Chapter 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Munculnya Dua Barbie Palsu]
===========

'Ngerjain gue dah tuh dua mahluk stabilo'


***

Author's POV

Gadis bernama Hani, tengah sibuk melemparkan pandangannya ke seluruh area kantor di lantai enam yang kini tengah ia pijaki.

Dia mencari seseorang yang berstatus sebagai atasannya.

Jam sudah menunjukan pukul delapan lewat empat yang artinya dia harus menemui pria tersebut untuk konfirmasi jadwal rapat bersama tim produksi yang akan segera dimulai dua puluh lima menit lagi.

Sekalipun antar jarak gedung kantornya dengan Hotel bernama Grandwall tersebut hanya terhitung lima puluh meter, namun tetap saja butuh banyak waktu lebih buat mempersiapkan segala sesuatunya terkait dengan rapat dan si beruang kutub itu. Hani harus segera menyerahkan print out yang kini ada di tangannya ke si bos.

Si bos harus mempelajarinya terlebih dahulu, pikir Hani.

Sayangnya, orang yang ia cari belum juga muncul batang hidungnya. Hani berinisiatif untuk bertanya, lagi-lagi sesuai dengan saran si Miss A tadi subuh saat ia menelpon.  Hani memutuskan untuk mendekati seorang gadis berbaju pink yang ia pikir seumuran dengan dirinya.

"Sorry! Mbak liat pak Chanyeol, ngak?"

Gadis yang ditanya memandang Hani dari atas hingga bawah dengan wajah super jutek, "Lo Hani yang gantiin Miss ganjen itu ya?"

"Iya, elo lihat ngak bos lagi di mana?", Hani memutuskan untuk bicara dengan cara yang sama ke gadis tersebut.

Cukup lama gadis pink itu terdiam, "Di bagian keuangan coba kamu cek. Kalau mau lebih jelas, temui aja orang yang meja beserta segala sesuatunya berwarna orange di sana!", gadis yang segala sesuatu di dekatnya bernuansa pink tersebut sedikit tersenyum ke arah Hani.

A fake smile!, batin Hani.

Tanpa buang waktu Hani segera berjalan setengah berlari ke arah lift. Maklum bagian keuangan ada di lantai enam. Satu tingkat di bawahnya.

Sesampainya di depan meja seseorang yang bernuasa orange tersebut, Hani segera menyerbunya dengan satu pertanyaan yang sama dengan yang ia lontarkan dengan si gadis pink barusan, "Mbak, lihat Pak Chanyeol, ngak?"

Si gadis penyuka warna oranye tersebut mengalihkan perhatiannya dari layar komputer di hadapannya dengan malas, "Lo, Hani?", matanya dengan malas beranjak dari layar yang ia pandang. "Gue ngak lihat tuh", lanjutnya dan kembali manatap layar tersebut.

"Tapi mbak yang mejanya berwarna pink tadi nyuruh saya nanya ke mbak loh", Hani menjelaskan dengan tidak sabar. Matanya hampir melotot keluar.

Buset, juteknya lebih parah. Ok! Mahluk satu ini jelas lebih berumur dari si mahluk pink. Demi sopan santun aja gue embel embelin lo pakai sebutan 'mbak'.

Si gadis oranye tersebut langsung mengarahkan pandangannya ke Hani. Dia tersenyum penuh tipu muslihat sebelum berucap, "Oh si barbie pink", senyum yang entah haruskah disebut licik itu, tersungging manis di lekuk bibirnya, "Gue ingat, Hani. Bos ganteng lagi di kantin. Coba lo samperin ke sana. Buruan!"

Bodoh amat!

Tanpa basi basi Hani segera melangkahkan kakinya menjauhi mahluk serba oranye tersebut menuju kantin, di lantai dua.

Sesampainya di sana, Hani terdiam seakan menyesali sesuatu. Saat ini, di ruangan yang memiliki aneka aroma yang mengugah seleranya tampak sepi. Hanya ada beberapa karyawan dapur dan dia. Keringat membasahi dahi gadis tersebut. Lelah, tentu saja. Diliriknya jam manis yang bertengger di tangan kanannya, pukul delapan lima belas menit.

Ngerjain gue dah tuh dua mahluk stabilo.

Hani terdiam sejenak dan kemudian memutuskan untuk berjalan menuju sebuah mesin minuman. Dia meletakan lembaran print out di atas mesin tersebut. Memasukan beberapa koin dan keluarlah sebuab coffee kalengan yang segera dibukanya.

Minum sambil berdiri bukanlah kebiasaan bagi Hani. Namun untuk waktu yang mepet, hal ini menjadi wajar baginya.

Tak lama kemudian handphone gadia tersebut membunyikan lagu Overdose milik BB EXO kesukaanya. Segera dirogohnya handphone tersebut dari dalam kantong baju.

Segera ke mobil di depan pintu basement. Saya tunggu di ruang rapat Grandwall sekarang

-Beruang kutub


Nama tersebut terpampang di atas pesan di layar handphone.

Seperti tersetrum listrik. Hani segera berlari menuju basement. Menghampiri mobil yang dimaksud dan segera memasukinya.

.

.

.


Tepat jam 08.20, Hani sudah berada di ruang rapat milik hotel Grandwall bersama Park Chanyeol, bosnya.

"Dari mana saja? Mana print outnya?", Chanyeol memandang kesal ke arah Hani dan tentu dengan nada bicaranya yang terkenal datar.

Yang punya nama gelagapan memeriksa kantong baju, "Maaf--- Dari tadi saya sibuk mencari bapak."

"Apa gunanya handphone? Kenapa tidak langsung hubungi saya?"

Hani memandang wajah Chanyeol dengan perasaan takut. Ada satu hal yang ia sadari. Bukan sadar tentang kebodohanya, tapi sadar tentang sesuatu yang ia lupakan.

"Mana print out nya, miss?", sekali lagi Chanyeol bertanya dengan ekspresi datar.

Namun Hani hanya diam.
Sejenak dia berpikir dan akhirnya menjawab, "Pak, maafkan saya. Saya lupa kalau print out nya saya tinggalkan di atas mesin minuman di kantin kita."

Hening. Chanyeol tidak mengalihkan pandangannya dari Hani. Yang berubah hanya ekspresinya yang jauh lebih dingin dari sebelumya.

"Sebodoh itu, ya? Pertama, kamu tidak ada konfirmasi ke saya. Kedua, kamu nyantai sambil minum minum di kantin. Dan soal print out nya----", Chanyeol terdiam sejenak, "saya harus mempelajarinya sebelum persentasi. Bagaimana tanggung jawab kamu. Bukannya saya sudah ingatkan tadi subuh jika print outnya harus ada bersama kamu kapan dan di manapun."

Dia melirik Hani dan gadis itu hanya tunduk dan tak bersuara.

"Ekspetasi saya ke kamu itu ternyata berlebihan. Apa jadinya urusan kantor kalau kamu saja tidak becus ngurus masalah sepele kayak gini"

"Maaf, pak."

"Terus? Enak banget ya kamu, tinggal bilang maaf dan kamunya lepas tanggung jawab gitu. Shit, bisanya cuma bikin masalah."

"Pak, bapak terlalu berlebihan", Hani mencoba membuka suara dengan susah payah. Mengingat si wajah datar itu berubah jadi kalap bikin dirinya makin ciut untuk membela diri.

"Berlebihan? Iya benar saya berlebihan. Ingat kamu itu cuma bawahan! Mau sekecil apapun kesalahan kamu, yang tanggung jawab bakal saya juga. Masalah ini jadi pelajaran buat kamu, kalau orang rendahan itu hanya perlu menurut dan diam. NGERTI?", Chanyeol marah dan menaikan nada suaranya hingga membuat Hani sukses menitikan air matanya di hadapan Chanyeol.

Sedang peserta rapat lainnya ikut terkejut. Sekalipun rapat maih menyisa lima menit kagi sebelum dimulai, namun kursi di ruang rapat tersebut sudah hampir terisi penuh.

Mereka mengalihkan pandang ke ke arah yang di bentak. Seorang gaid yang dipenuhi oleh tatapan nelangsa dari semua pasang mata di sana.

Hani tertunduk menangis dalam diam. Hani bukanlah tipe gadis yang cengeng. Hanya saja ini pertama kali baginya dibentak dengan seseorang seperti yang tengah dilakukan Chanyeol terhadapnya. Adek-adeknya yang belangsat tidak pernah melakukan hal tersebut apalagi si ibu yang lebih sering memilih diam jika berhadapan dengan Hani. 

Saat ini, Hani hanya merasa kesal karena dimarahi dan sekaligus merasa bahwa dirinya sangat bodoh hingga melupakan kertas yang bahkan lebih berharga dari kehadirannya saat ini.

Sesaat air muka Chanyeol berubah. Alisnya terpaut mendapati Hani tengah menangis tanpa bersuara.

"Hentikan tangisanmu!", pinta Chanyeol dengan suara yang jauh lebih lembut dari sebelumnya.

Dia mengeluarkan Ipadnya dari dalam tas tangan berwarna hitam miliknya. Terlihat softcopy dari file yang dihilangkan Hani muncul di layar Ipad tersebut. Dia membacanya dan kemudian memandang Hani sekilas.

Hani gadis yang tengah di pandang Chanyeol berhenti menangis dan menatap manik mata coklat milik si beruang kutub. Dingin namun terkesan menenangkan, pikirnya.

"Pastikan ini terakhir kalinya saya membaca lewat benda ini", Chanyeol dengan wajah datarnya mengangkat Ipad yang tengah dipegangnya. Dan Hani, ia hanya bisa mengangguk dengan mata yang sedikit membengkak.

***
-tbc-
c.u at 11:81

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro