GOB-017

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Jadi benar, kau androfobia?

Tidak mungkin! Bagaimana Taeyong bisa tahu? Itu kelemahanku, aibku! Kalau sampai terbongkar, bisa jatuh harga diriku! Dan aku tidak akan sanggup lagi tampil di depan umum. Menunjukkan diriku sebagai gadis tercantik.

Ah, kacau!

Tiga jam berlalu sejak keluarnya kalimat itu. Kau androfobia?

Ya. Ya, aku mengakuinya. Tapi kenapa harus Taeyong yang tahu? Aku takut, sebagai bentuk 'hukumannya', dia akan membocorkan rahasiaku. Dan jika berita itu sampai ke telinga Bora, tamatlah riwayatku. Aku akan kehilangan predikatku, aku mati kutu dan mungkin bisa jadi gadis bully-annya.

Gawat!

Aku menjambak rambutku sendiri. Kucoba memejamkan mata. Menutupi tubuhku dengan selimut, menaruh bantal di atas wajahku, menggunakan penutup mata. Mengalihkan pikiran dengan menyetel musik lewat headset. Tapi sia-sia. Aku tak bisa tidur, bahkan sampai pagi!

Kini, sinar matahari telah memenuhi isi kamarku. Tirai yang semalam tampak suram, sekarang begitu transparan menampilkan pemandangan pepohonan taman belakang yang kehijauan.

Aku bangun dari tempat tidur. Bergerak menuju kamar mandi, lalu berkaca. Astaga! Lingkaran hitam menghiasi sekeliling mataku seperti panda. Ini menyeramkan!

Aku paling suka merawat wajah. Hal yang menyangkut kecantikan, aku jaga baik-baik. Aku begitu protektif terhadap kulitku, aku tak pernah membiarkan setitik debu pun membuatnya kusam. Jerawat selalu kucegah untuk berkembangbiak. Dan aku selalu memberikan tidur yang cukup agar kulit wajahku tetap kencang. Namun sekarang?

Sial. Gara-gara cowok itu, aku harus mendapat noda kehitaman ini. Membuat jelek penampilanku dalam sekejap. Beruntung hari ini aku tidak ada jadwal kelas. Aku akan berusaha untuk memejamkan mataku lagi, dan kuharap, sebuah pil tidur dapat membantuku terlelap.

Tok ... tok ... tok ....

Mendengar suara ketukan pintu, aku jadi buru-buru menuntaskan acara membasuh wajah. Tapi siapa yang ke kamarku sepagi ini?

"Loh, Mama?"

"Sweetie, ada apa dengan matamu? Kau kurang tidur?"

"Nggak papa, kok. Eh, Mama mau kemana? Kok rapi banget?"

"Nah, Mama lupa ngasih tahu kamu kemarin. Hari ini, Mama akan mulai bekerja."

"Apa?! Tapi, kondisi Mama belum cukup fit," cuitanku karena aku tak rela mama meninggalkanku sendirian bersama pria-pria bodoh itu di rumah ini.

"Ayolah, Sweetie. Look, mama udah nggak pucet lagi, kan? Mama sehat. Lagian, Pak Michael, atasan Mama, menelpon. Katanya ada job penting yang harus Mama sendiri yang nge-handle."

"Nggak masalah, kan, Sayang? Mama udah siapin sarapan di atas meja. Nanti makannya bareng sama anak-anak, ya?"

Huh. Aku menghembuskan napas kekesalan. Kuambrukkan lagi tubuhku ke atas kasur. Membayangkan, bagaimana ketika aku keluar dan bertemu dengan mereka membuatku merinding. Apa sebaiknya aku mengurung diri saja di kamar?

Tapi, perutku tak bisa bohong. Aku kelaparan. Baiklah, ambil sarapan, bawa ke kamar, lalu meminum pil tidur dan selesai. Sohyun, kau pasti bisa!

***

Di bawah, keadaan masih sepi. Aku yang pada awalnya berjalan mengendap-endap, sekarang setidaknya bisa lebih santai dan leluasa. Anggap saja dapur ini milikku seorang.

Aku bergerak mendekati meja makan. Aroma makanan yang lezat seakan menjadi magnet bagiku yang kelaparan. Hm ... baru kali ini mama memasak. Tumben sekali.

Aku mengambil piring. Menyendok nasi dan lauk-pauk yang aku suka. Astaga, liurku hampir menetes. Ini pasti nikmat hingga lidahku saja terjulur keluar mengelap bibir.

"Hmm ... baunya sedap," gumamku.

Aku hendak berbalik menuju ke kamar atas. Namun, piringku, santapanku, tiba-tiba saja direbut oleh seseorang.

"Terima kasih," ucapnya kemudian.

Halo? Maaf? Dia bilang apa? Terima kasih?

Berterima kasih bahkan setelah mencuri makanan milik orang lain, apakah ini masuk akal?

"Hei, itu makananku," protesku.

Dia malah keenakan mencicipi nasi dari piring milik orang lain. Aku di sini! Dia pura-pura tidak melihatku.

Baiklah. Aku menyerah. Cowok itu memang kepala batu, dan benar-benar dingin. Dia pikir berhasil mengerjaiku? Aku tinggal mengambil makanan lagi, kan? Tidak susah.

Tunggu. Melihatnya memakai kacamata begini, seperti mengingatkanku pada seseorang. Tapi, siapa?

Aih. Tidak mungkin anak itu, kan?

Aku menahan tawa ketika membayangkan sosok gendut dan jelek yang dulu pernah menjadi temanku semasa sekolah. Yah, walaupun nama mereka sama, faktanya keduanya sangat berbanding terbalik dari segi tubuh.

Yah, kuakui. Kim Taehyung cowok yang sangat tampan. Tidak mungkin masa kecilnya menjelma jadi sosok gendut dan jelek.

Ck. Mengingat wajah anak itu, aku jadi teringat betapa teman-teman dulu mengolokku, mem-bully-ku gara-gara ditembak sama si anak gendut. Bukankah aku pernah cerita, waktu aku masih di sekolah menengah pertama, seorang cowok menyukaiku. Dia memintaku agar menjadi pacarnya lalu dengan lancang mencium pipiku. Benar, itu si gendut. Aku sungguh trauma.

"Kau gila, ya?" ejeknya lagi-lagi tanpa menggubris keberadaanku.

"Enak saja!"

Taehyung begitu santai melahap sarapannya. Kesal juga, ya. Sebelumnya dia menuduhku mencuri bukunya, padahal itu ulah Yeonjun. Tapi, sekarang? Dialah si pencuri itu. Dia merebut bahan bakar perutku.

"Sudahlah, aku mau ke atas. Semoga kenyang dengan makanan hasil curianmu."

Selesai mengambil jatah makan keduaku—seharusnya—aku pergi kembali ke kamar.

Ini masih bertemu satu cowok saja menyusahkan. Apalagi kalau aku harus berhadapan dengan ketiga yang lain. Aku tidak mau stress dan mengalami penuaan dini. Sebaiknya, aku menghindari masalah.

***

Tidak terasa, malam turun begitu cepat. Di luar sana sudah gelap. Ditambah lagi, suara petir menyambar-nyambar. Pertanda hujan akan tiba.

Aku turun dari atas kasur. Kuregangkan tubuhku, suara lenguhan memenuhi mulutku. Huah ... ini menyenangkan sekali, seharian tidur di atas kasur tidak buruk juga.

Selesai mandi, aku berniat turun. Lama-lama, bosan juga di dalam kamar. Jadi, kuputuskan untuk pergi ke teras dan menghirup udara segar.

Di ruang tamu, kulihat mereka tengah berkumpul. Begitu aku turun, keempat pasang mata itu menatapku tajam. Aku menelan ludah dan terus berjalan, pura-pura tidak memperhatikan keberadaan mereka.

"Mau ke mana?" suara cowok yang kuyakini Eunwoo itu menghentikanku.

"Teras," jawabku singkat sambil menunjuk ke arah pintu depan.

"Duduklah, ikutlah bermain bersama kami," ajaknya kemudian.

Bermain? Aku curiga, permaianan apa yang sedang mereka mainkan. Ah, aku tidak akan tertipu.

"Maaf, malas. Main saja sendiri."

"Bagaimana kalau kita bertaruh. Kalau kau menang, maka permintaanmu akan kami turuti. Tapi, jika salah satu di antara kami yang menang, maka kau yang harus mengikuti peraturan kami," jelas Taeyong yang membuatku bergidik.

Tatapan anak itu sangat mengintimidasi. Aku tidak tahu, makna apa yang terselip di balik aura wajahnya yang serius.

"Oke," jawabku setelah berpikir matang, "kalau aku menang, kalian akan tinggalkan rumah ini. Bagaimana?"

Taeyong tampak tenang, sementara yang lain melebarkan matanya tanda terkejut.

"Jangan diusir, dong. Bagaimana kalau nanti aku dicincang habis sama debt collector?"

"Masa bodoh, Hanbin. Kau bisa nginap di kantor polisi supaya dapat penjagaan 24 jam," ucapku.

"Baiklah, kita main sekarang!"

Taeyong kelihatan begitu optimis akan menang. Haha, tidak. Tidak akan kubiarkan preman itu bertindak semaunya. Aku yang akan mengalahkan mereka semua. Ingat itu, aku.

"Kalian main saja, aku tidak ikut."

"Kau takut, Tuan Pencuri?" sindirku.

"Bukuku lebih menarik," jawabnya ketus, membuatku mendecih tidak suka.

"Baiklah, tiga lawan satu."

Kami memainkan sebuah game yang begitu popular se-Korea Selatan. Batu kertas gunting alias gai bai bo. Di mana batu akan menang melawan gunting, gunting akan menang melawan kertas, dan kertas akan menang melawan batu.

Ronde pertama, aku melawan Hanbin. Hanbin kalah telak selama tiga kali kesempatan. Tentu saja, aku membanggakan diri atas kemenanganku.

"Ah, sial. Aku kalah," racaunya kemudian.

Ronde kedua, aku melawan Eunwoo.

"Gai bai bo!"

Guntingku menang melawan kertas Eunwoo. Lanjut ke berikutnya.

"Gai bai bo!"

Akh, Eunwoo tersenyum karena berhasil mengalahkanku dengan batunya.

"Gai bai bo!"

Sial! Aku kalah dari Eunwoo!

"Kau kalah, Sohyun."

Bibirnya tertarik ke atas melihat kekalahanku.

"Tapi, ini belum selesai. Eunwoo harus mengalahkanku. Baru kita tahu, dia atau aku yang berhak memberi hukuman."

Lidahku berdecak. Yah, kuharap, bukan Taeyong yang memenangkan tahap final ini. Aku sungguh tidak percaya padanya. Setelah dia tahu rahasiaku, apa yang selanjutnya jadi rencananya?

"Gai bai bo!"

"Gai bai bo!"

"Gai bai bo!"

Sudah?

Aku tak berani melirik siapa yang jadi pemenangnya. Mereka bermain dengan sangat antusias. Aku menundukkan wajahku ke bawah, menyesali kekalahanku.

Hanbin yang ada di kursi paling kiri, mendadak bertepuk tangan. Kemudian, aku dengar suara bentakan dari bibir Taeyong.

"Aku menang!"

Kali ini, suara Eunwoo mendominasi. Hah, seluruh pikiranku lenyap begitu saja. Aku tidak tahu harus bagaimana. Syukur bukan Taeyong yang menghukumku, tapi tetap saja. Eunwoo? Aku pernah bilang dia cowok yang sangat ... eum ... suka sentuhan. Skinship anak itu jauh lebih parah dari Hanbin, jadi aku ragu. Meragukan hukumannya.

"Kau siap, Sohyun?"

"Huh, apa?"

Dan benar saja. Eunwoo tiba-tiba mendekat ke arahku, mengambil posisi duduk di sebelahku tanpa jarak. Tangannya terulur, mendarat tepat di tengkuk kepalaku. Aku mulai gelisah, kumundurkan kepalaku ke belakang, namun tangannya menahanku.

Aku mulai kehabisan oksigen saat menyaksikan Eunwoo memiringkan kepalanya, kedua hidung kami bersinggungan. Mata Eunwoo terpejam, aku bisa melihat bagaimana reaksi Hanbin dan Taeyong di sana. Ada raut kemarahan.

Tolong aku!

Apa dengan marah dan tidak berbuat apa-apa, Eunwoo akan menghentikan aksinya?

Hei!

Hampir ... bibirnya hampir menempel dan melumat bibirku. Aku tidak percaya, first kiss-ku di tangan dokter muda ini? Dan semua gara-gara sebuah permainan konyol!

Cup.

Sebuah suara decakan bibir terdengar di telingaku. Bersamaan dengan datangnya gemuruh serta rintik deras air dari atas langit, pandanganku menggelap.

Kudengar hanya suara seseorang meneriakiku, "Sohyun, bangun! Kalian semua keterlaluan!"

















To be Continued.





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro