GOB-011

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Makasih 1k votesnya :")

.

.

"Pokoknya, aku nggak mau satu apartemen sama dia! Kan aku udah bilang dari dulu, aku benci sama anak itu!"

"Belikan aku apartemen yang baru!"

Di sebuah rumah yang kapasitasnya besar, bentakan, bantahan, dan kata-kata kasar memantul dari tiap sudut dinding betonnya.

Ketika dua orang itu saling berdebat untuk menentukan negosiasi yang tepat, beberapa orang dilarang mendekat. Selain karena diusir, para pelayan di rumah itu merasa takut dengan kemarahan dan amukan dari tuan mudanya sendiri.

"Daddy sudah bilang berapa kali sama kamu? Kamu itu belum pantas mendapatkan apartemenmu sendiri!"

"Kamu itu nggak bisa ngurus diri, selalu bertindak semaunya! Mau jadi apa kalau Daddy terus manjain keinginan kamu?"

"Perbaiki dulu sikapmu baru minta yang lebih!"

"Dad?!!"

Daddy-nya mengabaikannya.

"Cih!"

Anak muda itu pun meloloskan diri dari rumah. Menyeret jaket kulit hitamnya dan menyambar sebuah motor yang terparkir di halaman utama lalu mengendarainya dengan cepat tanpa waspada.

***

"Akhirnya, selesai juga belanja bulanan. Kalau bukan gara-gara mama yang jarang di rumah, aku nggak akan capek-capek begini."

"Mana mama nggak mau lagi sewa jasa pembantu rumah tangga. Bikin repot saja!"

Aku berjalan menggerutu menuju mobil. Baru saja aku keluar dari supermarket, membawa beberapa kantong kebutuhan selama sebulan ke depan. Tidak terlalu banyak, sih, asalkan ada ramen, si kebutuhan primerku.

Apalagi? Aku tidak pandai memasak.

Juga beberapa lembar roti dan selai kacang kesukaanku dan mama.

Ya, mama sangat jarang pulang. Terkadang, aku menghabiskan rotiku ini hanya dalam beberapa hari. Aku bukan tipe yang suka diet ketat. Kalau lapar, ya aku makan saja. Namun, ketika mama di rumah, semua diatur serba ribet.

Katanya, aku harus jadi vegetarian. Tidak boleh keseringan makan daging dan menu berlemak lainnya. Harus rajin berolahraga demi menjaga berat badan ideal, serta bentuk tubuh. Dan tidak boleh memakan camilan di malam hari, katanya bisa jadi obesitas.

Ah, malam ini kan aku kan bebas ... hehe.

Mama mengirimiku pesan. Hari ini beliau lembur dan nggak akan pulang. Jadi, aku membeli banyak snack dan minuman ringan untuk menemani acara TV-ku di tengah malam.

Lagi pula, besok aku tidak ada jadwal kelas sama sekali. Betapa sempurnanya liburku.

Di bagian depan minimarket, aku melihat seseorang yang familiar dari kejauhan.

Ya Tuhan! Si buas Taeyong!

Tidak! Bagaimana kalau dia melihatku? Aku bisa dikoyak habis-habisan!

Poin pentingnya, rumahku tak jauh dari minimarket yang kudatangi.

Poin buruknya, aku kesini berjalan kaki sendirian.

Kuulangi, sen-di-ri-an.

"Astaga!"

Buru-buru aku masuk kembali ke dalam toko. Menunggu dan duduk di sana sambil memperhatikan kapan Taeyong dan komplotannya pergi.

Apa itu tempat nongkrong mereka? Tapi, aku jarang melihat mereka di daerah sekitar sini.

Yang jelas, apa yang dilakukan mereka saat ini membuat bulu romaku berdiri.

Mereka menghisap rokok, dan beberapa teman si Taeyong menggoda para gadis yang lewat. Mereka memiliki motor masing-masing, berpakaian dan berjaket serba hitam. Tak ada satu pun dari mereka yang tak memakai tindik.

Benar, mereka adalah the real gangsters.

Aku berharap, mereka segera pergi agar aku bisa pulang.

"Tak apa Sohyun, kau hanya perlu menunggu dan bersembunyi di dalam minimarket. Tak akan lama, kan?"

Aku melirik arlojiku. Pukul sembilan malam.

"Hey, kau tidak pulang?"

"Pulang saja sana!! Jangan ikut campur urusanku!"

"Baik, baik. Selamat bersenang-senang."

Samar-samar, aku mendengar suara motor yang mengusik telinga. Mataku yang awalnya terpejam, kini terbuka lebar.

"Mereka pergi?"

Lalu, kulihat arlojiku kembali.

"Ya Tuhan!! Pukul setengah dua belas malam?! Berapa lama aku tertidur disini??"

Terkadang aku benci. Karena kelemahanku, aku jadi tidak bisa bertindak bebas dan menikmati udara luar.

Banyak orang mengatakan, kehidupan malam itu sangat berbahaya bagi para gadis. Tetapi, yah ... aku ingin membuktikannya sekali-kali. Aku yang suka suasana malam, eh tidak taunya malah menemukan kebenaran apa kata orang-orang tersebut. Dan itu terjadi detik ini.

Aku menyesal tidak meminta Pak Yoon untuk mengawalku kemari. Selain seorang sopir, ia juga dibayar mama untuk menjagaku ketika aku pergi.

"Baiklah! Aku harus cepat pulang, Pak Yoon bisa dimarahi mama kalau sampai tahu aku pulang terlambat!"

Dan, keputusanku salah.

"Hei!"

Teriakan itu mengagetkan langkah tergesaku. Aku menoleh ke belakang, dan lelaki itu berdiri di sana. Menghisap puntung rokoknya untuk yang terakhir kali, lalu membuangnya sembarangan. Dari tangan kirinya, ia menenggak minuman berbotol kaca hijau.

Itu, soju!

Selain merokok, dia mabuk-mabukan juga.

Uh, bau alkoholnya langsung menyeruak masuk ke lubang hidungku. Membuatku pusing.

"Mau kemana?? Kau belum kuhukum!" ucapnya sambil berjalan sempoyongan.

Dalam keadaan seperti itu, aku bisa saja kabur darinya. Namun sial! Kenapa kakiku tidak bisa kuangkat?!!

Aku panik!!

Dia berjalan semakin mendekat. Aku lihat senyuman itu di wajahnya. Senyuman iblis yang ia sering gunakan untuk menyakiti, mengancam, dan meledek lawannya.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, mengangkat bahuku.

Stop!

Aku memaksa otakku untuk berhenti mengimajinasikan hal-hal aneh! Itu tidak akan terjadi, kan? Seseorang yang mabuk bisa melakukan apapun!

Oh, ayolah kaki?? Kenapa jadi kaku begini??

"Mau kemana, hah?" tanyanya sekali lagi. Lalu ia terbahak-bahak.

Dasar gila.

Ia melempar botol sojunya ke sembarang arah, sampai kudengar suara pecahan beling yang semakin membuatku merinding. Ia menyisir rambutnya ke belakang dengan jari tangannya.

"Kita bertemu? Mungkin kita jodoh, cantik ...."

Seringainya kemudian.

Wah, sekarang tanganku yang gemetaran. Belanjaanku sudah jatuh tak karuan. Aku meraih ponsel yang ada di tas kecilku, mencoba menekan tombol-tombol angka di layarnya.

Sialnya, ponsel itu jatuh begitu saja ketika Taeyong berhasil meraih kedua pundakku.

"A–ampun ... ampun ...."

Kakiku semakin menekuk ke bawah. Aku hampir jatuh berjongkok. Lemas.

Tak ada tenaga. Rasanya, seperti hari ini ajalku tiba.

"Bagus, kau takut kan?"

Pluk.

Aku yang tak bisa menahan beban tubuh, akhirnya jatuh terduduk. Taeyong mengikuti gerakanku.

Ia berjongkok, mensejajarkan wajahnya padaku. Menatapku penuh kebengisan, tidak. Bukan itu, yang kulihat dari matanya lain.

Sikap dan ekspresi wajah yang ia tunjukkan mungkin menyeramkan, tapi di kedua mata itu ... aku melihat kesedihan, kekacauan di dalamnya.

Lupakan, aku bukan psikolog yang pandai membaca tatapan mata. Aku pasti salah.

"Mau apa kau? Bisa biarkan aku pulang? Aku- aku kelaparan ...."

"Kumohon ...."

Aku mengatupkan kedua tanganku. Memelas padanya agar ia berbaik hati dan membiarkan aku pergi. Namun, aku salah.

Aku menutup bibirku! Menahan teriakan yang hampir saja lolos dari tenggorokan.

Ya Tuhan ....

Ya Tuhan ....

Aku menutup mata dan terus merapalkan doa.

Pak Yoon, tolong aku ....

Taeyong tiba-tiba tertidur, dan kepalanya jatuh tepat di pundakku.

Aku disentuhnya!!

Beruntung, aku berhasil menelpon Pak Yoon dan tinggal menunggunya datang kemari.

Setelah itu, semua jadi gelap.

***

"Nona?"

Aku memegang pelipisku. Pusing sekali. Berapa lama aku pingsan?

"Ini obatnya."

"Terima kasih, Pak."

Tunggu! Bagaimana dengan cowok itu sekarang?

"Nona? Anda baik-baik saja?"

"Pak Yoon, bagaimana dengan laki-laki itu?"

"Dia di sofa ruang tamu, Nona. Saya bingung mau diapakan."

Kalau saja Taeyong tak punya keluarga, sudah kucincang tubuhnya lalu kumasukkan dia ke dalam peti. Kukunci dengan rapat, lalu kubuang jauh ke dasar lautan.

"Ck, merepotkan!"

"Coba periksa dompetnya, mungkin kita bisa temukan alamat anak itu!"

"Maaf, Nona. Saya sudah memeriksanya, dia tidak membawa dompet atau identitas pengenal lain."

"Apa maunya sih? Sekarang dia benar-benar mengganggu liburku!"

Sekarang pukul dua pagi. Aku tidak bisa tidur, sebab lima belas menit yang lalu mama mengirimiku pesan bahwa ia akan segera pulang. Mengapa tiba-tiba sekali?

Biasanya mama kalau sudah bilang tidak akan pulang, maka itulah yang akan terjadi. Tapi ini sebaliknya.

Lalu apa masalahnya?

Mama benci orang mabuk!

Aku bisa gawat kalau sampai mama tau aku membawa pulang orang mabuk ke rumah.

Bagaimana ini?

"Nona?!"

Suara Pak Yoon mengagetkanku. Ia baru saja masuk ke dalam kamarku dan menunjukkanku sebuah ponsel.

"Ini miliknya?"

"Iya."

"Lihat, disini banyak panggilan masuk. Dan dari nomor yang sama. Mungkin ada salah satu keluarga yang mencemaskannya."

"Bagus, mari kita telepon balik."

Aku terhenti sesaat. Aku sungguh merasa heran, bagaimana pria seberengsek ini bisa hidup?

Dia bahkan menamai kontak keluarganya dengan 'idiot sialan'. Jangan sampai aku berurusan lebih lama dengan si Taeyong ini.

"Tersambung!" kataku dengan semangat pada Pak Yoon yang berdiri setia menemaniku.

"Halo?"

Suara dari seberang sana membuatku merinding lagi. Itu suara laki-laki!

Aku memberi isyarat pada Pak Yoon untuk menggantikanku bicara.

Sepertinya, aku mulai terbiasa dengan sopirku ini. Awalnya aku takut, sekarang aku jadi merasa bahwa Pak Yoon adalah papaku sendiri. Papa kedua setelah papa kandungku.

Pak Yoon berbasa-basi di telepon. Aku menunggu harap-harap cemas.

"Bagaimana, Pak?"

"Dia tinggal di Hongdae Min House, 5 km dari pusat kota."

"Ayo, kita antar dia kesana sekarang! Sebelum Mama pulang!"

"Baik, Nona."

***

"Pak Yoon? Anda baik-baik saja?"

"Saya tidak apa, Nona. Terus jalan saja."

Kami sudah sampai di apartemennya. Mewah, sangat mewah. Aku yakin, biaya sewa apartemen di sini pasti mahal.

Aku merepotkan Pak Yoon beberapa kali. Saking terpukaunya dengan tampilan lobby apartemen ini, kakiku enggan melangkah. Aku sangat asyik menyaksikan dekorasi dan tatanan ruang lobby apartemen yang indah ini.

Hanya orang kaya yang tinggal memilih tinggal di tempat ini.

"Pak Yoon, kita ke lantai berapa?"

"20."

"Apa?! Lalu Pak Yoon akan menggendongnya seperti itu sampai kita di lantai 20?"

"Tenang, Nona. Kan ada lift ...."

Ah, benar. Bodohnya aku.

Ting.

Kami sampai di lantai 20, seperti yang keluarga Taeyong tuliskan dalam pesan singkat beberapa saat lalu sebelum kami berangkat.

"Sekarang, pintu nomor berapa?"

"20 C."

Aku iba melihat Pak Yoon yang kelelahan. Dia itu sudah agak tua, tenaganya juga pasti terkuras cukup banyak. Aku seakan-akan jadi majikan tidak tau diri yang tega membiarkan pekerjanya kehabisan energi.

"Sini, Pak."

"Apa yang Nona lakukan?"

"Aku bantuin bopong."

"Tapi kan–"

"Ayo, Pak Yoon! Aku takut Mama sudah sampai rumah dan tidak menemukan kita di sana. Cepat!"

"Baiklah."

Dan dengan menahan rasa takutku, aku menyentuh lengan Taeyong dan membawanya ke pundakku.

Lihat saja, saat kau sadar nanti dan kau tetap ingin berusaha menghukumku.

Akan kuingatkan, aku yang mengantarmu sampai lantai 20 apartemenmu!

Meskipun peran Pak Yoon 99% lebih besar dariku, sih ....

"Ini? Benar, kan? Ya Tuhan. Dia berat sekali, padahal badannya kecil."

"Namanya juga pria, Non."

Aku tak mengerti, tiba-tiba Pak Yoon cengar-cengir sendiri.

Baik, baik. Aku memang tak ahli membaca pikiran para lelaki. Mereka aneh. Dan menyedihkan.

Kulirik cowok di sampingku yang masih saja tertidur pulas.

Tiba-tiba ia bergerak. Kedua tangannya terlepas dariku dan Pak Yoon. Ia seperti mau memuntahkan sesuatu.

"Hoek.."

"Hoek!"

Dan benar saja. Bajuku yang jadi sasarannya!
Pak Yoon menahan tawanya. Apa dia tidak tau aku sedang kesal?!!


Sudah mau berbaik hati menolong dan mengantarnya pulang, sekarang dia malah mengotori pakaianku dengan isi perutnya. Ugh ...

"Nggak bisa mabuk aja, sok-sokan, sih!" gumamku yang akhirnya diketawai Pak Yoon.

Bersamaan dengan itu, pintu terbuka. Aku membeku. Haha.. masalah apa lagi ini, Sohyun?

Aku menertawai diriku sendiri. Nasib bodoh memang sedang berpihak padaku sekarang. Karena apa?

Pria yang baru saja membuka pintu itu adalah lelaki arogan yang kemarin menuduhku mencuri bukunya!! Kim Taehyung.

"Gadis pencuri?"

Jadi, dia si 'idiot sialan' itu? Oke, aku setuju padamu, Taeyong. Lelaki ini memang idiot dan sangat sialan. Lebih sial lagi, karena kau berhasil membuatku menatap batang hidungnya yang menyebalkan!






To be Continued.


Sudah dibikin pingsan, dapet hukuman, dibuat repot sampe harus nganter-nganter ke apartemen Taeyong, terus dimuntahin bajunya ... udah gitu, harus ketemu si 'idiot sialan' yang sombong dan menuduhnya sebagai pencuri buku!

Sabar, Sohyunie..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro