G.S.K [Part 25]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pikirannya kembali ke pertemuan dengan wanita berambut ikal panjang. Wajahnya dipenuhi lebam, ekspresi penuh amarah, pakaiannya lusuh.

"Kenapa kamu babak belur gitu?"

Wanita itu tersenyum,"Nenek tua itu mengganggu. Padahal aku sudah menjaganya dengan baik. Satu-satunya keluarga yang tersisa, dia malah marah saat menguping pembicaraan kita di telepon."

"Hah? Nek Rozé?"

"Iya. Dia marah aku selalu bawa kucing liar ke rumah. Padahal kucing itu pengganti kucingku yang hilang saat kebakaran waktu itu."

"Ah, kucing mae?"

Wanita itu tersenyum sendu,"Iya. Aku merindukannya." Ekspresi sedih tadi berganti dengan kekesalan,"Aku cuman mau itu, dan nenek itu bersikeras mau mengusirnya. Tua bangka tidak tahu diri. Bukannya bersyukur masih ada yang mau mengurusinya."

"Kamu gila. Bahasamu terlalu kasar."

"Ya, mereka berdua harus merasakan yang kurasakan. Tidak becus bekerja, membuatku kehilangan keluargaku. Ini saatnya, kita sudah mempersiapkan ini dari lama. Bulu-bulu kucing itu pasti menarik perhatian. Mereka orang bodoh yang tidak sadar mereka sedang dipermainkan."

"Kamu belum puas? Korbanmu bukan lagi kucing, tapi manusia,"ujar pria dengan topi hitam itu dengan heran.

"Oh, maksudmu cewek bodoh yang kuhasut itu? Dia jadi menggunakan racun itu?" monolognya sambil tertawa.

"Ya, kasus itu yang mempertemukan dua targetmu. Mereka semakin lengket tahu."

"Aku sudah tahu. Cepat atau lambat mereka akan bertemu. Karena itu aku menyuruh orang bodoh lainnya untuk merusak rumah adiknya. Dia akan gusar. Masih ada kejutan lainnya, dia harus terluka ... baik fisik maupun mental," tandasnya sambil tersenyum senang.

Aleksander menghela napas panjang, tangannya terkepal kuat. Dia tahu cepat atau lambat semua akan terungkap. Namun, dia tidak akan menyesali perbuatan ini.

Christine melirik ke arah Aleksander, pria itu terlihat aneh dengan pandangan kosong dan ransel yang dibawanya turun.

Tempat ini sudah mulai ramai, rekan tim yang lain sudah berdatangan. Terlihat Reno sedang memasang pembatas polisi atau police line dari jalur masuknya korban, melingkar ke sekitar korban, barang bukti, dan perkiraan arah keluar pelaku.

"Bagaimana? Dari kesaksian warga, apa ada petunjuk?" tanya Christine saat bertemu Sean, rekan kerja Reno.

Sean tersenyum, "Halo Christine, warga di sana yang menemukannya. Dia lagi bersihkan sampah di pinggir kali, lalu ada kayu besar yang mengambang bersama tumpukan plastik lainnya. Dengan bambu panjang dia mau menarik plastik-plastik itu, siapa sangka ternyata ada mayat manusia di sana."

"Hmm, pasti ada jejak kaki, kan?"

Sean tersenyum samar,"Nyaris hilang, kamu lupa ini habis hujan?"

Christine mendengkus kesal,"Sial. Terus, ada informasi apa lagi? Ada CCTV di sini? Ada yang sudah mengeceknya?"

Sean menunjuk CCTV di atas toko yang berada di dekat kali ini. "Ada, Geo sudah ditugaskan untuk pergi ke pemilik toko itu, mungkin masih proses. Lalu, ada informasi yang sudah kamu duga, Christine."

Wajah Christine memucat,"Jangan bilang, ini masih kasus yang sama?"

Tangannya terkepal kuat,"Sialan. Kapan dia akan berhenti?"

Ada suara langkah mendekat ke arahnya,"Sampai kita menemukannya."

Christine tersentak lalu membalikkan badan, mencari sumber suara itu. "What are you doing here?"

"Mencarimu. Kamu pergi, aku nggak bisa beristirahat dengan tenang."

"Darimana kamu tahu aku di sini?"

"Dari rekan kerjamu, Aleksander. Aku bisa di sini juga karena dia, kalau nggak aku masih tertahan karena mas di sana galak sekali, tidak memperbolehkan siapapun masuk."

Christine menghela napas panjang, menatapnya dengan pandangan khawatir. "Kamu udah baikan? Masih sakit?" Tangannya terulur menempelkan punggung tangan di dahi Zoey.

Pria itu tersenyum lebar, "Aku sudah cukup beristirahat. Lagipula, hanya pukulan kecil, aku tidak semudah itu untuk mati."

"Memangnya dokter sudah ijinkan kamu pergi dari rumah sakit?"

Zoey terkekeh pelan,"Tidak, aku kabur dari sana."

"Terus, Nuki? Kabarnya gimana? Pak Guo dan pak Adi?"

Zoey terkekeh pelan,"Aku meyakinkan mereka kalau kamu nggak akan marah. Aku sudah pulih dan aku tidak tenang membiarkanmu pergi sendiri. Nuki dia sudah sadar, ada pak Adi dan pak Guo, dia aman bersama mereka."

Christine menghela napas kesal. "Dasar, aku nggak mau tanggung jawab kalau kamu kesakitan atau pingsan. Tanggung sendiri," omelnya lagi.

"Tenang, i am fine. It is fine now."

"Ya sudah. Kita jangan buang waktu lagi.  Sean, ini Zoey. Kalian sudah saling kenal, kan?"

Sean dan Zoey saling mengangguk dan tersenyum. "Long time no see, bro."

"Iya, bro. Oke, kembali lagi ke sini. Ada surat di dekat badan mayat ini. Katanya—"

Sean terdiam, dia terlihat gemetar. "Kenapa, Sean?"

"Temui aku di tempat kalian membiarkan keluargaku tewas dulu, atau adikmu yang kena akibatnya. Ada emoticon senyum di akhir," ucapnya pelan.

Zoey dan Christine terdiam, memandang satu sama lain. "Ini ada kaitannya dengan kasus kebakaran itu?"

"Dugaanku iya, ada bulu emas itu di tubuh korban. Zoey, kasus yang kamu hadapi juga ada barang itu,kan?"

Zoey menghela napas panjang,"Iya, ada. Darimana kamu tahu?"

"Berkasmu. Aku sudah menyelidikinya di kantormu."

Zoey mengangguk,"Ya, tidak masalah. Aku juga berniat membahas kasus ini bersamamu. Aku berada di jalan buntu. Oh iya, kamu juga menyelidiki—"

"—oh iya, mayat ini seorang gadis kecil berumur delapan belas tahun. Namanya Christina." Christine mengucapkannya dengan mata membola. Dia baru mendapatkan data korban dari Sean.

"Hah? Christina?" Zoey tidak merasa asing dengan ucapan itu. Dia segera menarik kertas itu.

Nafasnya menjadi cepat, matanya memanas. Lututnya menjadi lemas, "Kenapa jadi gini? Bahkan aku masih berhutang penjelasan padanya," ucapnya sambil berurai air mata.

Sean mengerenyit heran,"Kenalanmu?"

Zoey menggeleng pelan,"Klienku. Dia datang karena merasa ada yang aneh dengan tetangganya. Sekalian melaporkan kucing sepupunya yang hilang."

Sean mengangguk paham lalu melirik ke arah Christine. Wanita itu mengangguk pelan lalu menepuk pundak Zoey pelan.

"Zoey, Mr. Anderson akan datang. Dia sudah sampai. Kamu bisa sama Aleksander dulu? Kita bicara ini nanti."

Zoey mengepalkan tangannya, "Tentu. Aku bukan bagian dari kalian lagi, sudah sepantasnya pengecut ini pergi."

"Zoey, stop saying that thing."

Langkahnya pelan, dengan badan gontai dia terus berjalan, tidak merespon ucapannya. Christine tidak bisa berbuat apa-apa, bosnya tidak suka ada orang lain ikut campur di sini. Namun, selama tidak ada yang tahu maka tidak masalah.

Zoey berhenti melangkah dan memandang sendu ke Christine. Dia berlari dan menyelipkan kertas di sana. Di telapak tangan wanita itu, dengan alih-alih menjabat tangannya erat. Lalu, Zoey pergi bersama Aleksander.

Christine tahu jika Zoey sudah bertindak seperti itu, artinya dia tidak lagi mempercayai orang-orang di sekitarnya. Jantungnya berdegup kencang, tatapannya terus tertuju pada pria itu sampai punggungnya tidak lagi terlihat.

Di tempat lain, Zoey berdiri di depan mobil. Dia sudah membuka pintunya dan memandang ke arah Christine berada. Wanita itu tidak lagi terlihat olehnya, mereka baru berpisah beberapa saat yang lalu, tapi dia sudah merindukannya.

"Cepatlah. Waktuku tidak banyak," keluh pria lain yang sudah masuk di dalam mobil.

Zoey mendengkus kesal lalu masuk. Dalam batinnya dia berharap Christine tidak akan semarah itu padanya nanti, ini demi dirinya juga.

Dia memegang erat surat yang dipegangnya. Surat dari seseorang di masa lalu, keluarga dari korban yang tidak berhasil diselamatkannya.

Mereka sudah masuk ke dalam mobil, lalu pria itu mengulurkan tangannya. "Mana ponselmu? Kasih cepat," ucapnya lagi.

Zoey mendelik kesal ke arahnya. "Brengsek."

"Aku tidak perduli padamu. Kamu bisa saja kabur dan menelpon wanita kesayanganmu itu,"ujarnya lagi.

"Jangan bawa-bawa dia. Aku sudah mengikuti permintaan bosmu. Sebaiknya kalian tepati janji kalian,"ujarnya dengan penuh penekanan. Zoey menyerahkan ponselnya sambil merengut kesal.

"Ya, terserah," jawabnya asal sambil mengambil ponsel Zoey lalu membuangnya di semak-semak.

"Dengan begini, kamu tidak akan dilacak," ujarnya sambil tersenyum puas.

Mobil melaju dengan cepat. Zoey terus membaca surat itu dengan tatapan sendu.

To: Zoey Kasiman.

Hai, aku anak dari korban yang tidak kamu selamatkan :)
Terima kasih, berkat kalian aku harus menderita kesepian. Datanglah bersama orang suruhanku, kalau tidak partnermu akan aku lukai. Pilihlah dengan bijak.

Zoey menemukan surat ini di saku bajunya saat dia masih terbaring di rumah sakit. Saat itu pula dia langsung beranjak dan pergi ke kamar Nuki. Di sana ada pak Adi dan pak Guo. Sengaja Zoey menyuruh mereka menjaga Nuki saja, karena dia sudah siuman.

Nuki masih tertidur saat Zoey masuk. Dia mengetuk pintu dan masuk ke sana.

"Hai, pak Adi dan pak Guo," sapanya sambil tersenyum. Mereka menatap Zoey dengan ekspresi heran.

"Loh? Kok mas Zoey ke sini?" tanya pak Adi panik.

"Saya harus bertemu Christine. Dia dalam bahaya."

"Tapi, ada Aleksander bersamanya," lanjut pak Guo.

Zoey menggeleng pelan. "Masih belum pasti, saya mohon jaga Nuki. Saya percaya kalian berdua tidak akan mengkhianati Christine yang kalian jaga dari kecil. Tolong beritahu papanya Christine untuk mengirimkan bodyguard tambahan ke Christine. Dia akan membutuhkannya. Ada seseorang dari masa lalu yang ingin balas dendam ke kami," ucapnya dengan nada sendu.

"Tapi, bukankah itu berarti nyawa mas Zoey juga dalam bahaya?"

"Saya akan baik-baik saja. Prioritas kalian adalah Christine dan kumohon tolong jaga Nuki,"ucapnya lalu beranjak pergi dari sana.

Zoey sudah berada di tempat parkir rumah sakit begitu ada mobil yang dikenalinya datang. Zoey tahu Christine seperti apa, dia tidak mungkin menyuruh dia menjemputnya.

Wanita pemarah itu akan marah kalau dia kabur dari rumah sakit. Namun, Zoey membiarkan mereka melakukan seperti yang direncanakan.

Aleksander menurunkan kacanya dan tersenyum, "Hei. Ngapain di situ?"

"Oh. Cari udara segar aja. Kamu ngapain di sini? Christine mana?"

Dia terdiam dan tetap tersenyum, "Come with me. You will know where she is."

Zoey mendengkus kesal lalu tertawa, "Oke. Bring me to her."

"Christine or my boss?" tanya Aleksander saat dia sudah masuk ke dalam mobil. Zoey menatapnya bingung.

"What do you mean?"

"I know you understand what i mean. If you are here, then you have already read the letter. Just answer my question."

"Okay. Bring me to Christine first, then take me to your boss."

Semua terjawab, Zoey semakin tidak tenang. Dia takut Christine terancam.

"Tenang. Selama kamu tidak memberontak, dia akan tetap aman," ujarnya memecah keheningan.

"Hmm."

***

Sudah satu jam berlalu sejak Zoey pergi dengan Aleksander. Mereka sudah membawa mayat tadi ke ruang autopsi. Begitu Christine akan naik ke mobilnya, dia menyadari suatu hal.

"Kenapa Aleksander tidak menjawab pesanku? Seharusnya mereka sudah kembali ke tempat ini sejak tadi."

"Gimana? Ada jawaban?" tanya Sean, sejak tadi dia berusaha menenangkan Christine yang gusar. Dia terus mengatakan kalau perasaanya tidak tenang.

Christine melirik ke arah Sean lalu menghela napas. "Nggak dijawab. Aneh."

"Oh iya, tadi dia ngapain? Pas dia mau pergi kan dia dekatin kamu."

Mata Christine membola, dia segera merogoh saku celananya dan membacanya. Sean juga ikut membaca surat itu, lalu mereka mencium bau bensin.

Saat itu juga Sean segera menarik Christine lari dari sana. Dugaan Sean benar, tangki minyak di mobilnya sudah dilubangi, dan ada puntung rokok yang dilempar oleh pengendara yang lewat. Terlalu unik untuk disebut sebuah kebetulan.

Selepas itu, bunyi ledakan terdengar begitu keras.

"Awas!" teriak Sean keras. Badan mereka terpental jauh ke depan, menghantam kerasnya aspal dan semuanya menjadi gelap.

                        -TAMAT-

Psst! It will be continue in G.S.K season 2. Be ready!

Special thanks for you guys, thank you for reading this story. Love you to the moon and back.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro