IV

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jangan lupa vote dan komen ya guys :)

•••

"Adek-adek, di kelas ini gak boleh ada yang pacaran, ya. Anggap aja kelas ini keluarga kedua kalian."

Pacaran itu apa sih, bikin gue pusing deh. Gia ingin mengajukan pertanyaan kepada senior di depan kelas karena otaknya sudah benar-benar macet untuk memahami maksud itu, tapi melihat teman sekelasnya seperti sudah paham, ia pun mengurungkan niatnya.

"Silakan keluarkan balon tiup kalian masing-masing. Sudah bawa semua kan?" lanjut senior itu.

"Eh, Lang. Gue lupa bawa balon nih. Boleh minta gak?"

Gilang memberikan sebungkus balon untuk Gia.

"Satu aja kali, Lang."

"Buat orang lain."

"Beneran?"

Gilang mengangguk.

"Ya udah, nih, buat kalian." Gia lantas membagikan satu-satu balon itu ke teman yang ada di depan dan belakangnya. "Makasih, Lang. Lo baik deh. Asal bukan hati lo aja yang dikasih orang lain."

Gia menyengir, merasa bangga karena sudah menggombali Gilang. Inilah bentuk pembalasannya. Pasti sekarang Gilang terbawa perasaan, pikirnya. Padahal Gilang tengah sibuk meniup balon atau lebih tepatnya menganggap Gia angin lalu.

"Kalau balonnya ditiup terus pecah, berarti harapan kalian terkabul dan siapa yang cepat memecahkan balon. Kalian akan sukses duluan," kata senior itu lagi.

"Wah, lo berharap apa, Lang?" Gia berdecak kesal karena Gilang masih fokus meniup balon. Gilang sering sekali tak menanggapinya, seperti hemat bicara saja. "Kalau gue berharap pacaran sama lo seru kali, ya."

Dor!

"Eh, ayam ayam!"

"Woi, kamfret! Kaget gue!"

"Asik dong yang sukses duluan." Otomatis sekelas langsung heboh mendengar letusan balon yang ditiup Gilang, termasuk Gia yang sempat terkelinjat kaget, untung tak sampai jantungan.

"Sori," singkat Gilang, dengan acuhnya dia berdiri dari bangku dan meninggalkan kelas untuk pergi ke toilet.

Kasihan, bibir lo pasti sakit. Batin Gia.

"Hey."

"Eh, Kak Kev." Kevin mendekati Gia dengan membawa seulas senyum, lalu duduk di sampingnya. Gia sedikit risih dengan kedatangan Kevin karena teman-teman sekelas jadi menatapnya sinis termasuk para senior. Aneh, pikir Gia. "Katanya di chat suruh siap-siap. Buat apa?”

“Siap-siap biar gak gugup liat gue.”

“Apaan sih, katanya juga mau masukin gue ke grup angkatan."

"Grupnya bubar."

"Kok gitu?"

"Mereka capek liat kegantengan gue."

"Dasar tukang ngibul."

Kevin dibuat tertawa hingga terbahak-bahak. Perasaan, Gia tidak melucu ataupun melawak, justru ia mengatakan fakta sebenarnya. Sepertinya ada yang salah dengan otak Kevin, mungkin konslet atau memang selera humor cowok itu yang aneh.

"Gue ambil satu balon ya."

"Itu punya Gilang."

"Slow, gak mungkin dia pelit."

"Mau ikut niup balon, Kak?"

"Emang gak boleh kalau gue berharap?"

"Ya enggak sih, maunya berharap apa?"

"Jadi pacar lo." Gia berdecak kesal, lagi-lagi disuguhi kata 'pacar'. Padahal jelas, kalau ia masih tidak mengerti. "Pacaran apa sih, Kak?"

"Hah! Lo hidup di mana sampe gak tau arti pacaran?"

"Hidup di rumah."

"Elah, masa sih gak tau. Nih denger ya, pacaran itu semacam ikatan yang menyatukan dua orang agar saling membahagiakan. Lo kan udah bahagia nih sama gue, ya udah kita pacaran aja."

"Loh, siapa yang bahagia. Orang gue biasa aja.”

"Bilang ajak gak mau ngaku."

"Udah deh, berharap dulu tuh sama balon."

"Yah, gak kepancing."

Tak lama kemudian Gilang masuk kembali dalam kelas. Gia memperhatikan rambut depan Gilang yang sedikit basah, entah kenapa cowok itu jadi semakin tampan.

"Minggir!" Tepukan Gilang membuat balon yang ditiup Kevin melayang ke udara sampai-sampai mengitari kelas dengan suara seperti kentut.

"Gilang!" Gia langsung melotot tajam ke arah Gilang karena tidak beriskap sopan terhadap senior.

"Lo gak ada sopan santun, ya. But ok, gue minggir." Kevin lalu berdiri dengan tatapan yang tidak bersahabat kepada Gilang.

Bugh!

Tiba-tiba Kevin memukul keras rahang Gilang sampai Gilang tersungkur di lantai. Gia berteriak, terkejut dengan perlakuan Kevin sampai seisi kelas ikut heboh. "Makan tuh! Gara-gara lo gak jadi gue ngarepin Gia!"

"Sial! Berharap itu sama Tuhan, bukan balon!" sentak Gilang.

Wajah Kevin semakin memerah seperti udang rebus, seakan dibalut dengan emosi menghadapi Gilang. Gia semakin cemas saat Kevin sudah menarik kerah baju Gilang; hendak memukul lagi. Namun, beruntung Gia bergerak cepat dengan melempar tasnya ke arah Kevin sampai Kevin meringis kesakitan.

"Sakit, Gi!" ringis Kevin.

"Gue mohon jangan, Lang!”

Gilang menoleh ke arahnya, mungkin tak mengerti maksud dari ucapannya yang mengatakan 'jangan'.

"Jangan kasih kendor."

Sontak Gilang bangkit, dia berdiri dan menuruti ucapan Gia dengan memukul pipi Kevin sampai Kevin mengerang kesakitan. Para senior dan teman-teman kelas segera menengahi mereka, padahal Gia hanya main-main dengan ucapannya. Gia ikut membantu Gilang agar menjauh dari hadapan Kevin.

"Udah, Lang. Cukup!"

"Banci! Main keroyokan," bentak Gilang.

"Eh, lo itu masih adek kelas. Inget itu!" ancam Kevin, sebelum dia ditarik senior lain untuk keluar dari kelas.

"Astaga, Lang. Lo kenapa bisa gini, sih!" Gia menatap Gilang yang sedikit memar di bagian sudut bibir. Gia hendak menyentuh untuk memastikan, tapi tangannya langsung ditepis oleh Gilang. “Gue anterin lo ke UKS, ya."

“Gak usah.”

“Tapi bibir lo biru gitu.”

“Harusnya lo biarin dia mukul gue sampe mati.”

“Kok lo ngomong gitu, Lang. Lo udah pasrah apa mau sok jago.”

"Menurut lo?”

“Sadarlah, Lang. Kita ini murid baru, masih perlu bimbingan senior. Entar lo kena banyak masalah mau?”

“Diem. Gue capek.”

Gia langsung membungkam mulut. Sungguh ia khawatir, Gilang itu murid baru, seharusnya dia tak perlu membuat masalah dengan memukul seorang senior. Bisa-bisa Gilang dicap anak nakal seantero sekolah. Sepertinya Gia harus sabar menghadapi Gilang yang lambat berpikir dan hemat bicara itu.

-----

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro