo, bisa-bisanya lo malah mau ngajak gue ribut!" sahut Ivi kesal.

Fatur mengangkat sebelah alisnya, "Terserah. Intinya gimana? Diterima gak? Kalau enggak gue balik."

"Yaudah sana balik!"

"Ma …." Lily mendengkus kesal melihat itu.

Rizki tertawa, sedari SMA mereka memang tidak pernah serius kecuali jika benar-benar genting.

Akhirnya, ia memilih memajukan tubuhnya dan menatap serius ke arah keluarga Raffa. "Raf, lo beneran serius kan sama anak gue?"

"Iya, Om."

"Gue gak masalah sama status lo, selama lo bener-bener serius sama anak gue. Gue gak pernah permasalahin itu, gue setuju-setuju aja. Semua keputusan ada di Lily, semuanya gue serahin sama dia."

"Dia berhak memilih, dan gue sama Ivi sebagai orang tua cuman mendukung keputusan dia," sambung Rizki.

Raffa menarik napasnya pelan berusaha menetralkan detak jantungnya yang sudah tidak karuan. "Om, jujur Raffa gak mengelak kemarin-kemarin Raffa nyakitin Lily dan mungkin bener-bener bikin dia sakit hati banget. Raffa pribadi benar-benar minta maaf sama Om, sama Tante juga. Raffa gak akan kasih pembelaan atas sikap Raffa. Tapi kalau misalkan Lily benar-benar mau menerima Raffa, lagi …."

"Raffa akan berusaha buat gak nyakitin Lily dan buat dia bahagia selama dia sama Raffa," sambung Raffa.

Rizki menepuk pundak cowok itu. "Anak gue udah cerita. Sikap lo kemarin soal lo yang tanggung jawab atas anak lo itu gak salah. Itu membuktikan kalau lo, emang cowok yang tanggung jawab. Tapi, gue juga gak membenarkan tindakan lo yang hadapin masalah lo sendiri, Raf. Lo masih punya keluarga, masih punya sahabat, lo bisa berbagi sama mereka. Walaupun belum tentu masalah lo selesai, tapi seenggaknya ada sedikit kelegaan di hati lo."

Raffa mengangguk. Kemudian, ia beralih menatap Lily yang saat ini tengah duduk di antara Rizki dan juga Ivi. "Ly," panggil Raffa.

"Iya?"

"Pa, Raffa bingung ngomongnya gimana." Raffa langsung menatap ke arah Fatur. Wajahnya terlihat jelas bahwa dirinya tengah gugup sekarang.

"Gak usah malu-maluin kamu."

"Ly, mau jadi Isteri aku gak?"

Plak!

"Aduh!" Raffa membelakkan matanya kala sebuah tamparan melayang mulus tepat di pipinya.

Cowok itu menoleh dan menatap tajam ke arah Raja yang saat ini mengacungkan telapak tangannya. "Ada nyamuk, Pa."

"Bisa gak sih jangan ganggu momen dulu?"

"Momen itu apa?" Raja mengerjapkan matanya tak mengerti.

Riffa memukul pundak Raffa kesal. Gadis itu langsung menatap tajam ke arah Abangnya. "Jangan marah-marahin keponakan gue!"

"Anak gue! Terserah gue lah!"

"Raf, ini mau dilanjut gak? Kalau enggak, mendingan pulang. Malu-maluin aja," ujar Fatur.

Raffa mendengkus kesal. Cowok itu kembali menatap ke arah Lily yang ternyata tengah tertawa akibat pertengkaran kecil antara Raffa dan juga Riffa.

"Gak usah ketawa kamu. Gimana? Mau gak? Gengsi dong kalau gak mau. Kan yang pilih cincinnya kamu," ucap Raffa.

"Yang bener lo ngelamar anak gue!" Ivi melotot menatap ke arah Raffa.

"Ma, diem deh." Billy memutar bola matanya malas melihat mamanya yang sedaritadi emosi terus menerus.

Lily menghela napasnya. Akhirnya, ia memilih menyodorkan tangannya pada Raffa. "Pasangin cincinnya."

"Hah?" Raffa tercengang. Ini dirinya diterima, atau bagaimana?

"Gak jadi diterima, nih!" ancam Lily.

Raffa sontak menarik tangan Lily dan memasangkan cincin ke jari manis gadis itu. Ia tersenyum lebar, "Akhirnya!" teriak Raffa dan langsung melompat girang kala cincin itu berhasil tersemat.

"Belum akhir! Belum nikah! Jangan berlebihan kamu!"

Raffa berdecak kesal mendengar cibiran Fatur. Cowok itu kembali duduk dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Yaudah, sekalian pilih tanggal aja. Lebih cepat lebih baik."

Ucapan Dena, sontak membuat Raffa kembali tersenyum lebar. Ah, Mamanya ini memang paling mengerti Raffa sedaridulu.

TBC

Hallo! Kangen gak? Udah lama banget ya T.T

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk

Raffa

Lily

Raja

Fatur

Rizki

Dena

Ivi

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro