HalLoveWeen

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Matahari perlahan-lahan tenggelam, menyisakan semburat kelabu yang mengisi cakrawala. Halaman rumah diterangi cahaya-cahaya redup berwarna jingga dari labu yang tekah diukir berkarakter Jack-o-Lantern jauh-jauh dari sebelum tanggal 31 Oktober. Tidak hanya labu, orang-orang sawah juga terlihat di setiap rumah.

Konon katanya, pada bulan Oktober roh-roh jahat akan berkeliaran. Roh-roh jahat tersebut mengancam memberikan kerugian pada warga. Namun, ayolah, hal konyol apa yang akan membuat Kim percaya bahwa roh akan bertindak tersebut mengingat teknologi sudah berkembang di zaman modern.

Tidak ada yang lebih buruk selain memakai kostum yang katanya dapat mengusir roh jahat. Bagi Kim, hal tersebut hanya kebudayaan yang percaya pada mitos. Sebagai keturunan dari warga Korea, Kim tidak percaya pada mitos-mitos yang beredar di kalangan Amerika.

Malam itu, Kim dan ayahnya memutuskan menetap di California setelah Park Chul-ayah Kim menikah dengan Alison tiga bulan yang lalu.

Anak-anak Alison hasil perceraian dengan mantan suaminya menghasilkan tiga buah hati yang menurut Kim sangat nakal. Mereka berlima, kecuali Kim sibuk dengan kostum untuk merayakan halloween.

"Come on, Kim. Ini tidak begitu buruk. Kau hanya perlu mengetuk setiap pintu dan mendapatkan cokelat atau permen." Alison menatap Kim yang baru saja turun dari tangga untuk mengambil semangkuk sereal penuh dengan susu dari dapur.

Alison sudah siap pergi dengan kostum Princess Jasmine ala-ala Disney.

"Benar, Kim. Kami mempunyai kostum hotdog yang cocok untukmu," sahut Bryan-putra Alison yang kedua berumur tujuh tahun.

"Not bry. It's a sandwich." Axelion-putra Alison yang paling kecil berumur lima tahun menyela. Dia tampak tidak sependapat dengan kakaknya.

Hotdog, sandwich, atau roti isi sejenisnya sama sekali tidak menarik perhatian Kim. Dia tidak akan cocok dengan kostum tersebut mengingat Kim memiliki tubuh pendek dan tubuh kurus.

"Apa pun itu, terima kasih. Aku tidak tertarik. Aku lebih baik berkencan dengan tugas sekolahku." Kim memutar bola matanya.

"Kau yakin tidak ikut dengan kami, Kim? Mungkin ini akan menjadi halloween pertamamu yang seru." Park Chul tersenyum memamerkan gigi depannya. Dia tampak luar biasa dengan kostum Jack Spparow, meskipun usianya menginjak kepala empat, tetapi dia luar biasa sempurna untuk seorang ayah bagi Kim.

Kim menggigit kelembutan bibirnya. Dia menggeleng. "Uhm, tidak meskipun semenarik apa pun kostum yang kalian tawarkan padaku."

"Kau yakin di rumah sendiri, Kim?" tanya Eliot-putra tertua Alison. Dia berumur setahun lebih tua dari Bryan.

Memicingkan mata, Kim bertanya, "Kenapa?"

Eliot terkejut dengan gerakan seperti di cover film Home Alone yang selanjutnya diikuti oleh Bryan dan Axelion.

"Ya Tuhan, Kim. Jaga dirimu baik-baik. Jika kau merasa takut, ketuklah pintu," kata Eliot memberi saran.

"Meski, aku tidak mempunyai permen dan cokelat untuk dibagi?"

"Ya! Kau hanya perlu mengetuk pintu untuk mengusir ketakutanmu. Jangan sampai kau bertemu dengan kucing hitam atau kau akan terkena sial."

"Dan, Kim. Ingat, jangan melihat ke cermin dengan mengucapkan kata yang tidak bisa aku katakan padaku," sahut Axelion dengan cepat.

Kim menatap mata biru Axelion yang terpatri ketakutan. "Kata apa?"

"Aku tidak bisa memberitahu. Aku takut!" kata Axelion merenggek.

"Baiklah, Kim. Kami pergi dulu." Alison tersenyum. Sejurus kemudian dia menarik tiga anak-anaknya untuk keluar pintu.

Namun, samar-sama Kim mendengar Alison berkata pada Axelion bahwa Agellion telah berbicara banyak mengenai halloween kepada Kim dan Alison tampak marah karena itu.

Hei, ini hanya halloween. Mungkin itu tadi sebuah trik untuk membuat takut, bukan? Kim bermonolog saat mendengar suara mobil ayahnya melaju di jalan.

Kim sendirian.

Mendadak pikiran-pikiran aneh bermunculan di dalam benaknya. Mulai dari hantu Jack-o-Lantern hingga melihat ke kaca cermin.

Hei, dia Kim. Dia tidak percaya semua mitos di halloween. Semua hanya omong kosong dan bualan yang menginginkan permen atau cokelat gratis dengan kostum konyol mereka.

Tidak ada hantu. Tidak ada.

Jadi, Kim pun mulai menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua dengan semangkuk sereal. Dia berpikir akan menonton Netflix atau apa pun asal ia bukan kesunyian.

Pintu berderit saat ia membuka kamarnya. Mendadak hal kecil tersebut membuat khawatir menguasai dirinya. Namun, Kim mencoba menepisnya dan segera menutup pintu menuju ranjang empuknya.

Dia melirik ke jendela. Sederet rumah lengkap dengan dekorasi halloween. Jalanan tampak sepi, meskipun dekorasi tampak ramai mengisi setiap pintu-pintu.

Yang paling mencolok di antara rumah-rumah yang lain adalah rumah Tuan Evans. Tetangga depan rumah Kim. Mereka tampak antusias menyambut halloween. Bahkan, ia pun melihat Landon-putra Tuan Evans memakai kostum Spiderman saat mereka sibuk menghias pagar rumah.

Semua baik-baik saja, pikir Kim sembari menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang setelah meletakkan sereal di nakas. Tiba-tiba, selera makannya hilang. Ia hanya ingin tidur menunggu ayahnya pulang.

*

Nyatanya, pikiran paranoid masih saya bersarang di benak Kim saat ia bangun tidur. Ia tertidur selama dua jam. Jadi, kemungkinan ayahnya sudah kembali dari pesta. Ia pun melirik ke jendela luar. Namun, mobil ayahnya masih tidak ada di tempat, itu artinya mereka belum pulang.

Langit gelap membentang di seluruh peraduan. Awan hitam menggantung di cakrawala. Hal itu sukses membuat Kim menyesal tidak ikut mereka.

Cacing-cacing di perutnya juga mulai memainkan orkestra. Sedangkan, serealnya sudah dingin dan kurang sedap untuk disantap. Kim memutuskan untuk keluar dari kamar.

Menuju dapur, menuangkan susu kotak dari lemari pendingin, Kim menyalakan kompor guna memasak mie instan. Salah satu cara andal untuk mengatasi lapar.

Sekali lagi semua tampak sepi. Sunyi. Sementara waktu seolah bergerak lamban dan para remaja atau anak-anak di luar sana mungkin sedang berburu permen atau cokelat dengan mengetuk masing-masing rumah dan berteriak trick Or treat.

Saat dirasa, air mulai mendidih. Kim membuka pembungkus mie instan dan memasukkannya ke dalam panci kecil mengaduk-aduk bersamaan dengan juara jam yang terdengar di antara kesepian yang melanda.

"Oh, ayolah, kapan kalian pulang? Apa seasyik itu pestanya sampai kalian melupakan aku sendirian ... di rumah?" Kim bermonolog sembari mengetuk-ngetuk permukaan arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

Semua baik-baik saja.

Semua akan menjadi baik.

Tidak ada yang buruk.

Halloween hanya omong kosong.

Kim meyakinkan dirinya sambil mematikan kompor dan menuang mie instan ke mangkuk. Dia duduk di meja pantry dengan mie dan susu sapi yang dingin. Melahapnya dengan cepat, seolah-olah tidak ingin berlama-lamaan di dapur dan ingin kembali ke kamarnya, mengunci pintu, dan bersembunyi di bawah selimut.

Kim selesai dengan makanannya. Itu bersih tuntas dan Kim akan kembali ke kamarnya setelah ia mencuci piring.

Sialan. Kim berdecak untuk kali ini karena keberadaan tempat cuci pirang yang terdapat kaca. Oh, come on! Mengapa Alison harus memasang kaca dan mengapa tiba-tiba ucapan Axelion terlintas di benaknya.

Sialan. Bahkan, lebih buruk lagi tugas sekolah belum Kim selesaikan.

Takut-takut, Kim mengintip wajahnya di cermin. Kim bersyukur Axelion tidak jadi mengatakan kalimat apa yang dilarang saat menatap cermin. Itu lebih baik.

Jadi, Kim selesai dengan acara mencuci piring. Namun, tiba-tiba lampu sedikit kehilangan cahayanya dan setelah itu padam.

"KYAAAA!" Kim berteriak tidak terhindarkan, tetapi dia tetap di posisinya.

Darahnya bergemuruh dan nadinya berpacu cepat. Lampu padam di saat yang tidak tepat. Segera mungkin Kim mencari ponsel di saku celananya.

Dapat. Kim menyalakan senter.

Tok ... tok ... tok ....

Suara ketukan pintu membuat Kim terlonjak. Itu bukan berasal dari pintu depan, melainkan pintu belakang rumah. Jika pun, itu adalah Alison dan ayahnya kemungkinan besar dia tidak akan mengetuk pintu dari belakang.

Lantas, Kim menyorot pintu tersebut dengan senter ponsel. Menatapnya horor dan bergeming seolah kakinya terpaku dengan lantai.

"KIM! KIM!"

Sialnya, entah siapa di balik pintu tersebut. Dia mengetahui nama Kim. Dari sekian banyak penghuni rumah Alison, mengapa dia mengetahui nama.

Kim semakin takut. Sangat.

Ya Tuhan, Kim. Jaga dirimu baik-baik. Jika kau merasa takut, ketuklah pintu.

Perkataan Eliot terlintas di kepalanya. Jadi, Kim pun berhampuran ke pintu belakang dan mengetuk pintu tersebut seolah ingin merusaknya.

"HELP! HELP! HELP! SIAPA PUN TOLONG AKU!" Kim berteriak dengan tangan tidak berhenti mengetuk pintu sebanyak yang ia bisa.

"Kim."

Suara itu kembali terdengar di antara adrenalin yang berdesir di darah Kim.

Jadi, Kim pun memutuskan berlari menaiki tangga dan tersungkur di lantai, tetapi Kim mengabaikan rasa sakitnya. Ia tetap berhamburan berlari menaiki tangga dan berteriak meminta tolong.

Siapa pun di balik pintu tadi. Itu tidaklah lucu.

Sejurus kemudian, Kim tiba di kamarnya. Menguncinya rapat-rapat dan melompat ke ranjang. Tanpa membuang waktu, ia pun mencari nomor Park Chul-ayahnya.

Dering pertama, tidak ada jawaban. Dering kedua, tidak ada jawaban hingga dering terakhir memiliki hasil yang sama, suara operator menyapa di dering tersebut dan Kim memutuskan meninggalkan pesan suara di sana.

Dad, cepatlah pulang.

Kim tidak menjelaskan rasa takut dan segala insiden yang terjadi beberapa detik lalu.

Napas Kim yang semula memburu perlahan-lahan beraturan. Dia sedikit lega berada di kamarnya. Jauh dari dapur. Sisi baiknya, setidaknya ponselnya memiliki senter.

Namun, kelegaan Kim tidak berlangsung lama ketika mendengar atap rumahnya menimbulkan suara bising dan bebatuan kecil merosot ke tanah. Seperti ada seseorang yang memanjat atap.

Siapa orang gila yang akan memanjat atap di tengah malam?

Sialan, kemungkinan besar itu bukan orang. Jadi, ketakutan semakin menggerogoti diri Kim.

Pikiran buruk mengenai kejahatan mengintai pemikiran Kim. Mulai dari pembantaian, tengkorak, ataupun vampir.

Gila. Gila. Kim terlalu muda untuk semua kejahatan yang kemungkinan terjadi padanya di malam halloween.

Seandainya saja, Spiderman serius ada. Peter Parker benar-benar nyata. Kim ingin menjadi Mary Jane yang rela terbang di udara asalkan ia aman bersama manusia laba-laba tersebut dan kemungkinan bercumbu di atas menara juga semakin besar.

Oh, sialan. Spiderman. Tiba-tiba, Landon-putra Tuan Evans melintas di benak Kim. Pria itu memiliki kostumnya hanya saja dia Landon bukan Pater Parker dan Kim hanya Kim, bukan Mary Jane atau Gwen Stacy.

Apakah ini yang terjadi pada orang-orang yang meremehkan halloween? Tentu saja, tidak. Kim masih tidak percaya dengan mitos tersebut, berbanding terbalik dengan ketakutannya sekarang.

Atap kembali bergerak, seperti terdapat beban di sana. Jadi, Kim tidak dapat memikirkan mengenai Spiderman lagi.

Sejurus kemudian, ketakutan tidak tertahankan menguasai diri Kim dia berlari keluar dari kamar. Menerobos tiap ruang dan jalan yang gelap di tengah kebisuan hening yang mendominasi dan bercampur dalam adrenalin.

Dengan napas terengah-engah dan kaki yang berdenyut nyeri, Kim selesai menuruni tangga. Namun, suara seseorang memanggil-manggil namanya masih terdengar seperti sebelumnya.

Jadi, Kim memutus egonya. Mengirim pesan pada ayahnya dan Alison.

Seseorang mengetuk pintu dengan keras dan meneriaki namaku. Aku ingin kalian pulang, meskipun aku tidak takut.

Tombol kirim sudah diklik Kim, ia berharap mereka segera membalas dan pulang. Kim berjalan tertatih di gulap gulitanya ruangan bermodal senter ponsel. Dia bersembunyi di balik lemari pendingin. Melipat lututnya hampir menyentuh dagu dan memeluknya.

Semua baik-baik saja, Kim. Tidak ada hantu dan halloween adalah lelucon semata. Semua baik-baik saja.

Kim meyakinkan dirinya sembari berdoa semoga hal-hal baik selalu di sekitarnya.

Jika saja, Kim ikut bersama Alison dan keluarganya, pasti hal ini tidak Kim lalui.

Jika saja, Kim ....

Tidak. Kim menggeleng keras. Ia tidak boleh menyesali perbuatannya. Semua yang terjadi adalah takdir yang sudah digariskan untuknya.

Dor! Dor! Dor!

Ketukan pintu kembali bersuara lebih keras dari sebelumnya. Siapa pun di balik pintu itu pasti berniat menghancurkan engselnya.

Untuk berantisipasi Kim memutuskan mengambil peralatan dapur, yakni wajan penggorengan. Setidaknya, itu cukup kuat untuk memukul ataupun menghancurkan siapa pun di balik pintu yang meneriaki nama Kim.

Berjalan mengedap dengan wajan penggoreng di tangannya, Kim menuju pintu belakang.

Benar saja, sesuai prediksi Kim, engsel paling atas terlepas dari tempatnya. Alhasil, wajan penggorengan semakin erat dipegang Kim. Ia menutup mata, tidak sanggup menghadapi kemungkinan yang ada di balik pintu tersebut.

Entah itu mafia.

Entah itu zombi.

Apa pun itu. Kim siap memukulnya dengan wajah penggoreng. Kim siap. Benar-benar siap sampai ia ketakutan dengan hasilnya.

BRAK!

Engsel terakhir di pintu lepas. Alhasil, pintu dengan mudah didobrak dari luar dan Kim semakin ketakutan, tetapi ia punya senjata.

"AAAA!!!" Kim berteriak. Mengayunkan lengan, wajah penggorengan berayun di udara, siap mendarat kapan pun.

"Hei, Kim. Apa yang kau lakukan? Its me."

Sebelum wajan penggoreng mendarat. Seseorang menarik tangannya dan membuang wajan tersebut ke lantai.

Perlahan, tapi pasti. Kim mengintip di balik bulu matanya yang lentik. Menyadari di depannya adalah manusia sungguhan, Kim berhamburan memeluknya. Tidak ingin melepas karena Kim ketakutan.

"I'm afraid." Kim terisak.

"Its okay. Lihat aku!"

Kim mendongak, melihat Landon di depan wajahnya sejauh lima inci. Wajahnya benar-benar tampan di bawah kegelapan, dengan seulas senyuman, dan hidungnya yang terpahat mancung. Aroma napas mint juga menggelitik indra penciuman Kim.

Dia Spiderman versi Kim.

"Im afraid, Landon."

Landon memeluk Kim. Membawanya ke sebuah kehangatan di dadanya. Pria berambut pirang tersebut mengecup kedua mata Kim dan berujar, "Aku di sini Kim. Spiderman siap menyelamatkan Kim."

Kedua sudut bibir Kim berkedut geli, mau tidak mau ia tersenyum. Sedekat ini dengan Landon membuat Kim dapat merasakan kehadiran Landon dengan wajah tampannya, bukan dari jendela kaca. Sedekat itu pula, Kim melihat bibir penuh Landon yang menggoda untuk dirasa.

Kim berjinjit. Melingkarkan tangannya di leher pria itu. Ingin menghadiahi sebuah ciuman singkat, tetapi sebelum itu terjadi lampu menyala dan derap langkah lebar-lebar yang terdengar tergesa-gesa semakin dekat.

"Kim, kau baik-baik saja?" Pertanyaan Park Chul membuat Kim mengurungkan niat untuk mencumbu Landon.

Dengan salah tingkah ia mendorong dada Landon. Melempar senyum kikuk, Kim berkata, "Sedikit lebih baik dari sebelumnya."

"Oh!" Alison berseru panjang menyadari ketidaktepatan hadirnya di antara sejoli tersebut.

"Anak-anak, gosok gigi kalian. Kalian terlalu banyak makan cokelat tadi. Ayah akan membantu kalian menyikat, bukan begitu?" Alison menyiku perut Park Chul dan mengedipkan matanya.

"A-apa ... oh, baiklah."

"Kim, kami ke atas." Alison berteriak sembari mengiring orang-orang ke atas menyisakan Kim dan Landon.

"Sekarang apa? Kau membuatku takut dengan mengetuk pintu sekeras itu." Kim mencebikkan bibirnya.

Landon tersenyum memamerkan gigi depannya. "Maaf, kupikir jika aku lewat pintu depan. Keluargaku akan melihat aku mengencani tetangga baru .. jadi, yeah ... pintu belakang jalan alternatifku. Kau tahu, Kim? Aku tertarik padaku sejak pertama kau datang di kota ini. Namun, mengetahui kau di rumah sendirian saat aku melihat kau di jendela kamarmu, aku khawatir denganmu. Alih-alih, berburu permen dan cokelat, kau memilih di rumah."

Kim terkekeh. "Aku memiliki tugas, tetapi tidak jadi karena di rumah sendirian itu ... ewh, mengerikan. Kau juga tidak perlu menaiki atap untuk memeriksa keadaanku, Landon. Kau tahu, setelah mengetuk pintu dengan keras dan menaiki atap, kau membuatku takut."

Berkacak pinggang. Landon menarik hidung mungil Kim. "Aku cemas, kau berteriak meminta tolong dan aku mendengar kau terjatuh ... tunggu sebentar, aku tidak naik atap."

"A-apa? Jadi, itu tadi apa?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro