Extra Part: Andromeda 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Om Andro ngapain ke sini?" Gadis kecil itu menghadang jalan lelaki itu masuk ke rumah. Dia mengacungkan sendok es krim dari mulutnya untuk menakuti Andro.

Andro membuka mulut untuk berpura-pura menggigit sendoknya. Gadis kecil itu menarik sendok itu dan menjulurkan lidah mengejeknya.

"Kok gitu?" protes lelaki itu dengan wajah muram yang dibuat-buat. "Kan aku kangen sama kamu, Cantikku."

"Kemarin Om bilang Kak Luna yang cantik."

Andro tertawa. Dia berjongkok di depan gadis itu. Saat tangannya akan meraih, gadis itu menghindar dengan wajah cemberut, cemburu pada perlakuan Andro untuk kakaknya. Gadis-gadis di rumah ini memang sering berebut perhatian saat Andro datang. Mereka suka cara Andro memanjakan mereka dengan makanan enak dan pujian manis. Selain itu, bagi mereka Andro adalah pengganti orang tua saat orang tua mereka ke luar kota atau saat mereka harus ke luar rumah tanpa orang tua. Beberapa dari mereka menyebut Andro "Tukang Pukul", sebagian lagi menyebutnya "Paman Galak". Dia memang galak, apalagi jika mendengar ada cowok yang mendekati mereka.

"Kan kalian semua memang cantik kayak Bunda. Cium dulu sini," katanya menyodorkan pipi pada gadis kecil itu.

"No no no. Kata Bunda nggak boleh cium pipi orang sembarangan."

"Aku bukan orang sembarangan, kan? Kita kan sudah lama jadi teman."

"Tetap nggak boleh. Kata Bunda, anak kecil nggak bisa melawan. Kalau terlalu baik, nanti dimanfaatkan orang jahat."

"Aku ini mananya yang jahat? Coba lihat," katanya sambil membuka jaket, memperlihatkan kaos kelabu belel di baliknya. "Kita kan teman dari kamu sekecil ini." Dia membuat tanda tangan dan telunjuk membentuk titik yang sangat kecil.

Gadis itu mengentakkan kaki ke lantai. "Aku nggak pernah sekecil itu."

Andro tidak bisa menahan tawa. Dia duduk di lantai teras rumah itu dan tertawa melihat kelakuan anak lima tahun di depannya. Biasanya, anak ini tidak mencari gara-gara dengannya. Kemungkinan besar, anak ini baru mendapat nasihat dari ibunya tentang kejahatan pada anak-anak. Menurut Andro itu bagus, asal tidak diterapkan padanya. Sudah lama sekali dia menganggap dirinya sebagai ayah kedua dari gadis-gadis kecil ini. Jocy kecil merupakan gadis favoritnya. Anak ini selalu bertanya, selalu penasaran, dan hampir tidak berpikir sebelum membuka mulut. Untuk orang iseng yang suka mencari gara-gara, bagi Andro interaksi bersama Jocy sangat menyenangkan.

"Kata Bunda, Om kalau ke sini pasti ada maunya," kata gadis itu lagi sambil mengaduk es krimnya. Rambutnya yang hitam dan lurus sebahu jatuh menutupi wajah, membuat mata sipitnya makin tidak terlihat.

Andro mengambil jepit rambut anak-anak yang baru dibelinya untuk mengikat rambut anak itu. Setiap mengunjungi rumah itu, dia selalu membeli pernak-pernik untuk anak perempuan. Dia sendiri heran, bagaimana perempuan bisa dengan mudah menghilangkan karet atau jepit rambut?

"Kapan Bunda ngomong gitu?"

"Waktu Om Andro ke sini itu. Kan Bunda bilang, 'kamu kalau ke sini pasti lagi ada maunya.' Om Andro mau apa sekarang?"

Dia tertawa sebentar. Dicoleknya es krim anak kecil itu dengan telunjuk sampai anak itu menjerit marah, protes atas perampokan yang dialaminya.

"Om cuma mau ketemu sama Bunda. Om pengin ngobrol sama Bunda. Kan cuma Bunda temannya Om."

"Kenapa nggak sama Om Berry aja?" protes Jocy lagi.

"Om Berry nggak di sini. Mana bisa Om ngobrol sama dia."

"Ada telepon. Om bisa ngomong di telepon sama Om Berry."

"Kan enakan ngomong langsung daripada telepon. Kalau ngomong langsung, Om bisa sambil minta peluk Bunda. Eh?" Andro melihat ke halaman, menghitung mobil yang ada di sana. Mobil SUV yang sering dipakai tuan rumah tidak ada. "Ayah belum pulang?" tanyanya.

"Belum. Yanda katanya besok baru pulang. tadi Yanda telepon Bunda. Nanti Yanda mau telepon lagi." Gadis kecil itu tiba-tiba menampakkan wajah sedih. Dia mendekati Andro dan berkata, "Aku iri sama Kak Bulan. Kak Bulan diajak Yanda pergi."

Andro tersenyum. Dia suka kalau gadis kecil itu curhat. Wajahnya jadi terlihat lucu, apalagi kalau menangis. "Karena Kak Bulan harus daftar sekolah di sana, kan? Kalau kamu iri, berarti kamu pengin daftar sekolah di tempat yang jauh dan pisah sama Bunda. Mau?"

"Emangnya nggak boleh sekolah sambil sama Bunda?"

"Boleh, tapi Bunda ada di sini sama saudaramu yang lain. Bunda nggak bisa ada di dua tempat sekaligus, kan?"

Dia mengangguk sedih. "Aku mau sama Yanda."

Andro meletakkan tangan di bahu gadis kecil itu. "Sabar, ya. Nanti kalau Yanda pulang, Om yakin kalian pasti diajak keluar semua."

"Kalau Yanda pulang, aku mau tidur sama Yanda."

"Nggak boleh, kan? Kamu sudah besar nggak boleh tidur sama Yanda."

"Kenapa, sih?"

"Karena anak yang sudah besar harus tidur sendiri atau barengan sama yang satu jenis kelamin. Yanda harus tidur sama Bunda karena orang dewasa nggak boleh tidur sendirian. Ingat, orang dewasa harus diskusi sebelum tidur untuk anak-anaknya."

"Om tidur sama siapa?"

"Sendirian."

"Om nggak diskusi?"

Dia mengembuskan napas panjang, cukup lelah dengan perdebatan dengan anak kecil ini. Di antara saudara-saudaranya, Jacy memang yang paling banyak bertanya. Sienna mengartikan ini sebagai kecerdasan berlebih. Menurut Andro, ini menyenangkan asal tidak saat hatinya sedang kacau begini. Pertanyaan lugu anak itu membuat kabut dalam hatinya turun lagi.

"Om belum punya anak. Om nggak butuh diskusi. Tapi, tolong doakan Om bisa punya teman diskusi untuk bikin anak, ya." Dia menahan diri agar tetap terlihat ceria.

"Apa lagi yang kamu obral buat Jacy?" tegur Sienna yang baru datang dari bagian dalam rumah. Celemek yang belepotan cokelat dan tepung merupakan tanda kalau dia baru selesai memasukkan kue ke oven. Aroma butter dan vanila menguar dari tubuhnya. "Jace, kamarmu bau banget. Coba, deh, dirapikan dulu, Sayang. Kayaknya kamu nyimpen handuk basah, ya?"

"Oh, No! Itu bukan handuk basah, Bunda. Itu handuk yang mau kupakai lagi."

"Nggak ada yang pakai handuk basah, Sayang. Kalau badanmu basah, dilap pakai handuk yang sama basahnya, nggak akan bisa kering. Ayolah! Beresin dulu sebentar. Om masih lama di sini, kok." Sienna melepas celemeknya dan melipat asal-asalan. Setelah anaknya menuju kamar, baru dia berkata pada Andro, "Kayaknya masalahmu gede banget sekarang ini. Ngapain kirim chat kayak gitu? Siapa yang kamu tiduri?"

Sienna sebenarnya ingin tertawa. Dia tidak mengerti lelaki dewasa yang sering gonta-ganti pasaangan seperti Andro sampai mengetikkan pesan dengan huruf kapital semua: AKU SUDAH NGANUIN DIA.

Bago Sienna, kadang Andro memang seperti anak kecil yang manja dan kolokan. Andro selalu ingin diperhatikan dan dimanja lebih dari adiknya sendiri. Namun, dia juga tahu Andro tidak akan mengiriminya pesan seperti itu kalau tidak karena dia benar-benar ingin berteriak keras.

"Andro?" panggil Sienna lagi, menuntut jawaban.

"May," kata Andro dengan suara muram, berbeda dengan yang diperkirakan Sienna. Lelaki itu berjalan masuk ke rumah dan duduk di lantai dekat May berdiri. Ya, duduk begitu saja seperti orang yang pasrah.

Sienna mengerutkan kening. "May?"

"Cewek di depan rumahku, tetangga baruku," jelas laki-laki itu lagi.

"Yang kamu bilang sudah punya suami?"

Dia mengangguk pelan, jawaban yang membuat Sienna jadi mendengkus kasar, kesal padanya.

"Aku bilang apa, Andro? Kan seharusnya--"

"Aku nggak tahu kalau bakal gini, Sienna. Aku nggak merencanakan. Aku cuma pengin tanya ke dia kenapa dia cuekin aku. Aku sudah janji bawakan buku soal-soal buat anaknya, tapi dia malah bawa anaknya nggak tahu ke mana. Pas aku menyelinap masuk, aku nggak tahan lihat dia. Semuanya impulsif. Aku tambah bergairah waktu dia melawanku." Andro melihat tangannya, masih bisa merasakan getar tubuh May di tangannya. "Dia menginginkanku, Sienna, tapi setelah itu dia malah mengusirku."

"Dia bukan cuma pengin menghindari kamu, Andro. Dia pengin memperbaiki hidupnya. Dia tahu kalau yang dia lakukan salah. Dia nggak mau merusak rumah tangganya. Masa kamu nggak ngerti?" Perempuan itu memperbaiki ikatan rambut dan mengelap keringat di ujung pelipisnya. "Sekarang, kamu nggak ngasih dia apa-apa selain rasa bersalah. Dia bakal terus sedih."

Andro menunduk. "Iya, benar. Dia tadi kelihatan sedih banget waktu sama temannya. Dia nggak mau lihat aku lagi." Dia mengusap wajah dengan tangan beberapa kali. "Aku harus gimana, Sienna? Aku malah bikin kacau gini."

Sienna diam, ikut duduk di lantai, di sebelahnya. Sebenarnya, Sienna ingin sekali menggenggam tangan Andro untuk menguatkan hatinya, tapi dia tahu kalau Andro kali ini sudah kelewat batas dan harus dihukum. Dia tahu benar bagaimana sulitnya mempertahankan rumah tangga. Sudah pasti perempuan bernama May itu ketakutan setengah mati sekarang.

"Suaminya sudah tahu?" tanya Sienna pelan.

Andro menggeleng. "Seharusnya, sih, belum."

"Kok bisa bilang gitu?"

"Kalau sudah pasti dia marah sama aku, kan? Kecuali dia memang laki-laki pengecut parah."

"Memang gimana suaminya?"

"Ass hole. Ini bukan cuma umpatan. Suaminya itu tahi yang sebenarnya. Sampah. Nggak guna. Nggak ada kelebihan selain tukang membual." Dia berdecak beberapa kali, ingin meludah sebenarnya. Tidak sedikit pun dia menyimpan simpati pada lelaki yang begitu tidak peduli pada istrinya sendiri itu.

"Suaminya bikin aku ingat Papa," katanya lagi dengan suara pelan. "Beda di kemiskinan aja. Ini yang bikin aku heran. Bisa-bisa orang kayak dia sombongnya luar biasa."

"Itu bikin kamu merasa punya hak untuk merebut dia? Kamu pikir kamu bisa bahagiakan dia setelah dia ada di pelukanmu? Nggak semudah itu, Andro. Nggak gampang bikin orang yang sudah terluka jadi bahagia lagi, apalagi kalau lukanya kamu yang bikin. Anaknya gimana?"

Andro makin terlihat muram. "Anaknya baik sama aku sampai dia jauhin aku dari anaknya. Mungkin, anaknya bisa nerima aku kalau kami bersatu."

Sienna meletakkan tangan di bahu Andro. "Sayang, jangan cari masalah. Jangan ganggu perempuan baik-baik yang ingin mempertahankan rumah tangganya. Sebaiknya kamu buang perasaan ini sebelum terlambat."

Suara mobil terdengar keras dari halaman rumah. Anak-anak Sienna sudah datang. Perempuan itu berdiri, akan meninggalkan Andro. Namun, sebelum itu dia berkata, "Andro, kamu tahu yang harus kamu lakukan. Nggak semua cinta harus diliarkan. Ada yang harus disimpan agar nggak melukai orang yang kamu cintai atau dirimu sendiri. Belajar dari aku, Andro. Jangan rusah orang yang kamu sayangi. Jangan bikin dia membencimu karena cintamu." Sienna berbalik saat namanya dipanggil gadis kecil. "Mahina! itu mahkota dari siapa? Ya, ampun! Kamu cantik banget, Sayang. Mana Mondschein sama Maan? Nggak barengan?" katanya menyambut anak kecil berseragam sekolah dasar.

Andro memperhatikan mereka sambil memijat kepalanya. Berat sekali jika dia harus memikirkan melepaskan May. Tidak ada yang mengerti kalau nama perempuan itu sudah terukir dalam di hatinya. Bahkan hanya dengan memejam saja dia bisa melihat wajah May yang sedih itu lagi.

"Om Andro mikir apa?" tanya Mahina saat melihatnya.

Dia tersenyum. "Mikirin hati Om yang patah," katanya dengan kesedihan yang jujur.

"Om ditolak cewek?" tanya gadis itu lagi.

Andro tersenyum. "Mana ada yang nolak Om," katanya sambil menepuk dada, menampakkan kepercayaan diri yang biasa ada padanya. Walau begitu, dia merasa hampa. Untuk pertama kalinya dia menginginkan seseorang, untuk pertama kalinya juga dia tidak yakin bisa mendapatkannya. Di antara perempuan-perempuan yang telah dia singkirkan, May menjadi perempuan yang tak bisa hilang dari benaknya.

Awalnya, dia sepakat dengan Sienna untuk melupakan May saja. Jika memang May memilih suaminya, dia berniat untuk pindah rumah lagi. Mana mungkin dia tahan tidak memandang jendela di lantai dua rumah itu. Namun, ketika melihat Sienna memeluk keempat anak perempuannya, Andro memutuskan hal yang lebih baik. Dia tahu dirinya sangat keras kepala. Dia juga tahu benar kalau kali ini dia harus keras kepala untuk mempertahankan May.

'May membutuhkanku. May menginginkanku,' batinnya.

***

Bees, hari ini saya keluarin part Andro lagi. Waktu hari Jumat saya tanya di Instagram katanya mau part Andro. Ya, udah saya buatin. Pekan depan gimana? Kalian maunya ngelanjutin May apa cerita dari sudut pandang Andro lagi?

Voting di sini gih.

Nurut aja saya itu. Wkwkwkwk...

Ternyata Sienna anaknya banyak, ya. Apa ini berarti yang dikatakan Aaron berhasil? Anaknya Sienna kok sipit? Apa dia berhasil sama Ariatno? Apa Ariatno ternyata beneran sayang sama dia sehingga mau beranak pinak dengannya?

Anaknya cewek semua dan banyak bener. Kok bisa?

Yah ... bingunh dululah ya sekarang. Entar kita lanjut lagi di Sad Girl Irony besok. Hehehe...

See you next part, Bees.

With love,

Honey Dee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro