Chapter 50

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[A Hateness]
=========

'Hanya terlalu benci'

***

Chanyeol's POV
Ruang Presidir, Park Coop.

Sakit jelas terasa menyelimuti wajahku saat ini. Aku mempercepat langkah kaki menuju ruang presidir. Dia orang yang kucari tengah berbicang dengan seseorang melalui panggilan telepon. Dia melirikku sekilas lalu memutuskan sambungan itu seketika.

"Bukannya, merebut perusahaan kembali, jusťru sekarang mau jadi berandalan, heh?", presidir Soman yang merangkap sebagai ayah melihat tak senang ke arahku. Alisnya bertaut melihat luka yang menghiasi wajahnku.

"Hentikan yang ayah lakukan ke Hani! Melukainya hanya buat aku semakin malas untuk berurusan denganmu"

"Apa maksudnya?"

"Ayah! Sekarang aku mengerti kenapa ayah selalu memproritaskan Minho? Kenapa ayah lebih memperhatikannya? Kenapa ayah mereka-reka masalah bocornya proyek rahasia itu? Kenapa bahkan sekarang ayah berani melibatkan Hani?"

"Kamu nuduh saya bocorkan proyek itu ke sekutu kita?"

Aku tertawa hambar mendapati kata itu meluncur dari mulut ayah, "Hendra? Ayah! Setahuku, ayah hanya mengirimkannya ke Hendra. Bukan membocorkannya ke perusahaan sekutu. Berarti benar dugaanku saat ini. Jika ayah hanya ingin mendorongku untuk menampati posisi ayah dengan segala cara. Ayah perlahan ingin aku sendiri yang merebut semua keinginan ayah. Ayah ingin aku semakin berambisi menyinkirkan Minho dengan tanganku sendiri. Ayah buat aku merebut semua berdasarkan caramu. Dan sialnya, aku tidak sadar dengan itu semua."

Ayah berdiri menghampiriku. Tangan kokohnya menepuk pundaķku dengan senyum kebanggaanya.

"Itu yang ayah maksud, Chanyeol. Semua hal yang ingin dimiliki harus bisa kamu rebut sendiri. Ayah coba menanamkan sifat itu ke anak ayah sendiri. Apa itu salah? Tidak kan? Ayah beri jalan dan kamu yang mengambil keputusan. Ayah menumbuhkan rasa cemburu di dirimu agar kamu bisa berambisi untuk kembali merebutnya. Ini perusahaan kita, jadi kamu yang harus memimpinya. Minho itu hanya boneka yang ayah pelihara untuk membuatmu jadi lebih tangguh. Dan ibumu, ayah senang kematiannya bisa membuatmu jadi lebih kuat", ayah kembali menepuk punggungku lebih keras.

Seketika aku mendorong tubuhnya. Melepas tangan kotor itu dari tubuhku.

Apa yang dia katakan? Dia senang atas kematian ibuku? Aku begitu bodoh hingga tidak menyadarinya. Jika aku tidak bodoh mengikuti semua permainanya, aku bahkan tidak harus kehilangan ibu.

Aku menatap sosoknya dengan bengis. Aku terlalu benci bahkan ingin memukulnya saat ini. Dia hanya diam melepas senyum kebanggaannya begitu saja.

Aku yakin dia sudah menyadari bahwa aku anaknya sudah tidak mempercayainya lagi. Dia sadar bahwa aku sudah tidak bisa dia stir kembali sama seperti dulu.

"Aku akan merebut apa yang menjadi miliku kembali", aku melihatnya kembali tersenyum menatapku cepat, "Bukan perusahaan ini, tapi merebut Hani dan Minho darimu".


***

-tbc-

C.U 4:09

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro