Chapter 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[He and Him]
==========

'Astaga! Remind me! Ingat Chanyeol, Ingat dosa'

-Minho-

***

Minho's POV
At the backyard, Park Coorperation.

Aku duduk di sebuah bangku panjang yang letaknya tepat di bawah pohon rindang di taman belakang kantor tempatku bekerja. Hamparan hijau memenuhi segala penjuru yang bisa dicapai oleh mataku.

It's trully true, aku di sini namun pikiranku sedang tidak berada di tempatnya.

Aku tersenyum geli sekaligus terpesona dengan gadis yang baru saja kutolong pagi tadi. Entah, apa dia juga melakukan hal yang sama bodohnya dengan yang kulakukan saat ini? Memikirkannya hingga tak mampu kembali ke alam sadar.

Aku masih mengingat dengan jelas saat dia berlari ketakutan ke arahku dan tanpa sengaja menabrak seseorang di depannya.

Dan beruntungnya, seseorang itu adalah aku.

"Lo beruntung banget, tuan Minho", aku bermonolog membanggakan diri sendiri.

Akan selalu kuingat, gadis yang bernama Hani tersebut. Tidak terlalu cantik, namun aku sudah menyukainya sejak pertama kali melihatnya. Dan entah bagaimana, dia muncul lagi di saat yang tak terduga. Aku jadi tidak sabar bisa bekerja sekantor dengan gadis itu.

Dia gadis yang kulihat di kantor jasa pengiriman barang saat waktu itu aku menemani Chanyeol untuk mengirim berkas di sana. Wanita itu yang tanpa sengaja menjatuhkan barang bawaannya karena pria di hadapannya. Well, think that I did love her by my first sight.

"Ah! Gue akan pastikan tuh cewek bakal masuk ke perusahaan ini", aku tersenyum lebih lagi. Senyumku semakin mengembang membayangkan akan bertemu dengan Hani setiap harinya. Aku menengadahkan tatapan mata, menatap rindang pohon di atas kepala. Arakan daun bergoyang seirama mengikuti gerakan rambutku yang tertiup tertapaan angin.

"Siapa?", tegur seseorang yang muncul dengan tiba tiba dan sangat mengejutkan tentunya.

Buset--- khayalan gue jadi beku lihat tampang dingin nih orang.

Aku terkejut dan menatap tajam ke arahnya. Sejanak pria di hadapanku ini kembali bersuara, "Kalau ini menyangkut masalah lamaran pekerjaan yang perusahaan kita buat---", kalimatnya sengaja diggantung, memberi tanda kalau kalimat dia berikutnya itu bakalan penting, "--maka siapapun dia, aku sendiri yang akan memutuskan apa dia layak bekerja denganku atau tidak", lanjut sosok tadi dan memutuskan ikut duduk di sebelahku.

Aku terdiam, coba mengartikan maksud dari kata-katanya tadi. Jujur aku agak lemot kalau lawan bicaranya dia. Orang yang sekarang tengah duduk di sebelahku ini, merupakan  mahluk sempurna ciptaan tuhan. Dianugrahkan wajah tampan, good looking, IQ tinggi, plus kehidupan serba mewah.

Terkadang aku berpikir, apa lagi yang dia inginkan saat segala sesuatu telah ia miliki? Atau kenapa harus bekerja keras, selalu lembur, jadwal padat sedangkan angka di rekening tabungannya bisa menghidupi masyarakat sekecamatan.

Balik lagi kemasalah tadi. Akhirnya serangkaian dugaan yang dilontarkan mahluk yang tiba tiba muncul dihadapanku sekian detik yang lalu itu, kini telah sukses dicerna oleh otakku yang berkapasitas minim.

Poor me!

Pria itu ingin memperjelas kalau dia adalah general manager marketing yang berhak nentuin siapa yang bakal lolos jadi sekertaris di devisinya sendiri.

"Ya, ampun! Dia itu cuma temen deket gue, Yol. Gue memintanya untuk memasukan berkas lamarannya ke sini. Jadi lo mesti mastikan kalau dia bakal diterima kerja di devisi lo! Is it clear?", pintaku pada lawan bicaraku.

Dia menatap lurus dengan pandangan kosong, "Ya!".

"Lo janji? Soalnya gue bisa kehilangan muka kalau dia tidak diterima. Kalau saja gue manager bagian markerting, gue bakal pekerjakan dia langsung tanpa pakai acara interview segala", aku mencoba meyakinkannya.

Tapi apapun itu, sekeras apapun kau mencoba, manusia di sebelahku ini tetap diam dan tak bergeming. Dalam sekejap dia mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Ya! Sebagai jawabanku untuk kedua kalinya. Dan satu hal lagi MINho. Jangan ber-elo-gue di area kantor. Formal sedikit jika kamu mau bertahan kerja di sini", GM marketing itu mengingatkan dengan expresi datarnya.

Dan kamu tahu apa selanjutnya? Dia pergi begitu saja. Ibarat iklan, kalau sudah selesai nyampein pesannya dia bakal cabut tanpa basa basi.

Sepersekian detik aku terdiam dengan mulut menganga dan mata melotot.

Menyadari perkataanya barusan berupa ancaman, aku berdiri sambil mengepalkan tangan dan melayangkannya ke udara layaknya meninju angin.

"Chanyeol, lo ngomong apa barusan? Sialan lo! Ngak tahu diri! Formal apaan kalau elo aja ngomongnya ngak ada sopan-sopannya", kepalaku jadi berdenyut melihat kelakuannya.

Sumpah deh tuh anak, datang datang maen ngancem aja. Kekesalanku memperpanjang segala umpatan yang berebutan ingin terlontar dari mulutku. Jadi stress, kan? Sampai di mana tadi. Lamunanku jadi buyar gara gara tuh anak. Bisa stroke kalau sampai tua bakalan kerja denganya.

Untung saja besok aku akan kedatangan seorang penghibur. Yup, Hani. Aku berharap dia bakal mengisi hari hari ku dengan kehadirannya di kantor besok.

***

-tbc-

c.u at 7:39

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro