XVIII

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Now playing | Fix You.
.
.
.

Maju, mundur, maju, mundur itulah yang dilakukan Gia sedari tadi, tak berhenti berjalan bolak-balik, ia menimbang perlukah Gilang dibawa ke psikiater guna menyembuhkannya dari depresi.

Gimana kalau Gilang gak mau? Terus makin marah sama gue? Nambah dong depresinya?

Gia tak tega membiarkan Gilang terus terselimuti oleh penyakit yang menghantui pikirannya, ia ingin Gilang menjadi lebih baik dan berhenti minum alkohol. Daripada terlambat diobati, biar saja dibenci Gilang.

Gia : Ris, perlu gak Gilang dibawa ke psikiater? Takutnya kalau dibiarin sakitnya makin parah.

Tak ada balasan dari Iris padahal sudah lewat lima belas menit, Gia juga harus siap-siap pergi ke sekolah kalau tidak mau dihukum membersihkan toilet yang kotor dan menjijikan karena terlambat.

•••

Begitu sampai di sekolah, Gia langsung turun dari ojek dan berlari menuju kelas. Lagi-lagi Gilang menelungkupkan wajah di atas lipatan tangan seperti biasanya, tak ada niat membaca, bermain, ataupun mengobrol.

"Eh, guru jam pertama gak masuk!" kata Vanila yang baru saja kembali dari ruang guru.

Hanya segelintir siswa yang bersorak gembira, sisanya mengangguk paham, tak tergerak, dan lesu. Wajar saja, pagi ini langit sedang hujan, membuat mood ingin tidur saja. Tapi bagi Gia, Gilang berbeda karena cowok itu pasti tidak sedang tidur, melainkan menahan sakit depresinya.

Gue mau bantu lo, Lang. Biar lo sembuh.

"Lang!" Gia mengguncangkan tubuh Gilang.

"Hem?"

"Gue pengen denger lo nyanyi."

Gilang tak bergeming, mungkin permintaan Gia adalah hal terkonyol, pikir Gia.

"Please, Lang. Gue bosen nih, kita nyanyi aja di depan kelas gimana? Biar yang lain juga terhibur."

Gilang masih tak menggubris seperti orang mati.

"Ya udahlah. Emang setiap ucapan gue cuma lo anggep angin, gak ada artinya."

Seketika Gilang mendongak sambil mengusap kedua matanya yang terlihat sayu, walaupun kasihan setidaknya Gilang mau mendengarnya. "Lo mau apa?"

"Gue mau denger lo nyanyi, suara lo tuh bagus tau, Lang. Please deh sekali aja!"

"Gak."

"Gak usah malu, Lang, di kelas ini suaranya pada jelek-jelek, gak kayak lo. Ya gak, Van!"

Vanila mengernyit bingung, tiba-tiba ditanya Gia 'ya' atau 'tidak'. "Apa sih?"

"Iyain ajalah, Van."

"Iya, iya."

Gilang menghela napas panjang, kalau saja Gia tidak merengek minta dinyanyikan seperti bayi yang mau tidur, ia pasti sudah berada di dunianya sendiri sekarang. "Ya udah."

"Asik! Woi, woi Gilang mau nyanyi di depan dengerin tuh!"

"Kok di depan?"

"Kan tadi gue bilang di depan. Lupa ya?"

"Wah, suara lo bagus banget, Lang," celetuk Vanila.

"Belom woi, belom!" Gia langsung bangkit dari tempat duduk dan menarik tangan Gilang sampai ke depan papan tulis. "Ayo, Lang."

"Nih, nih gitar." Vanila langsung memberikan sebuah gitar--entah punya siapa--kepada Gilang.

"Lo bisa main gitar, Lang?" Gilang menangguk, membuat mata Gia berbinar karena rupanya Gilang memiliki bakat terpendam.

Semua teman sekelas tampak maju dan bertumpuk duduk di barisan paling depan. Gia menatap arah pandang Gilang yang menatap lurus ke depan dan kosong. Gia mengusap lengan Gilang sekilas sampai Gilang menoleh ke arahnya dan tersenyum.

"Jangan takut, Lang. Jangan minder. Mereka bukan monster, mereka juga manusia sama kek kita."

"Sori, Gi." Gilang berdeham seolah baru masuk ke dunia baru. "Gue lanjut nih?"

"Iya, by the way lo mau nyanyi apa?"

"Fix you dari coldplay."

"Oh boleh, bagus tuh," kata Gia walau sebenarnya ia tidak tau lagu tersebut.

Gilang sudah duduk di bangku sambil memegang gitar dengan Gia di sampingnya. Cowok itu mengambil napas sebentar sebelum mulai memetik sinar gitar, membuat para cewek langsung teriak histeris.

Baru juga segenjreng.

"When you try your best but you don't succeed

When you get what you want but not what you need

When you feel so tired but you can't sleep

Stuck in reverse

When the tears come streaming down your face

'Cause you lose something you can't replace

When you love someone but it goes to waste

What could it be worse?...."

Gia dan teman-teman lain mengiringi lagu yang dinyanyikan Gilang. Berhubung kelas gelap karena masih pagi dan hujan semakin deras, mereka mematikan lampu dalam kelas dan menghidupkan flash kamera ponsel masing-masing.

"Lights will guide you home

And ignite your bones

And I will try to fix you...."

Buliran bening mendadak jatuh dari kelopak mata Gia, ia senang bukan main melihat Gilang mau menampakkan dirinya setelah lama hidup gelap dalam tungkupan wajah.

"Gilang tetep gini, ya," bisik Gia di telinga Gilang.

"But high up above or down below

When you are too in love to let it show

Oh but if you never try you'll never know

Just what you're worth

Lights will guide you home

And ignite your bones

And I will try to fix you...."

Setelah lagu selesai, lampu kelas kembali dihidupkan menampakkan bulan sabit lewat senyum suka cita di bibir Gilang, sebuah obat luka di hati Gia setelah dikhianati oleh sahabatnya dulu sekaligus dijauhkan teman-teman akibat kelakuan pura-pura pingsannya kemarin.

"Wah, asli bagus suara lo, Lang!" kata Vanila.

"Suara Gilang keren, ada serak-serak basahnya."

"Anjir lo ambigu!"

"Gilang, ganteng banget sih. Foto dong!"

"Eh, gue ikut juga."

Vanila dan teman-teman cewek lain langsung berdiri dan maju ke depan untuk berfoto dengan Gilang. Untung Gia sudah berada di samping Gilang sehingga ia bisa merangkul cowok itu sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Eh, gue share ke instagram ya," ucap Vanila.

"Jangan, di foto ini Gia lagi ngerangkul Gilang, lagi pacaran sama Kak Kevin bisa-bisa berabe nanti," kata yang lain.

"Gapapa kok, malah bagus. Buat apa hubungan dipertahankan kalau cuma buat status dan modus."

"Wih, bau-baunya mau putus nih!"

"Ihir, Gia gak boleh pacaran ya dalem sekelas."

"Alah, sok paham aja lo, Gi. Kemarin soal pacaran aja lo kagak ngerti," celetuk Vanila.

"Yah, percuma pacaran kalau gak bahagia. Ya, gak Gilang." Gilang hanya manggut-manggut. Kalau saja Gia adalah semut mungkin Gilang sudah melemparnya keluar jendela, pikir Gia.

Benar, seharusnya Gilang tak perlu dibawa ke psikiater, cukup dikelilingi orang yang menyayanginya Gilang pasti bisa sembuh.

Ting! Sebuah pesan mendadak masuk dalam ponsel Gia, sungguh menganggu euforia kesenangannya. Ia langsung buka dan membaca.

Iris : Ok, kita ke psikiater rumah sakit Anteres. Nanti sore gue udah di sana.

----
Makin gaje ya ceritanya? 😂😅

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro