Bad Feeling

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Laki-laki berkemeja hijau muda itu memandang Keana yang masih terlelap dalam tidur. Baru sebentar dia mengenal perempuan itu, tapi hatinya bisa gelisah hanya karena hubungan rumit antara dirinya, juga Albert.

Dia mengambil jas dari lemari. Lalu, mengenakannya dan langsung meninggalkan kamar.

“Selamat pagi, Tuan. Anda tidak ingin sarapan?” tanya Linda saat Glenn sudah berada di ruang tengah.

“Tidak. Aku sedang tidak ada selera. Oh, ya, aku akan pergi keluar kota dan baru kembali besok. Kau harus menjaga Keana dengan baik. Pastikan dia aman bersamamu dan Pak Zaky. Kau mengerti?”

“Mengerti, Tuan.”

Lantas, Glenn berjalan menuju teras. Suasana masih sedikit gelap, tapi pagi ini Glenn memang harus berangkat lebih awal karena ke bandara.

Zaky menyambut sang tuan dengan wajah ramah. Senyumnya terkembang seraya menyapa dan membukakan pintu untuk Glenn.

Setelah duduk dan Zaky pun sudah ada di balik kemudi, Glenn berkata, “Sampai besok, kau harus terus mengawasi Keana. Jangan biarkan dia pergi seorang diri. Laporkan padaku siapa saja yang dia temui.”

Zaky menatap wajah Glenn dari spion depan. Pikiran bahwa Glenn menyukai Keana, sepertinya benar. Dia sangat ingat, belum pernah tuannya memberi perhatian pada perempuan lain setelah sekian lama.

“Aku mengerti, Tuan.”

Mobil lalu meluncur.

Glenn bersandar dengan pikiran yang berkelana jauh. Otaknya dipenuhi oleh Keana serta hubungan perempuan itu dengan Albert. Harusnya Glenn tak perlu merasa se-khawatir ini jika tak memiliki perasaan pada Keana. Bukankah pernikahan mereka hanya didasari keuntungan? Dan syarat yang diajukan Glenn hanya sebatas Keana tak boleh menjalin asmara dengan laki-laki lain. Perihal hati yang masih menyimpan nama seseorang, sebenarnya bukanlah urusan Glenn.

Kepalanya bergerak ke kanan dan kiri. Mencoba mengusir bayang-bayang Keana yang berpelukan dengan Albert. Hati Glenn terasa panas dan dia tak tahu kenapa bisa seperti itu.

Setengah jam perjalanan, akhirnya mereka sampai. Glenn turun dari mobil dan langsung disambut oleh sang asisten pribadi.

“Semua sudah siap, Tuan.”

Glenn mengangguk atas perkataan Shine, sembari berjalan menuju jet pribadinya. Sampai di dalam, mereka duduk di kursi putih yang saling berhadapan. Sebentar lagi mereka akan lepas landas.

Pandangan Glenn seperti kosong dan itu terbaca oleh Shine. Dahi laki-laki yang usianya tiga tahun lebih muda dari Glenn itu berkerut. Tak biasanya sang atasan seperti ini.

“Kau ingin aku melakukan sesuatu, Tuan?”

Seketika Glenn memandang Shine. Bibirnya tertarik ke belakang saat mendengar ucapan asisten pribadinya.

“Kau memang selalu mengerti aku.” Shine tersenyum, karena kali ini dia pun tak salah mengerti tuannya. “Selidiki kisah empat tahun lalu tentang perempuan bernama Keana Rhea Jayna. Berikan informasi sejelas-jelasnya tentang hubungannya dengan Albert,” perintah Glenn.

“Tuan muda Albert adik Anda?” Shine mengoreksi.

“Ya, dia.”

“Apa aku ketinggalan informasi, Tuan? Kau belum memberitahuku tentang perempuan bernama Keana itu.”

Tersenyum lebar agar Glenn tak kesal karena keingintahuannya, Shine juga memasang wajah selucu mungkin.

“Aku lupa memberitahumu. Aku akan menikah satu bulan lagi dengan Keana. Dan nanti tugasmu juga akan bertambah untuk melayaninya sewaktu-waktu.”

Langsung saja mata Shine berbinar. Sudah lama dia menanti Glenn untuk melepas masa lajang. Rasa penasaran tumbuh melesat di hati laki-laki dengan tinggi sedikit lebih pendek dari Glenn. Perempuan macam apa yang sudah bisa meluluhkan hati laki-laki yang terkenal tak pernah bermain perasaan itu.

“Aku akan segera memberi laporannya untukmu, Tuan.”

“Satu lagi. Suruh satu anak buahmu untuk mengawasi Keana yang sedang berada di rumahku. Laporkan apa saja yang dia lihat tentang Keana.”

Mengangguk mengerti, Shine pun yakin, bahwa Keana memang orang yang sangat istimewa untuk Glenn.

🍂🍂🍂

Seperti pohon yang daunnya berguguran, tapi tak bisa melakukan apa pun untuk mencegah. Hanya diam dan menikmati kala tahu bagian dirinya ada yang hilang. Namun, tetap saja tak tahu harus bagaimana agar perasaan aneh itu tak merisak. Itulah yang tengah dirasakan Glenn. Sepanjang rapat, pikirannya kacau. Hatinya terusik oleh satu nama. Keana. Dia sadar perempuan itu sudah mulai mengacaukan otaknya. Akan tetapi, Glenn tak bisa berbuat apa pun untuk menenangkan gejolak itu. Senyum di bibir merekah itu tak bisa Glenn lupakan. Glenn merasa kehilangan dirinya sendiri, seakan bukan dia yang biasa tak acuh pada perempuan.

Untung saja rapat berakhir tanpa kendala. Meski tidak terlalu fokus, tapi Glenn tetap melakukan yang terbaik.

Dia menghela napas sembari menatap ke luar dinding kaca kamar hotel suite. Gemerlap lampu yang mulai menyala dari gedung-gedung pencakar langit, menjadi pemandangannya. Calon investor yang dia ajak rapat tadi, sudah pergi. Tinggal dia dan Shine saja di sini.

“Aku akan membawakan kopi dan beberapa kudapan untukmu, Tuan. Sepertinya kau memerlukan itu.” Tidak menjawab, Glenn hanya mengangguk. “Baiklah, aku permisi dulu.”

Derap langkah terdengar kian menjauh, hingga akhirnya benar-benar hilang.

Setelah mengembuskan napas panjang, Glenn membuka jas dan melemparkannya sembarang. Tangannya kembali beraksi dengan melonggarkan dasi, serta melepas tiga kancing teratas kemejanya. Lengan kemeja itu dia gulung hingga sesiku.

Sial, Keana! Aku sepanjang hari memikirkanmu terus.’

Entah apa yang sudah Keana lakukan, hingga Glenn bisa gelisah karena tak bertemu dengannya. Bagai racun mematikan yang menyebar di seluruh tubuh, perlahan tapi pasti, Glenn mulai merasakan sakit. Mungkin tepatnya nyeri akibat ... rindu.

Dia melirik ponselnya yang teronggok di meja. Wajah Keana seketika kembali terbayang.

Aku harus mengakhiri ini! Bisa-bisanya seorang perempuan membuatku tidak tenang,’ batin Glenn.

Kakinya menuju meja dan langsung menyambar benda pipih kesayangannya. Menekan sebuah nama, lalu menempelkan ponsel di telinga.

Menyiapkan diri karena akan terlibat obrolan yang menyenangkan dengan Keana, Glenn terduduk di sofa sembari bersandar.

Tak menunggu waktu lama, seseorang di seberang sana menyapa.

“Di mana Keana?” tanya Glenn to the point.

“Nona Keana mengatakan bosan di rumah. Jadi, dia berjalan-jalan bersama Pak Zaky.”

Ada rasa kecewa yang menyusup di hati Glenn. Harapannya mendengar suara perempuan bersurai indah itu, harus tertunda.

Mendesah pelan. Glenn memejamkan matanya sejenak. Dia tak habis pikir kenapa bisa segelisah ini hanya karena tak melihat Keana. Bagaimana bisa perempuan yang baru datang ke hidupnya itu mengacaukan ketenangan batin Glenn?

“Apa dia tak bertanya tentang aku?”

Hanya menanyakan kapan Tuan kembali.”

Keana, berani-beraninya kau tak mengatakan rindu padaku! Sementara di sini, kau membuatku gelisah sepanjang hari.’ Glenn benar-benar kesal.

“Hubungi aku jika dia sudah pulang. Katakan padanya, aku akan menunggu telepon darinya.”

Baik, Tuan. Apa ada hal lainnya?”

“Tidak ada, Linda. Ingat segera hubungi aku jika terjadi sesuatu pada Keana.”

Baik, Tuan.”

Panggilan terputus. Glenn meletakkan ponsel di sisinya begitu saja. Hatinya dongkol dan dia ingin melampiaskan pada sesuatu. Dia berpikir akan pergi ke night club saja nanti. Namun, saat melihat Shine datang tergopoh-gopoh, khayalan menyenangkannya buyar.

“Kau kenapa?” tanya Glenn heran yang melihat Shine terengah-engah.

Sepertinya laki-laki itu berlarian untuk mencapai kamar Glenn dengan cepat.

“Aku sudah mendapat informasi tentang Nona Keana dan Tuan muda Albert,” kata Shine setelah meletakkan tas belanjaannya di meja. Dia kini sedang mencoba mengatur napas, sedangkan Glenn, setia menunggu informasi itu. “Mereka tidak ada hubungan spesial.”

Bibir Glenn tertarik sempurna. Bulan sabit seperti melengkung indah di sana. Dia mengangguk-angguk, masih menunggu kelanjutan cerita dari Shine. Si asisten duduk di seberang Glenn, setelah meneguk air dalam kemasan. Sekarang dia tampak lebih terkontrol.

“Hanya saja, Nona Keana memang pernah ada hati pada Tuan muda.” Ya, Glenn tahu itu. “Tapi saat itu Tuan muda mengabaikan Nona Keana karena memiliki kekasih. Dan sampai akhirnya Nona Keana pergi keluar negeri, mereka tidak pernah menjalin hubungan.”

“Jadi, ini tentang rasa yang tak terbalas saja?” tanya Glenn memastikan.

“Benar, Tuan.”

‘Mereka sama sekali tidak pernah ada hubungan. Seharusnya aku tak perlu banyak berpikir, karena Keana bukan bekas kekasih Albert. Tapi aku merasa tidak rela jika Keana masih menyimpan hati untuk Albert. Dan Albert pun terlihat ingin mendapatkan Keana sekarang. Aku harus mencari tahu tentang perasaan Keana.’

Tapi ada hal lain yang harus aku sampaikan, Tuan.” Glenn mengangguk, mempersilakan Shine bicara hanya dari isyarat. “Baru saja aku mendapat informasi, bahwa Tuan muda Albert menemui Nona Keana di taman hiburan.” Shine menunjukkan foto-foto Keana dan Albert yang tengah bersama.

Mendadak, wajah Glenn terasa panas. Dia mengumpat dalam hati atas apa yang baru saja didengar dan yang dilihatnya. Namun, belum sempat dia berpikir jauh, ponselnya berdering. Dari Zaky. Segara dia angkat. Suara dari seberang langsung mengatakan sesuatu pada Glenn.

“Ya, Pak Zaky. Aku tahu mereka bertemu. Kau tetap berada di belakang Keana. Ikuti dan terus perhatikan apa yang mereka lakukan.”

Setelahnya, panggilan terputus. Ponsel yang di genggaman Glenn, tercengkeram kuat. Laki-laki itu kesal dan merasakan hatinya juga panas.

“Kita akan kembali malam ini. Persiapkan semuanya!” perintah Glenn.

Tercengang, tapi Shine tak berani membantah. Dia paham, Glenn pasti tahu apa yang akan dilakukan. Perihal pertemuan untuk mendiskusikan lahan yang akan dilakukan besok, bisa jadi Glenn sudah mendapatkan solusinya.

Dan mereka benar-benar kembali malam ini, hanya untuk Keana.

🍂🍂🍂

“Kau di mana?” Glenn menghubungi seseorang saat sudah duduk di mobil Shine.

Setelah mendapat jawaban, Glenn mematikan panggilan.

“Ke rumahku, Shine. Lajukan mobilmu seperti kuda, bukan siput!”

Tanpa basa-basi, Shine langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Pohon-pohon perindang jalan yang Glenn lalui, dahannya bergerak sebab angin yang diakibatkan dari kencangnya laju mobil itu.

Waktu seakan memburu Glenn, hingga dia terus saja merasakan detak jantungnya tak beraturan. Berkali-kali dia menghela napas berat. Namun, tetap saja kegundahan itu enggan sirna dari dirinya. Perasaannya kacau hanya karena seorang perempuan.

“Cepatlah!”

Kali ini detak jantung Shine yang memburu mendengar perintah tuannya. Padahal mereka sudah memasuki kompleks tempat tinggal Glenn. Lima menit lagi mereka akan sampai. Akan tetapi, Glenn terlihat benar-benar tidak sabar. Shine bisa melihat ekspresi Glenn dari kaca spion depan. Laki-laki beralis tebal itu  terus saja memukul pahanya dengan tangan terkepal. Dan Shine hanya bisa menggeleng.

Menyadari sudah sampai di depan gerbang rumahnya, Glenn segara turun dan membuka sendiri benda dari besi yang tinggi menjulang itu. Bahkan dia berlarian, meninggalkan Shine yang masih terpaku.

Glenn menggedor pintu berkali-kali, hingga Linda tergopoh-gopoh untuk membukanya.

“Se-selamat malam, Tuan.” Linda menyapa gugup. Dia tahu Glenn sedang marah. “Nona ada di kamar Anda.”

Bergegas Glenn berlari dan menaiki tangga. Ada rasa membuncah yang ingin dia tumpahkan. Dia marah, tapi tak mengerti kenapa bisa semarah ini.

Sesampainya di depan kamar, tanpa ketukan ada sapaan lembut, Glenn membuka pintu. Matanya nanar memindai sekitar. Tidak ada Keana di ranjang atau kursi rias. Namun, suara gemericik air yang baru saja terhenti dari kamar mandi, cukup jadi penanda bahwa Keana ada di dalamnya.

Tangan Glenn terkepal kuat. Dia lantas duduk di tepi ranjang. Merunduk, dengan pikiran berkecamuk. Penampilannya yang berantakan menunjukkan bagaimana daging merah dalam dadanya itu sedang tidak baik-baik saja.

“Kau sudah pulang? Baru saja aku akan menghubungimu.”

Sontak Glenn mengangkat wajah dan menemukan Keana tersenyum berdiri di depan kamar mandi. Wangi segar menguar begitu saja. Glenn bisa mencium wangi itu, meski mereka tak berdekatan.

Perlahan, Glenn bangkit. Dia berjalan ke arah Keana dan tanpa aba-aba, menarik pinggang ramping itu hingga menempel pada tubuhnya. Keana terkejut, terlebih ketika Glenn melumat bibir merekahnya dengan kasar.

Bibir Glenn memagut liar bibir Keana. Lidahnya menerobos masuk. Menyesap kasar bibir atas dan bawah Keana. Suara decapan seketika memenuhi ruang. Sementara, satu tangan Glenn sibuk meremas bokong Keana.

Mata Keana membulat. Tangannya memukul-mukul dada Glenn, berharap bisa melepaskan diri. Keana bisa merasakan ada yang salah. Glenn tak pernah berbuat sekasar ini, bahkan sekarang bibir Keana terluka, karena Glenn menggigitnya.

“Kau gila, hah?!” tanya Keana terengah-engah saat Glenn melepaskan tautan bibir.

Bukannya menjawab, Glenn semakin erat memeluk pinggang Keana. Hatinya panas, dia ingin melampiaskannya malam ini.

Jemarinya lalu bergerak untuk melepas tali bath robe yang sedang Keana gunakan. Keana meronta, tapi percuma. Glenn sudah melihat bagian depan tubuh perempuan itu yang tidak sedang menggunakan apa pun. Lalu, dalam satu gerakan, kain putih itu meluncur begitu saja. Kini, Keana full naked. Wajahnya memerah, menahan malu. Namun, Glenn tak peduli. Kembali dia melumat kasar perempuan bertubuh ideal itu.

Keana melawan, tapi tetap tak bisa. Meronta pun percuma. Yang ada, gerakan Glenn malah semakin liar. Seperti sekarang, laki-laki sudah turun untuk menjelajah leher jenjang Keana. Menghirup aromanya, lalu menempelkan bibir dan memberi banyak tanda di daerah itu.

“Kau gila, Glenn!” Keana membentak, sembari menahan amarah.

Namun, Glenn tak ingin mendengarkan. Dia kini beraksi di dada Keana. Lidahnya terjulur untuk menjilati puncak dada perempuan itu.

Ahhh!”

Keana tak bisa menahan desahannya. Matanya terpejam rapat, sambil mengutuk Glenn yang sudah membuatnya merasakan sensasi aneh ini.

Argh!”

Kali ini, Keana mengerang, karena Glenn menghisap kuat, serta menggigit puncak dadanya. Mata Keana terasa panas. Air mata perempuan bersurai indah itu hendak turun. Dan dia hanya bisa menjambak rambut Glenn, karena tidak bisa melepaskan diri.

“Apa Albert pernah melakukan ini padamu, hingga kau tergila-gila padanya?”

Setelah bertanya, Glenn kembali menjilat, mencium, dan memberi tanda di dada Keana. Dia melakukannya tanpa perasaan. Tangan dan lidahnya  bergerak tanpa aturan. Meremas seluruh bagian tubuh Keana yang  membuat hasratnya bergejolak.

Sementara itu, Keana terdiam dan mulai paham, bahwa Glenn sudah tahu tentang masa lalunya.

“Katakan apa saja yang Albert lakukan pada tubuhmu ini. Aku akan melakukan yang jauh lebih baik darinya,” ucap Glenn di sela-sela ciuman kasarnya di tubuh Keana.

Keana hanya bisa diam. Hatinya hancur diperlakukan seperti ini. Dua tetes air mata meluncur di pipi Keana.

Glenn yang biasa menyentuhnya dengan penuh kelembutan, kini berubah menjadi kasar. Dan bisa jadi inilah karakter Glenn yang sesungguhnya.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro