Chapter 37

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Minho, Hi!]
=========

'Bukan seperti Minho yang kukenal'

-Hani-

***


Hani's POV
12:30, ruang rapat.

"Jadi lo nyesel gitu resign kemaren? Nyesek ngak lo mba nyari kerjaan bareng fresh graduater yang masih muda-muda gitu?"

Aku tertawa saat melihat barbie pink senyum mesem-mesem ketika mulut bocorku menyinggung perihal resignnya dia sebulan yang lalu.

Aku, dia, dan Chanyeol kini tengah duduk di sebuah ruang setelah mengakhiri rapat yang baru sejam tadi kami adakan. Sebagian anggota rapat sudah kacir duluan saat jam menunjukan pukul dua belas siang, meninggalkan kami bertiga diruang ini.

Chanyeol hanya datar menanggapi candaanku ke barbie pink seraya menganalisa beberapa berkas di tangannya.

"Tapi mba, gue seneng banget waktu itu ada yang berani ngungkapi uneg-uneg kami. Yah-- walaupun sampai nangis bombay", aku menatap Chanyeol dengan senyuman puas.

"Iya, elo pada senang nontonnya. Gue yang nyesek", barbie pink memandang Chanyeol dengan wajah takut takut.

"Oh. Paham gue, mbak. Kata-kata bijak lo buat si bos kan? Kena banget tuh mbak. Wakili perasaan kami banget. Berkat lo, doi jadi ngerasa juga gimana keadaan kita kalau lagi lembur dengan tumpukan kertas-kertas sialan itu. Shit!"

Aku dan barbie pink tertawa puas. Sengaja kami tak mengindahkan pandangan Chanyeol yang mengarah tajam ke kami, "Ehem-- language!"

"Eh-- Sorry, pak. Saya pikir bapak sudah masuk ke dunia lain kalau lagi ngadepin kerjaan. Suka asik sendiri gitu sama dunia bapak."

"Dunia apa maksud kamu?"

"Dunia kerja dong, pak."

Lagi lagi barbie pink menatap Chanyeol takut-takut.

"Kamu juga", matanya mengarah ke barbie pink,  "Kalau ngomong bahasanya tolong-- bahasanya di filter!", Chanyeol menatap barbie palsu itu seakan ingin mengintemidasi.

"Soal itu, saya ngak bakalan ulang, pak. Lagian saya kan janji kalau tangan saya bakal lebih aktif bandingin mulut", kali ini barbie pink balik menatapku dengan tajam.

"Lo, yah Han-- Bisa lo ngak bahas soal yang lalu lalu. Gue jadi gaguk gara-gara lo nih"

Aku tahu dia jadi salah tingkah, mengingat hal memalukan yang ia katakan ke Chanyeol saat itu.

"Ups! Sorry, miss Mimin"

"Hani!"

"Iya, maaf. Lagian itu kan rahasia kita bertiga. Cuma kita bertiga kok", aku mengedipkan mata ke arah Chanyeol.

Suara tawa kami memenuhi ruangan. Cekikikan kunti ciri khas ketawanya si barbie pink pun menggelegar memekakkan telinga. Aku bahkan sampai mengeluarkan air mata akibat tawa yang coba ku pendam agar tak keluar aslinya. Sedang Chanyeol, aku melihatnya tengah menahan tawa di balik ekspresu datarnya itu.

Please, ini masih lingkup kantor.

"GM Chanyeol, ke ruangan saya sekarang!", sebuah suara menghetikan segala aktivitas yang kami lakukan. Termasuk menghetikan tawa kami.

Aku mendongak ke samping dan tampak Minho tengah bersender di pinggir pintu.

Sejak kapan dia ada di situ?

"Eh! Elo, Minho! Apa kabar? Baru kelihatan aja. Tumben banget lo mampir. Ayo gabung sini", aku tersenyum menatapnya.

Seketika barbie pink mencubit punggungku pelan. Aku balik menatapnya dan dia mengedip ngedipkan matanya padaku.

"Lo, lupa dia bukan GM lagi. Pre-si-dir", ucapnya setengah berbisik.

Aku terdiam sesaat lalu kembali melihat ke arah Minho. Dia yang kutatap hanya menampakkan wajah datar. Bukan seperti Minho yang kukenal.

Chanyeol yang telah merapikan berkasnya, berdiri menyusul Minho yang sudah pergi terlebih dahulu.

________

Minho's POV
Ruang Presiden Direktur

Aku menatap matanya yang juga tengah memandangku dengan saksama. Aku memintanya untuk menemuiku dengan alasan yang masih belum bisa kupikirkan.

Kenapa?

Chanyeol mungkin berpikir aku memintanya bertemu hanya untuk membahas masalah pekerjaan. Tapi jujur saja, itu seratus persen hanya sebuah alasan. Melihat mereka menikmati waktu bersama, membuatku ingin mengakhiri semua hal yang menyesakan itu.

"Ada apa?", Chanyeol memposisikan dirinya duduk di pinggiran meja di sudut ruang.

"Paman sudah cerita ke gue masalah proyek rahasia lo", aku berbicara dari balik mejaku.

"Ah-- baguslah. Lagian proyek itu sudah tinggal nama"

"Lo salah. Proyek lo justru diambil alih oleh Master Corp. Sejujurnya Chanyeol, gue ngak bisa sepenuhnya mengatakan proyek mereka itu proyek curian. Why? Cause you are the one who did everything you affraid for."

"Maksudnya?"

Baiklah, aku akui pernyataan ini jauh lebih cepat tersampaikan dari perkiraanku. Aku terlalu emosi hingga mengambil langkah ini. Seharusnya aku merahasiakan hal ini sesuai janjiku dengan pria tua sialan itu. Namun, melihatnya terlalu menikamati segala hal, aku jadi bersemangat untuk melakukan apapun yang kusuka.

"Lo sendiri yang mengirim email berisi file rahasia lo ke Hendra."

"Omong kosong. Aku bahkan tidak ada niat ingin memulai lagi dengan perusahaan bangkrut itu."

"Cek email lo. Dan pastikan lo tidak syok melihat siapa yang selama ini jadi dalang. Oh-- maksudnya pengkhianat di perusahaan kita."

Minho melempar selembaran berisi lampiran tampilan email betulis nama Chanyeol.

Pria itu lantas mendekat menuju meja si presidir. Raut terkejut jelas tergambar di wajah Chanyeol. Dari pembuktiannya jelas sekali itu memang email miliknya sendiri. Namun hal yang tak bisa diterima oleh akalnya adalah-- dia yang bahkan tanpa sadar sudah mengirim sendiri email itu ke orang lain.

"See, who's the lucifer? Silahkan lo tulis surat resign. Karena gue ngak pernah menginjinkan pengkhianat menikmati hari-harinya di perusahaan ini."

"What?", Chanyeol makin memandang Minho dengan tatapan bingung.

Cukup lembaran itu sudah membuat Chanyeol merasa itu bukan dirinya. Bahkan saat ini, dia makin tidak mempercayai bahwa Minho yang dia kenal justru lebih tegas mempermasalahkan hal tersebut.

"Gue masih sopan karena kita masih ada hubungan saudara. Baik lo serahkan surat itu sekarang atau gue terpaksa pecat lo dengan tidak hormat, Chanyeol."

"Tapi, kenapa?"

"Untuk yang mana satu? Gue bingung, lo mau tahu alasan kenapa gue pecat lo? Atau alasan kenapa lo berkhianat? Hmmm-- jawabannya singkat. Gue pecat lo karena lo merusak citra perusahaan."

Sekali lagi Chanyeol memandang Minho dan lembaran itu bergantian, hingga ia memutuskan untuk kembali ke ruangannnya.

___________

Yuna's POV
Kantin, Park Coop.

"Lo baik aja sama si beruang kutub?", aku menyenggol punggung tangannya dengan lembar menu list.

"Iya. What's wrong with us? Gue merasa baik aja", Hani melepaskan pandang dari mangkuk soto pesanannya lima menit yang lalu.

"Wuahhh.. bakat alami kayaknya, lo jelas bohong. Kalau aja gue orang lain gue pasti tertipu mentah-mentah."

"Hufftt. Berisik lo, Na. Drama banget tuh tingkah. Gue kasi tahu, tingkah receh lo jadi tontonan orang kalau lo masih ngak nyadar"

"Tuh, tuh kan lihat. Lagak lo sok fine. I am okay. I am really okay, sodara-sodara", aku mengilustrasikan kebohongannya lewat tingkahku. Dan seketika dia tertawa simpul.

"Ya ya. I'm not okay. But i'm tottaly fine."

"So, kenapa lagi si Chanyeol?"

"Bukan Chanyeol. Tapi Minho."

Wake up me! Minho dia bilang?

"Sepertinya dia suka sama gue deh, Na. Kemaren dia bilang ke gue buat jauhi Chanyeol."

Aku mendenguskan nafas keras. Apa yang kutakutkan akhirnya terjadi. Jauh lebih cepat dari apa yang sudah kuprediksi.

"Tapi, Na. Yang bikin gue bingung bukan masalah perasaan Minho ke gue. Tapi justru perkataan Minho tentang Chanyeol yang bikin gue bingung."

"Ga usah didengerin deh, Han!", jawabku singkat.

"Tapi dari apa yang gue persepsikan tentang omongannya kemaren. Hubungan antara Chanyeol dan Minho itu lebih dari sekedar hubungan saudara. Benar ngak tuh?"

Aku memandang Hani dengan pandangan menerawang. Aku tahu dia penasaran tapi aku bukan orang yang tepat yang harus menepis kelamnya kabut di sekitar kami.

Sekali lagi aku mengendikkan bahu. Memasang wajah acuh tak acuh. Menjauhkan pandangku dari pandangnya.

Maaf, Han. Gue pikir lo harus bertahan sebentar lagi. Masalah ini bahkan lebih rumit dari segala tahumu tentang hal ini.


-tbc-
CU at 11:93

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro