Chapter 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[A Free Lunch]
==========

Hello!! Sejak kapan dia memperlakukan gue dengan lembut.

Sarkasme? Absolutely, Ya.

***

Hani's POV

Semenjak hari itu, hari di mana aku dan Yuna melakukan konspirasi dalam usaha mendukung ritual menghilangkan syndrom korea yang kualami-- Yuna tak henti hentinya menelpon atau sekedar mengirimiku pesan singkat hanya untuk mengingatkan akan pantangan yang dibuatnya sendiri.

Sama seperti sekarang, aku menatap hampa layar komputer milikku. Biasanya aku akan menemui wajah oppa Changmim TVSQ terpampang nyata di sana. Namun sekarang layar itu telah  memasang wallpaper bertulis Windows 10, yang kuakui terlalu monoton.

Huft! Just kill me!

Aku menggeser ikon di layar, mengusap ngusapnya agar kembali memunculkan wajah oppaku layaknya Alidin yang mengusap teko emasnya.

Lamunanku seakan buyar saat suara ponsel bernada khas notifikasi samsung menggema memenuhi ruang belum berpenghuni ini. Sekilas aku melirik ke arah sumber suara. Sedikit terkejut saat melihat ternyata ponsel sendiri yang berbunyi.

Aku meraih ponsel tersebut dan mengecek isi pesannya.

Jangan berpikir untuk mengganti wallpaper komputer lo dengan tampilan cowok cantik hasil oplas itu lagi, ya!

Inget lo! Gue ngawasin lo dari cctv.

-Gadis Iblis-


Dasar Yuna sableng, gerutuku dalam hati.

Segala sesuatu yang berubah, baik itu tampilan layar komputer maupun nada dering di ponsel adalah hasil keuletan si gadis iblis itu setelah sekian lama kami bertengkar hebat hanya untuk mempertahankan ini dan itu.

Sekali lagi aku memandangi kamera cctv yang terpasang di sudut ruang devisi marketing tempatku berada sekarang. Aku berdiri dan memasang wajah kesal seraya melayangkan tinjuku ke udara layaknya sedang beradu kekuatan dengan si gadis iblis itu. Aku yakin saat ini dia tengah mengamatiku lewat cctv dan tentunya aku merasa jengah dengan itu semua.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

Aku melompat kaget mendapati Chanyeol sedang berdiri tepat di belakangku dengan tatapan dinginnya.

Sejak kapan dia ada di situ?

"Hmm.. olahraga pak", aku berbohong lalu memutuskan untuk duduk kembali.

"Ayo ikut saya!", Chanyeol berjalan mendahuluiku. Dia bahkan tidak merespon saat kutanya kita akan kemana. Dia hanya berjalan bak model yang merangkap jadi ambasasor pakaian merk terkenal.

Tanpa sadar aku mengamati penampilannya dari atas hingga bawah. Total semua hal yang ia kenakan hampir ratusan juta. Gila banget! Aku bahkan belum menghitung total rupiah pakaian dalamnya.

Buset, nih bocah bisa jadi korban penculikan kalo saja dia lebih sering berada di luar ruangan.

Semua yang ia kenakan hari ini, bisa buat si penculik jadi jutawan dadakan. Aku rela berkomplot dengan tuh penculik dengan syarat fifty-fifty. Aku akan mengajaknya ke tempat yang sepi lalu menghilang dalam kegelapan. Sisanya tinggal dikerjakan sama penculiknya.

Boleh juga nih ide.

Geli rasanya memikirkan skenario yang berputar di otakku. Aku tersenyum nyengir menahan tawa.

Chanyeol yang melihat gelagat anehku dari pantulan bayangan di dinding kaca koridor yang kami lalui, seketika menghentikan langkahnya. Sukses membuatku menabrak punggung nyaman milik si beruang kutub.

"Jangan pernah buat saya ada dalam imajinasimu, Miss Hani! Saya yakin sekali kamu sedang merencanakan rencana konyol, did you?",  Chanyeol balik menatapku.

Aku yang mendengarnya serasa tercekik tak ayal membuatku membelalakan mata tak percaya. Untungnya Chanyeol kembali berjalan diikuti oleh langkahku sendiri.

Sepanjang peejalanan kami hanya berdiam diri. Aku lebih banyak melempar pandang ke arah luar jendela  saat kami tengah berada di mobil. Sesekali aku mencuri pandang ke arahnya. Dan terkadang, pandangan itu dibalas dengan tatapan dingin saat mata kami tak sengaja bertemu.

.
.
.

Restoran sederhana bernuansa hijau adalah tempat dimana kami berada sekarang.  Aku berada di hadapan si beruang kutub.

Setelah memesan makanan hingga makanan telah tersaji di depan kami, tak satu katapun keluar dari mulutnya. Dia hanya sibuk membaca berkas yang sengaja dibawa dari kantor.

Dan aku--- yang kulakukan hanya pelenga pelengo memandang alam sekitar. Merasa diacuhkan, aku pun membuka suara, "Pak, kenapa saya diajak kemari?"

"Temani saya makan siang", jawabnya singkat lalu menaruh berkas itu di kursi sebelah.

"Makan siang kan bisa di kantin, pak."

"Bawel! Kamu tinggal makan doang", seraya menunjuk makanan dihadapanku,  Chanyeol mulai menyantap makanannya sendiri.

"Pak?", aku menatapnya aneh.

"Kita lagi di luar kantor. Gak usah terlalu formal"

"Okay.. saya juga gak yakin kamu cuma minta ditemani makan. Pasti ada alasan lain, kan?"

"Berisik!"

Satu kata yang membungkam mulutku. Dan anehnya, akupun menurut. Lagian sayang juga makanan mahal dianggurin.

Tadi sengaja aku memilih makanan yang paling mahal di daftar menu. Karena berpikir pesananku tidak akan membuat si beruang kutub bangkrut dalam semenit.

Setelah ragam makanan tadi sukses memenuhi isi perut kami, aku melihat Chanyeol tengah memandangiku dengan tatapan dinginnya. Sumpah, jantungku berdegub tak karuan ditatap si beruang kutub.

Normal sih, ditatap cowok ganteng pasti bakal memunculkan efek yang persis sama dengan yang yang kualami.

"Jadi, apa kesimpulan kamu setelah diari Miss A sudah berada dengan tangan?", Chanyeol dengan tatapan dinginya tetap memandangiku tak mau lepas.

Aku tersadar dan mengingat bahwa tak sedetikpun saat kejadian pencurian diari itu terjadi, aku membuka apalagi membaca isinya.

Dihadapi dengan pertanyaan seperti itu, aku hanya terdiam memaku menatap matanya balik.

"Belum dibaca?", Chanyeol menebak dan pasti jawabannya, tidak salah lagi, "Binggo!", dia menjetikan jarinya seraya tersenyum kecut.

Seperti bisa membaca pikiranku, dia memutar bola matanya lalu kembali menatapku lagi.

"Saya tidak mau tahu. Yang jelas saya sudah kasih jalan buat kamu mengerti akan tugas dan tanggung jawab seorang sekertaris yang akan bekerja di bawah pimpinan saya. Mulai dari sekarang saya anggap kamu sudah menerapkan segala hal yang sudah kamu pelajari dari diari itu. yang artinya, saya tidak bakal lembut lagi memperlakukanmu. Camkan itu, Miss Hani!", lanjutnya.

Hello!! Sejak kapan dia memperlakukan gue dengan lembut.

Sarkasme? Absolutely, Ya.

Namun apà daya diriku yang kecil ini di hadapan tuhan. Pasrah adalah salah satu jawaban atas apa segala ancaman yang Chanyeol lontarkan barusan.

Kami sudah selesai dengan acara makan siang berbonus ancaman sejam yang lalu. Aku merasa tak semangat walaupun sudah menghabiskan dua porsi lobster besar jatah makan siangku tadi.

Aku semakin kesal dengannya. Entahlah, bawaannya pengen nguburin dia di bawah salju kutub utara. Kekesalanku memuncak dan akhirnya berimbas pada kakiku yang tidak imbang menapaki rumput di bawah pijakanku.

Dan alhasil sebuah tangan sigap merangkulku dan mendekapku dalam pelukannya. Di luar dugaan, Chanyeol berbalik ke arahku karena memang dia doyannya jalan mendahului siapa saja yang ada di depannya. Aku dan dia dalam posisi berpelukan seperti ini, membuat kami saling bertukar pandang sesaat.

Dan hello! Kemana perginya tampang killer yang biasa menetap di wajahnya itu?

Aku tak melihatnya. Hanya terbesit wajah tampan tanpa seringai dingin yang biasa menetap di wajah itu.

"Are you okay?", Chanyeol membantuku berdiri. Dia memastikan lututku tidak cedera dengan berlutut memegangi peegelangan kakiku.

"Saya baik baik saja",

Deg---  kenapa nih jantung? Sehat banget sampai berdegub kencang untuk dua kali dalam sehari ini.

Sontak aku melangkah mundur, membuat Chanyeol memandangiku dan kembali berdiri.

"Ayo ke mobil sekarang!"

"Baik, pak."

Demi Neptunus, Chanyeol memintaku untuk berjalan mendahuluinya. Dan aku pun menurutinya. Namun otak dan kakiku tidak merespon bersamaan. Aku yang menyangka tak ada apapun yang terjadi dengan kakiku, justru sukses jatuh dan menghempaskan bokongku ke tanah. Aku meringis kesakitan dan selajutnya siapapun tahu.

Suara ketawa khas bariton menghentikan segala ringisan yang kulakukan. Bukan tawa yang terbahak bahak, hanya tawa yang begitu renyah dari seorngan Chanyeol yang menurutku sangat langka.

Aku menatapnya heran, bengong, sudah pasti. Sedangkan Chanyeol yang akhirnya menyadari situasi aneh itu, kembali bersikap wajar seakan akan yang tadi itu hanya ilusinasiku saja.

"Makanya jangan nethink berlebihan sama orang lain", dia merunduk di depanku. "So, are okay?"

Aku menggelengkan kepala dengan jantung yang masih berdegub kencang. Chanyeol menyadari itu dan dia masih memasang wajah seperti biasanya. Dingin.

"Saya tidak akan gendong kamu seperti di adegan drama yang sering kamu tonton. Biar Mike aja yang nanti ke sini"

"Apa? Mike? Kenapa harus Mike jika saat ini yang ada di depan saya  itu kamu?"

"Ngarep banget. Pilihannya itu cuma dua--- Mike atau kamu ngesot sendiri ke parkiran"

Chanyeol tetap diam di tempatnya berdiri sekarang setelah menelpon Mike dan memintanya segera datang untuk menolongku.

Aku hanya memandingnya kesal karena Chanyeol tak melakukan apapun selain menatapku dengan tatapan miris atau tak peduli.

***
-tbc-

Sehari gue bisa update dua chapter 🎉💃 Kemajuan atau kerajinan tuh 😅

Liburan memang momen pas buat nulis. Aku juga lagi ngejar target mau nuntasin Goodbye Oppa sebelum liburan berakhir.

Namun apa daya, musibah ngilang nya tuh cerita datang dan semua rencana indah jadi ketunda 😢 Btw, aku juga nyadar seratus persen kalau tulisan nih lebih didominasi sama narasi. Dialognya kurang, daku juga sadar kok. Tapi beneran deh, di cerita ini diriku lebih suka menarasikan banyak situasi biar dialognya terasa lebih nyata.

Overall, nikmati aja semua imajinasi gue yang kelewat drama ini 😉

C.U at 14:03

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro