GOB-004

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Selamat, Kim Sohyun! Ini hari kedua kehidupanmu di neraka!

Masih dengan kesadaran yang sama, aku bernafas berat, melangkahkan kedua kaki cantikku ke dalam sana. Takut? Iya. Sejujurnya aku takut akan pingsan seperti kemarin, namun mama memberiku bekal yang tidak biasa hingga aku setuju untuk memberanikan diri berangkat ke Perth Glory.

Aku tak sempat berkeliling gedung kampus baruku, hanya saja, ingatanku seribu kali lebih kuat dari seekor lumba-lumba. Jadi, tanpa banyak bergerak dan membuang energi, aku berjalan angkuh menuju ke kelas seniku.

Mataku tak berani memandang kanan-kiri. Iya, aku tau kalau penampilanku terlalu mencolok hari ini. Sebenarnya tidak juga, aku berdandan selayaknya para gadis yang lain. Aku memoles wajahku tidak ubahnya seperti saat aku berada di kampus lamaku.

Aku tahu aku cantik. Lihat saja, para makhluk adam itu tiada henti memperhatikanku ketika aku melintas di depan mereka.

Berkat bekal dari mama, setidaknya rasa cemasku berkurang. Untung ampuh. Jika tidak, mungkin kematianku benar-benar akan terjadi detik ini juga.

"Sial!" umpatku dalam hati.

Ya Tuhan, aku lupa kalau ada lorong di sini? Sejak kapan mereka memindahkan lorong yang seharusnya tidak aku lewati?

"Aku mengingatnya betul, kok. Kemarin nggak lewat sini!"

Lagi-lagi aku mengumpat, berkeluh kesah, marah!

Memang sial nasibku. Aku tidak akan pernah sekolah di sini dengan tenang, aku yakin itu. Mama salah menempatkanku di sini.

"Sohyun, bagaimana kau bisa lupa? Dasar bodoh!"

Aku memutar kepalaku, meneliti lingkungan sekitarku. Barangkali ingatanku kembali, aku salah belok di bagian mana ya? Ini lorong ke berapa? Tangga di sebelah mana? Ini jam berapa??

"Oh, sial! Sial! Sial! Aku hampir telat!!"

"Dan sekarang aku tersesat!! Perth Glory terkutuk! Kau sengaja, ya, mengerjaiku?"

Biarlah orang menganggapku gila karena aku berteriak-teriak sendirian. Pada dasarnya, lantai tempat di mana aku berpijak sudah merusak sel-sel otakku, menjadikanku tidak waras!

Sret~

Aku terhuyung ke depan. Tanganku digenggam oleh seseorang. Wait, what–

Dia pakai celana?!

Jangan bilang–

"Sini, bareng aku aja!"

Perth Glory terlaknat!

***

"Cie ...."

"Cie, cie ...."

"Eaa ...."

Aku meniup poni yang kususun dengan rapi. Aku pejamkan mataku sejenak, kukontrol nafasku dengan sempurna. Ayo, tahan Kim Sohyun, jaga image-mu sebagai cewek kalem. Kau tidak boleh terlena.

"Hei, kau ini, tanggapi aku, dong!"

Hah ....

Udara kepasrahan lolos dari mulutku. Hidungku kembang-kempis menantikan, kapan Yoojung menjahit mulutnya rapat-rapat?

Dia berisik, aku jadi tidak bisa konsentrasi di dalam kelas.

"Hya! Diamlah ... kau tidak lihat, Sohyun merasa terganggu karena sikapmu."

Terima kasih. Baguslah ada Saeron yang bisa membaca isi hatiku. Buat Kim Yoojung membisu untuk sesaat saja, Tuhan. Aku mohon.

"Kenapa? Kenapa, kenapa? Aku kan hanya ikut senang saja."

"Senang? Kau bisa lihat tidak, raut wajah Sohyun saat ini? Dia tidak suka dan merasa terganggu."

"Dasar, kalian sama saja! Saeron sebagai seorang gadis, tolong buka sedikit matamu. Ini momen yang sempurna, kau tidak sadar bagaimana Hanbin membawa Sohyun ke kelas tadi?"

"Mereka bergandengan tangan ...," ucap Yoojung berbinar-binar.

Padahal, apa yang ia lihat tidak seperti kelihatannya. Kesimpulannya salah. Salah besar.

"Yang aku tau, Hanbin itu jarang sekali menyentuh cewek. Pacar aja dia nggak punya. Masa iya, tiba-tiba dia gandeng tangan Sohyun kayak gitu? Mesra, kan?"

Aku dan Saeron menggelengkan kepala berbarengan.

"Yah, walaupun Hanbin kadang-kadang otaknya nggak beres, suka konyol dan hiperaktif, tapi dia kan juga masuk golongan cowok tertampan sekampus. Begonya Hanbin ya di situ tuh, padahal dia bisa manfaatin ketenarannya buat dapetin cewek. Tapi, dia malah nggak seru, single aja terus sampai jadi kakek-kakek!"

Ya, cerocos Yoojung tanpa kenal lelah membuat kami, aku dan Saeron, hanya bersikap seperti patung. Biarkan saja bibirnya menengang, kering, kaku, dan nggak bisa lagi digerakin. Kecepatan ngomongnya aja bisa ngalahin kecepatan cahaya sampai ke bumi. Sekejap mata sampai kau tidak akan bisa menangkap apa yang Yoojung jabarkan panjang lebar.

Sementara dia bermonolog, aku kepikiran hal yang lain. Minuman apa, ya, yang mama tadi berikan? Kok minuman ini ajaib, maksudku, gara-gara minuman ini aku bisa bersikap santai saat cowok itu mendekatiku. Bahkan memegang tanganku.

Luar biasa.

'Tapi ingat, Sohyun. Minumnya nggak boleh sering. Cukup saat kau 'butuh' saja.'

Pesan itu pun aku ingat betul-betul. Meskipun mama nggak jawab apa alasannya, ya, bagiku ia memberiku minuman ini saja sudah cukup. Paling tidak, aku bisa bertahan dan beradaptasi di kampus ini untuk beberapa waktu ke depan. Mari kita lihat.

***

Saking asyiknya memainkan ponsel, aku tidak sadar kalau Saeron dan Yoojung berada jauh di depanku. Dan bingo! Aku ketinggalan!

"Wah, baru aku tinggal sehari saja Sookmyung jadi heboh."

Aku berkomentar, saat kubuka media sosialku untuk mengetahui kabar terkini Universitas Sookmyung yang telah aku tinggalkan.

"Memang tak ada yang bisa menggantikan posisiku. Gadis manapun, termasuk Bora. Aku tetaplah menjadi ikon Sookmyung, pemegang gelar gadis tercantik. Haha."

Senyum dan tawa kecil terulas di setiap gerak kakiku.

"Loh? Kemana Saeron? Yoojung? Aku di mana?"

Dimana akalmu Sohyun? Ceroboh! Kau jadi hilang lagi, kan?

Aku mengambil duduk di salah satu bangku yang berada di lorong. Semisal, google map mampu menjangkau seisi Perth Glory, aku pasti dapat pergi ke tempat mana pun yang kumau tanpa perlu seorang navigator.

Sayangnya, google map terbatas. Mau bertanya pun percuma. Iya sih, minuman itu mampu meredam kecemasan dan ketakutan yang meliputi diriku, namun sayang, tidak ada obat untuk mendapat keberanian.

Mau bertanya saja aku tidak sanggup. Lihat, disini banyak anak lelaki. Cewek yang kujumpai juga satu dua saja. Walaupun aku sempat menanyai mereka, mereka malah memandangku tak enak dan mengabaikan keberadaanku. Kenapa? Apa aku punya salah? Apa aku terlihat aneh?

Semua orang lah yang aneh. Yang tidak ya cuma Saeron. Yoojung? Aku masih belum terbiasa dengan si cerewet itu. Akan kupertimbangkan, haruskah dia kuanggap normal atau tidak.

Tapi mereka berdua tetap temanku, tanpanya, aku pasti sangat tidak betah menghirup oksigen Perth Glory yang selalu tampak menyesakkan dada.

"Hei, Nerd! Kita ketemu lagi!"

Aku mendelik, menelan ludahku begitu sulit. Kenapa harus bertemu dengannya lagi? Aku menyumpahi takdirku yang selalu berjalan tidak baik!

"Kenapa duduk sendirian? Kau tersesat, ya?"

Aku tertawa, meringis, tidak nyaman. Cowok itu mengambil tempat di sebelahku. Aku bergegas menggeser pantatku lebih jauh darinya. Ia mengamati pergerakanku, kemudian ia lebih dekat lagi, masih dengan senyuman khasnya dan tatapannya yang tidak dapat terbaca olehku. Aku bergerak lebih jauh lagi, ia mendekat lagi. Begitu seterusnya sampai aku hampir terjatuh ke dasar lantai kalau saja cowok itu tidak menahan lenganku.

"Jangan sentuh-sentuh!" teriakku yang langsung ia sambut dengan lepasan tangan.

Aku mengelap lenganku dengan sebelah tanganku yang lain. Noda! Aku ternodai! Aku disentuh cowok untuk kedua kalinya hari ini! Hah, menyebalkan!

"Galak banget ...."

Meskipun berbisik, aku dengar jelas kalimatnya tadi. Namun aku tetap diam saja, tidak menanggapinya.

"Mau pisang?"

Dia menggenggam sebuah pisang, ia sodorkan padaku. Apa tidak ada hal lain selain pisang?

"Kau tidak suka? Bagaimana dengan banana milk?"

Aku tetap mengunci mulut rapat-rapat.

"Kue pisang? Cookies pisang?"

"Atau kau mau es krim rasa pisang? Aku baru saja membelinya dari kantin. Yah, walaupun sebenernya ini punya temanku. Tapi aku kasih gratis untukmu. Mau?"

Apa dia ketergantungan pisang? Apa pisang buah yang adiktif? Sejak kali pertama kami bertemu, ia tak pernah jauh dari buah berwarna kuning itu. Boleh dong aku menyebutnya monyet?

"Tidak!" jawabku singkat karena lelah dengan kebisingan yang ia buat.

"Oke, aku tau apa yang kau inginkan."

Aku melebarkan mata, semakin awas. Takut kalau-kalau cowok ini berbuat yang tidak aku harapkan.

"Aku akan mengantarmu ke kelas."

Wah, dia tau. Baguslah. Artinya–

"Hei!!"

Aku menampar tangannya yang 'lagi-lagi' hampir menyentuhku.

"Bisa tidak, jangan main sentuh. Aku tidak suka!"

"Iya, iya, nona yang galak."

"Aku jalan duluan," ucapku kemudian, dan ia menuruti apa yang kuminta.

"Jaga jarak! Kau harus 3 meter di belakangku!" kataku tidak santai, karena jujur saja, aku tidak mempercayai cowok ini. Dia suka berbuat seenaknya, main pegang, main nempel, pokoknya aku nggak suka!

"Aku bilang 3 meter di belakangku! Apa kau tuli?"

"Santai Nona ... santai ... setidaknya, biarkan aku memperbaiki pikiranmu."

Huh? Dia ngomong apaan?

"Kalau aku berjalan di belakangmu, lalu bagaimana caraku menunjukkan jalan? Memang kau tau kelasmu ke arah yang mana?"

Benar juga.

"Tapi kau kan bisa teriak dari belakang, aku harus belok ke mana dan berjalan ke arah mana," alasanku.

"Hm hm ... tidak bisa. Sebagai cowok, aku harus memimpin di depan."

Dia pun bergerak melintasiku.

"E-eh!!"

Plak.

Aku menampar tangannya lagi. Dia mau menyentuh, apa itu kebiasaannya?

"Ah, ya, maaf. Aku terlalu suka berkontak fisik, apalagi dengan anak baru, hehe."

Cengirannya membuat mood-ku semakin turun. Astaga.

"Sana!!" bentakku hingga ia menutup kedua telinganya.

"Aduh, suaramu merdu sekali. Rumah siput di telingaku jadi retak nih,"

Masa bodoh.

***

"Wah, Sohyun ... wah ... kau diantar lagi oleh pangeran berkuda putihmu, ya?"

"Kau tau, kami sempet panik tadi nyariin kamu. Untung ada Hanbin yang nemuin dan nganter kamu ke sini."

"Apaan, sih, Yoo. Orang kebetulan ketemu doang kok."

Yoojung tertawa cekikikan. Persis seperti suara hantu di film horor. Aku tidak habis pikir, setertarik itukah dia padaku dan Hanbin? Ya, aku rasa cowok monyet itu namanya Hanbin.

"Dia kan temen deketnya Kak June, kalau nanti Hanbin deketin kamu, kamu bantu aku deketan sama Kak June ya? Ya? Ya?"

Yoojung menggamit lenganku dan menarik-nariknya.

"Astaga, Yoojung. Siapa lagi setelah ini?" sahut Saeron tiba-tiba.

Didekati cowok?

Never.

Aku tidak akan membiarkan diriku lengket dengan makhluk yang berspesies cowok. Dan aku berharap, kami tidak akan pernah berjumpa kembali.


***

"Aduh, kok Pak Yoon lama banget jemputnya!"

Aku bergeming, berdiri dengan kedua kaki yang kesemutan. Rasa cemas mulai menjalari tubuhku. Ini sudah sangat sore, tetapi sopirku belum muncul juga.

"Gimana, dong?"

Seandainya kalian menjadi diriku dalam sehari saja, kalian akan tau bagaimana kacaunya pertahananku saat berdiri sendirian di tepi jalan dengan keramaian para cowok yang pulang dan keluar dari dalam gerbang.

Karena sibuk melamun seorang diri, tak kusadari, aku hampir saja tertabrak sebuah motor yang suaranya sangat menyumpal telinga. Hampir!

"Woi!! Dasar nggak punya mata!"

Ya, teriakan inilah yang pada akhirnya mengembalikan kesadaranku. Selamatlah aku.

"Kamu nggak papa? Hati-hati dong, jangan ngelamun. Ntar kerasukan bisa gawat tau!"

"Kamu lagi?" gumamku.

"Iya?"

Dan Tuhan ternyata tidak mengabulkan harapanku. Aku yang ingin menjauh, namun dia malah semakin mendekat. Tentu saja, ini semua bukan skenarioku, maupun skenario orang yang menolongku.

Setiap hal di dunia ini sudah diatur oleh Sang Penguasa. Dan ini pertama kalinya aku mengeluh atas jalan cerita yang dibuat-Nya.

"Kenapa harus kau lagi?"

"Karena ... apa, ya?"

Dia menyadari sesuatu, melihat arah mataku memandang, segera ia lepaskan tautan jemarinya yang menangkap tubuhku tadi.

Ah, jantungku rasanya tidak karuan.

Baguslah aku masih bisa mengontrol diri.

"Kau tau,"

Ia berjalan mundur, tiga meter. Persis seperti permintaan yang aku ajukan waktu istirahat di kampus tadi siang.

"Bagiku, dalam hidup hanya ada dua pilihan."

Aku membuang muka. Berusaha untuk tidak memihaknya, berusaha untuk tidak terpengaruh ucapannya, berusaha dingin, supaya dia tidak mendekatiku lagi. Ya, anggap saja ini sebuah antisipasi supaya ke depannya cowok itu lebih hati-hati, bertemu denganku tanpa kontak fisik sekali pun. Ck ....

"Teman atau lawan," lanjutnya yang berhasil menyita perhatianku. Oke, aku kalah telak.

"Apa maksudmu? Dengar, jauhi aku," ucapku.

Jelas bukan?

Kuharap dia mengerti apa artinya 'jauhi aku'.

"Teman untuk kudekati, dan lawan untuk kubenci."

"Pak Yoon!"

Kulambaikan tangan pada sopirku yang telah berada di seberang jalan. Aku berlari kecil, menghiraukan cowok aneh itu yang mungkin tengah melirikku—meminta perhatian.

"Tidak apa-apa, sebentar lagi, kau tau apa maksudnya teman."

"Sampai jumpa lagi, Nerd!"

Aku melengos, menghindari pertemuan dengan kedua matanya. Segera kuminta Pak Yoon untuk menutup jendela mobil.

"Si galak itu ... Huh ... apa yang nggak beres dengannya?"


















To be Continued.

Hai, cerita ini balik lagi. Minggu ini semangat nulisku lumayan meningkat, hehe. Jadi bisa update cepat.

Tapi maaf kalau ada bagian yang kurang berkenan atau mungkin terlihat nggak jelas. Aku lagi flu, ide-ide di otak jadi ikutan rontok semua waktu bersin-bersin.. wkwk.

Maafkan ya.

Tunggu kelanjutannya..

Oh ya, motor yang hampir nabrak Sohyun tadi itu tokoh utama yang lain. And maybe, bakal jadi tokoh selanjutnya yang aku ungkap. Haha, siapa? It's secret!



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro