11 | Sebuah Dendam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Serena tampak sedang berada di ruang tamu kediaman Drussel, sambil berjalan mondar-mandir layaknya nyonya di mansion itu. Dia melihat dengan tatapan yang tajam, di salah satu dinding terpajang lukisan besar keluarga Drussel.

Di lukisan itu, Marquiss Xander berdiri di tengah-tengah anggota keluarga, ekspresinya sangat bahagia. Di samping kirinya ada pendamping hidup yang sungguh dia cintai. Marchioness Anasthasia Elisa Rufferton Drussel. Teman sekaligus orang yang membawa Serena dan Grisella kembali ke Drugsentham. Di lukisan tersebut, Anasthasia tampak sama bahagianya dengan Xander. Mereka hidup dalam bergelimang harta, memiliki putra-putri yang berbakat, kehidupan yang sungguh sempurna.

Sejak dulu, Serena selalu merasa iri dengan Anasthasia. Serena terlahir di keluarga Baron Letitia yang tinggal jauh dari ibukota Drugsentham, bahkan mereka hampir tidak memilik perbedaan dengan rakyat biasa. Ketika Serena datang ke ibukota, para bangsawan senior menatap rendah dirinya karena terlahir di keluarga yang hanya berpangkat Baron.

Tidak peduli seahli apa Serena dalam bidang akuntan, orang-orang hanya tertawa di balik Serena. Lalu Anasthasia muncul, bertingkah seolah-olah dia adalah Malaikat, memuji-muji Serena di hadapan bangsawan lainnya. Tentu saja tidak akan ada yang berani menjelekkan Serena sejak saat itu. Karena Anasthasia Adalah putri dari seorang Perdana Menteri. Tidak ada yang mau berurusan dengan Anasthasia. Serena menyadari, perlahan-lahan rasa iri itu tumbuh dendam.

Serena pikir Anasthasia mungkin akan mengalami setidaknya satu hal yang sama dengan yang dia rasakan. Kemudian Serena sadar, sejak awal Anasthasia memang hidup di dunia yang berbeda. Anasthasia dianggap sebagai anak jenius di usianya yang belia, karena sukses mendirikan toko butik pribadi dan menciptakan trend busana di wilayah Drugsentham. Anasthasia juga mendapat jodoh yang mapan dan hidup dengan enak selama sisa hidupnya.

Sementara Serena dipaksa menikahi Count, pergi dari tanah kelahirannya, hanya bisa mengadu nasib kepada Tuhan. Rasa dendam itu perlahan bertumbuh menjadi sebuah rasa yang teramat benci.

Anasthasia pantas mendapatkannya. Dia pantas untuk mati.

"Nyonya Slawy, lama tidak bertemu." Xander menyapa Serena dengan sopan, menawarkan teh hangat dan juga kursi yang nyaman.

Akhir-akhir ini, mereka cukup dekat. Apalagi Vienna, gadis kecil nakal itu tidak berada di rumah. Jalan Serena menjadi mulus untuk sesuai dengan rencana yang dia buat. "Ah, yah, sudah lama. Bagaimana kabar anda tuan Marquiss?"

Xander tersenyum, "yah, kabarku sudah lebih baik." Bagi Xander, Serena cukup berperan penting dalam keluarga mereka. Teman Anasthasia, berarti sekutu mereka.

Xander sangat menghormati Serena, dia tidak memandang status kepada rekan-rekannya. Berkat itu juga, Serena sedikit menumbuhkan perasaan pada kepala keluarga Drussel.

Meskipun banyak bangsawan yang mengatakan sulit untuk menjalin hubungan baik dengan Marquiss Xander, namun semua itu dapat Serena langkahi dengan bantuan Anasthasia. Pada dasarnya Serena hanya akuntan di butik, namun sering sekali dia membantu Marquiss untuk hal-hal yang sulit. Seperti saat pembukuan tahunan, atau membuat anggaran yang efisien untuk masyarakat.

Kali ini, yang mengundang Serena untuk datang ke mansion adalah inisiatif dari Marquiss Xander. Hampir 7 bulan setelah kepergian Anasthasia, Vienna juga sudah tidak berada di Drugsentham dalam waktu yang tidak pasti, dan Forren sebentar lagi pergi untuk melanjutkan pendidikan bisnisnya.

Rumah yang amat sangat besar itu, tentu membuat suasana sepi dan suram. Lagipula Xander tidak pernah mengundang Serena secara pribadi seperti ini sejak mereka bertemu. Anggap saja sebagai ucapan terimakasih darinya. Xander hanya tidak tahu, kelicikan apa yang di sembunyikan oleh Serena.

Selama 20 menit, mereka berdua hanya sibuk menyesap teh, sambil sesekali berbincang tentang masalah politik maupun hal lain yang bisa mengisi suasana. Sayang sekali, Serena tidak bisa mengangkat topik tentang Vienna karena informasi gadis itu jauh dari jangkauan Serena. 

Karena butik sudah tutup, tidak ada yang bisa dilakukan Serena selain menunggu kepulangan Vienna. Kompensasi yang diberikan Vienna tentu tidak bisa menghidupi dua orang dalam setahun, apalagi dengan pola hidup Serena cenderung boros. Serena harus memikirkan cara agar uangnya berputar sebelum habis, jadi ini kesempatan dia. "Aku dengar William mengambil cuti, apa karena itu anda mengundang saya?" tanya Serena. 

"Yah, tidak sepenuhnya benar," di balik cangkir teh, Serena tersenyum licik. 

"Bagaimana jika saya menawarkan diri untuk membantu anda selama William cuti? Meskipun bukan bidang saya, tapi sekretariat bukan hal yang sulit." ujar Serena. Layaknya sekali dayung, dua-tiga pulau terlewati. Jika Serena bisa menjadi Sekretaris Marquiss, Serena mendapatkan pemasukan, dia juga bisa lebih dekat dengan Xander. 

Xander sebenarnya tahu kemana arah pembicaraan ini, tapi dia tidak memikirkan hal yang buruk. William tidak hanya bekerja sebagai Sekretariat, tapi dia juga memiliki tugas untuk menjaga keamanan Xander dari berbagai pihak musuh. Tugas seperti itu tidak bisa dilakukan oleh wanita yang tidak memiliki ilmu bela diri. Dulunya seperti itu. 

Tetapi Xander sudah tidak turun ke lapangan lagi, dan tugas itu dilakukan oleh anak buahnya yang lain. Keamanan sudah tidak menjadi prioritas lagi, jadi tidak salah jika Serena menggantikan William. Xander juga bisa memanggil anak buah yang lain bila memang memerlukan keamanan ketat. Serena juga punya pengetahuan lebih tentang akutansi, mungkin lebih baik dibandingkan William. "Baiklah, aku juga akan merasa terbantu jika Nyonya Slawy berkata seperti itu," Xander tidak melihat ada kerugian pada tawaran Serena. 

"sebelum itu, sebaiknya kita mengubah panggilan ini. Aku kurang nyaman bila Tuan Marquiss memanggil saya 'nyonya Slawy' karena sudah lama sejak suami saya meninggal. Sebagai bawahan, anda bisa memanggil saya Serena, saya lebih menghargai hal itu," ucap Serena. 

"Baiklah Serena, semoga kita bisa bekerja dengan lebih baik selama beberapa bulan ke depan." Xander memang pernah mendengar dari Anasthasia, tentang buruknya Count Slawy memperlakukan istri dan anaknya Grisella. Mungkin karena hal tersebut, Serena tidak suka orang-orang memanggilnya dengan sebutan 'Slawy'.

Serena hanya tersenyum dengan manis, semua berjalan sesuai dengan perkiraannya. Sekarang Serena hanya perlu menjaga alur ini hingga semua keinginannya terwujud. 

Seorang pelayan datang menghampiri sembari mendorong trolli untuk mengganti teko dengan teh yang masih hangat. Saat pelayan itu hendak menuangkan teh hangat ke cangkir Xander, Serena menghentikannya, "biar aku yang menuangkan, kamu dapat Kembali." Serena mengambil ahli teko itu, kemudian menuangkan teh ke cangkir yang baru. Xander sama sekali tidak keberatan. 

Sebelum Serena sempat memberikan cangkir tersebut, mulutnya terlihat seperti membacakan sebuah kalimat seperti mantra, namun Xander tidak sadar. "Ini, Tuan." Serena mempersilahkan Xander untuk meminum teh itu. 

Serena tanpa takut menunjukkan senyum liciknya saat melihat Xander meminum teh tanpa menaruh rasa curiga. Mulai saat ini, Xander sudah berada di tangan Serena.

___

Hola!

Gimana nih? Ada yang penasaran gak sama tokoh Serena?

Jujur author itu paling susah buat tokoh jahat. Semoga Serena sesuai ekspektasi kalian yah..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro