58 | Bahu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Vienna berhasil menepati janjinya. Setelah berdebat panjang dengan Xander, Vienna tidak ingin lagi berhubungan dengan Xander. Vienna membuka butiknya sendiri dengan bantuan dana dari putri Sephia. Hanya dalam waktu sebulan, akhirnya hari pembukaan resmi butik Elisa bisa terwujud.

Vienna, Dian, dan Jacob serta beberapa pekerja lain mempersilahkan para pelanggan untuk melihat-lihat koleksi baju mereka. Termasuk putri Sephia selaku pemodal. "Terima kasih Putri, berkat dukungan anda butik Elisa bisa melakukan pembukaan secara resmi." Vienna menemani Sephia berjalan-jalan mengelilingi butik untuk melihat-lihat model busana.

Sephia tersenyum, "tidak masalah, aku hanya memberikan bantuan kecil untuk temanku. Lagi pula aku yakin bisa mendapatkan keuntungan yang banyak dengan berinvestasi padamu," Sephia sungguh terpesona dengan kemampuan busana milik Vienna. Apalagi, tiap gaun memiliki kisah yang menambah nilai estetika busana tersebut. Setelan untuk prianya juga tidak membosankan dan terobosan baru di dunia mode.

Sephia jadi bertanya-tanya, "tapi kenapa tuan Marquiss malah ingin menutup bisnis ini? Aku bersumpah kamu akan sangat terkenal dalam waktu singkat berkat karya-karyamu ini. Aku bahkan berniat merekomendasikan kamu sebagai couturier untuk adibusana pada saat pernikahan putra mahkota nanti. Sangat tidak logis bila harus menutup bisnis ini dengan potensimu."

"Putri sungguh memuji, saya masih perlu banyak belajar jika dibandingkan dengan desainer yang lain." Sephia melirik Vienna dengan kesal. "Kau merendah untuk meroket." celetuk Sephia. Vienna hanya tertawa untuk menanggapi Sephia. Meskipun Vienna cukup senang karena pembukaan butik sangat berhasil, tetap saja hatinya terluka bila mengingat pertengkarannya dengan Xander. Vienna menggeleng, bukan waktunya untuk memikirkan hal buruk di hari yang baik. Vienna harus segera menjalankan rencana yang telah mereka susun. 

"putri Sephia, apakah anda tertarik pada sihir?" tanya Vienna pada Sephia. 

Sephia berpikir sejenak, "memangnya sihir itu benar-benar ada? bukan hanya legenda saja?" ungkap Sephia, tangannya masih sibuk menilai bahan gaun dan dia lebih tertarik untuk memilih gaun-gaun yang dipajang. Vienna tersenyum, "tentu saja ada, saya kenal salah satu penyihir agung di Baratheon." 

Sephia sedikit tertarik, "oh yah? ternyata Baratheon benar-benar kerajaan yang memiliki penyihir. Kenapa kau menanyakan ketertarikan aku?" Sephia tahu, Vienna sedang membutuhkan bantuannya. Tentu saja, dia akan membantu sebanyak yang dia bisa. Sephia tidak akan mengingkari janjinya. 

"Jika putri cukup tertarik, maukah putri membantu saya melaksanakan acara pementasan sihir? Saya tertarik menunjukkan wujud sihir kepada teman-teman di Drugsentham." 

"kenapa tidak melaksanakannya di kediamanmu saja?" Sephia mulai mengerti dan kepalanya mulai menebak-nebak. "Saya bisa menjamin, apa yang sedang putri pikirkan adalah kemungkinan terbesarnya." Vienna menatap Sephia, mereka tidak saling bicara tapi bisa mengerti kemana arah pembicaraan mereka saat ini. 

"Apa itu dia?" tebak Sephia. Tidak lain lagi, dia yang dimaksud oleh Sephia adalah Serena. Vienna mengangguk kecil. Sephia lantas menunjukkan raut wajah kesal, dia tidak percaya dengan pikirannya saat ini. "Apa yang bisa kubantu?" Sephia sangat bertekad untuk memasukkan Serena ke dalam penjara. Bagi Sephia, Drugsentham adalah rumahnya. Dia tidak akan mentoleransi kejahatan apa pun, apalagi kalau sampai mengganggu keluarga kerajaan. Drussel adalah keluarga yang sangat berjasa bagi keluarga kerajaan dan Sephia tidak akan membiarkan Serena menghancurkan Drussel. 

Dalam hal ini, Vienna dan Sephia satu pemikiran. 

"Putri sungguh murah hati, saya sangat berterima kasih apabila putri berniat mengadakan pementasan itu di kediaman putri." Sephia tersenyum. Mereka memang sungguh berteman, "Sepakat." ujarnya menggandeng tangan Vienna.

***

Serena dan Grisella turun dari kereta kuda. Saat ini mereka sedang berada di luar butik Elisa. Serena tersenyum miring, sepertinya akan hebat bila Serena membuat kekacauan di butik Vienna. "mama, kenapa kita harus kesini?" tanya Grisella. Sejujurnya, dia merasa tidak nyaman bila harus bertemu dengan Vienna lagi. Bukan karena Grisella membenci Vienna, tapi dia merasa bersalah setelah mengatakan kalimat yang buruk pada Vienna. Bagaimanapun, Grisella dan Vienna sudah tumbuh dan hidup bersama dalam waktu yang panjang. 

"Tentu saja untuk membeli busana? Kau juga butuh beberapa gaun bagus untuk tampil di hadapan wanita-wanita yang lain. Ingat, sebentar lagi kamu adalah putri dari Marquiss, tidak boleh membuat nama keluarga menjadi jelek." Grisella merasa tidak nyaman dengan ucapan Serena. Grisella lahir di keluarga Slawy dan baginya Slawy adalah keluarganya. "apakah aku harus mengganti nama keluarga juga? maksudku...," Grisella bingung harus merangkai kata-kata seperti apa, agar Serena tidak marah. 

"Apa kau berniat untuk mempertahankan Slawy di belakang namamu?" Serena mulai terlihat kesal. Padahal Serena melakukan semua kejahatan ini, untuk Grisella. Sebuah bayangan hitam tak kasat mata menyelimuti Serena. Dia tidak tahu, sihir yang selama ini dia gunakan untuk melakukan kejahatan semakin lama melahap hatinya yang telah membusuk. 

Grisella menggeleng, "tidak, tentu saja aku akan menggantinya. Bagaimanapun juga aku akan menjadi putri dari keluarga Drussel." Grisella yang malang, dia hanya ingin Serena bahagia. Grisella hanya ingin kebahagiaan. Serena yang puas dengan jawaban Grisella lantas merangkul Grisella dan mereka masuk ke dalam butik. 

Seluruh mata langsung menatap ke arah Grisella dan Serena. Beberapa orang melemparkan tatapan hina, beberapa lagi bertanya-tanya, "mengapa mereka tak tahu malu untuk hadir disini?" bisik Dian pada Jacob. 

Jacob setuju dengan Dian, seharusnya Grisella dan Serena tidak perlu hadir di acara pembukaan butik mereka. "Selain tidak tahu malu, ternyata nyonya dan nona Slawy juga buta. Pantas saja berani menikahi tuan Marquiss yang merupakan suami dari sahabatnya sendiri." komentar pedas Jacob mampu membuat orang-orang semakin jijik dengan Serena dan Grisella. Vienna dan Sephia menuruni anak tangga, dan mereka melihat kehadiran Grisella dan Serena berdiri mematung di dekat kasir. Sephia langsung menunjukkan ekspresi perang di wajahnya.

"apa yang sedang mereka lakukan disini?" geram Sephia. 

"entah lah, putri tidak perlu marah," Sephia menghela nafas, "huft, aku memang tidak perlu marah, karena yang perlu marah itu kamu!" kesal Sephia. Rasanya dia sudah ingin mencakar-cakar wajah Serena dengan kuku-kuku yang panjang.

Grisella dan Serena memberi salam hormat kepada Sephia, tapi Sephia tidak ingin menerima salam mereka. Akibatnya, keadaan di dalam butik menjadi semakin canggung. Vienna menatap dingin Serena dan Grisella, sama sekali tidak menginginkan kehadiran mereka. Namun, dia harus berusaha menekan emosinya agar tidak kehilangan orang-orang yang mendukungnya. Saat ini semua orang mendukung Vienna, jadi dia harus mempertahankannya. "Ada perlu apa, calon Marchioness dan nona Grisella datang ke acara pembukaan butik saya?" sindir Vienna. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro