1. Mungkin Dia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bahkan, orang yang berbeda pun ku anggap kamu."

"Fat, aku tunggu disini ya." Ucap Kalila pada Fatimah setelah menempati kursi bagian belakang dikelasnya.

Kalila membuka lembaran demi lembaran buku dengan senyum di wajahnya. Masih teringat pertemuan terakhirnya bersama Rafa. Laki-laki yang sempat mengisi hatinya dan mampu membuat dirinya berani mengharap tentang masa depan bersama.

"Aku akan kembali Lila."

Sebuah kalimat dengan ekspresi hangat yang tak pernah berubah, masih tinggal dalam benaknya hingga saat ini.

Menghayati kata demi kata yang tertera dalam buku, ditemani sinar matahari yang mulai menampakkan seluruhnya, membuat gadis itu melupakan sejenak rindu.

Suasana kampus yang belum sepenuhnya ramai membuatnya ingin menghabiskan waktu membaca sebuah buku di tangannya. Dalam sampul itu bertuliskan, "Akankah aku menemukanmu?" sebuah pertanyaan memang, dan membuatnya tergelitik ingin membaca lagi dan lagi. Buku itu menurutnya 5% isi buku, 95% kenangan saat Rafa membantunya mengambil buku tersebut.

"Baca apa sih Ka?" Fatimah duduk di sampingnya dan meletakkan beberapa buah buku dan map di atas meja.

"Ini 'Akankah aku menemukanmu?' " Rona di wajah Kalila mulai menghiasai pipi.

"Sampai senyum-senyum gitu? Mukanya memerah lagi." Ledek Fatimah sambil menatap heran kearahnya.

"Fat, menurut kamu penantian ini sia-sia nggak?" Kalila menutup buku dan mengganti posisi duduknya sedikit menghadap ke kanan.

"Siapa Ka? Rafa?"

Jawab Kalila dengan anggukan dan mukanya yang cemas.

Di sudut kelas ini, menunggu jawaban Faimah bersamaan semilir angin yang sesekali melewati celah-celah jendela dan mengenai kerudung coklat kemerahan milik Kalila.

"Kamu pacaran ya, sama Rafa?" Fatimah mulai menyipitkan mata dan mendekatkan wajahnya pada Kalila yang mulai terintimidasi.

"Astaghfirullah. Nggak Fat. Aku berusaha sekuat tenaga untuk move on dari begituan." Sahut Kalila sedikit berteriak.

"Iya Kalila maaf, lagian kenapa nanya gitu?"

"Kamu tahu kan aku sama Rafa udah temenan dari dulu," jelas Kalila dengan mengubah lagi posisi duduknya, "nggak tau kenapa ya Fat, perasaanku sama dia masih ada sampai sekarang, konyolnya lagi aku jadi berharap kalau dia juga merasakan hal yang sama. Padahal ini hanya kelanjutan dari cinta masa kecil yang nggak jelas." Kalila menghela napas, seakan telah menyelesaikan semua yang ingin dia katakan.

Terulas senyum di wajah Fatimah seraya menata kembali map yang berada diatas meja. "Berharap bukan sama makhluk Ka, tapi sama Allah. Kalau kamu pingin Rafa merasakan hal yang kamu rasakan, minta aja sama sang Maha membolak-balikkan hati."

"Maksudnya? Membolak-balikkan hati gimana?" Kalila yang antusias merapatkan lagi duduknya disamping Fatimah.

"Allah Maha membolak-balikkan hati Ka. Ngapain kita berharap sama makhluk yang jelas-jelas diciptakan Allah? Minta langsung aja sama yang menciptakan. Yakin deh, pasti Allah kasih yang terbaik. Caranya dengan mendoakan dia."

Bola mata Kalila berbinar dibuatnya "Fatimaah..."

Namanya disebut, lantas membuat Fatimah menoleh sembilan puluh derajat kekiri.

"Makasih ya.." Tangan itu mulai melingkar di leher sahabat yang berada disampingnya. Hingga senyum pun terukir di wajah manis mereka.

Sebagai saudara apalagi sesama muslim memang harus begitu, saling mengingatkan satu sama lain. Semoga saja kita bisa bersahabat until Jannah. ^^

***

Laki-laki itu mempercepat kemudi tak seperti biasanya. Berkali-kali melirik jam di tangan yang kini telah menunjukkan lima belas menit lagi kuliah dimulai.

Arrrgghh....

Begitu sampai di depan lift, entah apa yang sejak tadi berada dalam pikirannya, dia pun meraba saku jaketnya, namun barang yang dicari belum ditemukan.

Bulir-bulir keringat dari pelipis mulai mengguyur tubuhnya, tapi tetap saja bersikap sok cool. Secara. Beberapa pasang mata mulai keheranan dengan tingkahnya.

Hingga kelima jari tangan menepuk pundak pemuda tersebut.

"Alfa, kunci motor mu."

Namanya Alfa. Seorang mahasiswa semester tiga di Universitas Insan Cendekia.

"Alhamdulillah Ya Allah.... thanks bro."

"Sama-sama. Fokus Al." Rayyan yang merupakan teman saat SMA sekaligus teman sekelasnya saat ini mulai menyejajarkan dirinya di samping Alfa.

"Aku buru-buru Ray, pikiran nggak konsen. Kamu tahu sendiri sekarang jamnya Pak Handoko, killer nggak ketulungan..."

Mereka terus mengobrol hingga akhirnya pintu lift terbuka.

Kelas itu terletak di sebelah utara dengan plat nama bertuliskan D-22 telah terbuka. Dari luar terlihat beberapa mahasiswa sudah memenuhi tempat duduk. Alfa berlari kecil dan disusul Rayyan yang berjarak kurang lebih lima meter di belakang.

"Fiiuuhh...."

Gumamnya ketika melihat sebuah meja yang belum ditempati oleh sang Dosen.

"Assalamu'alaikum."

Dengan percaya diri dan memasang muka manisnya, serta rambut yang tertata rapi dengan sedikit poni yang membelah kebagian kiri, Alfa melangkahkan kakinya memasuki kelas. Gayanya yang selalu sok cool itu mampu menarik perhatian teman-teman yang sejak tadi berada di dalam kelas.

Tak terkecuali Kalila--gadis yang tengah duduk di bangku belakang sebelah pojok kiri dengan kerudung coklat kemerahannya. Kini pandangannya beralih pada pintu kelas dengan suara derap kaki yang sedikit berlari. Bukan hal itu yang menjadi fokusnya. Namun sosok disana dengan jaket khasnya yang berwarna merah marun.

"Rafa." Gumam Kalila pelan.

"Mana ada Rafa disini Ka?"

Tatapan mata Kalila lurus kearah pintu, diikuti Fatimah yang masih penasaran.

"Itu mah bukan Rafa, Ka. Tapi Alfa."

Kalila masih memandangnya lurus. Fokus. Dan pikirannya mulai mencari-cari apakah yang dilihatnya memang benar Rafa atau orang lain.

"Kalila." Panggil Fatimah tegas. Merasa tak digubris oleh panggilannya, Fatimah menghembuskan nafas pelan.

Rafa bukan ya? Kok mirip? Tapi itu bukan khas Rafa, dan mana mungkin dia pindah ke kampus ini? Ah, Rafa.

Lelaki itu memilih tempat duduk di bagian belakang. Menaruh Palazzo nya yang berwana hitam, dan mengeluarkan ponsel warna putih yang dilapisi silicon berwarna hitam pekat.

Satu menit.

Dua menit..

Lima menit...

Perasaannya mulai terusik sejak awal kedatangannya tadi, dia merasa di perhatikan oleh akhwat yang duduk sejajar dengannya, tapi terhalang oleh tiga kursi yang masing-masing telah dipenuhi oleh teman-temannya.

Alfa memutar pandangan ke sebelah kiri mencoba meyakinkan perasaan yang kini mengusiknya. Kedua mata itu beradu sepersekian detik. Intens. Tanpa kata. Tanpa makna.

Dan...

Tetap mencari pembenaran tentang apa yang sudah dia perkirakan tadi.

Merasa ditatap olehnya, gadis itu merunduk dan membuat kesibukan untuk mengalihkan perhatiannya.

Astaghfirullah.. Astaghfirullah...

"Jadi, itu Alfa?" Lanjutnya kemudian dengan memastikan bahwa yang dia lihat tadi bernama Alfa.

"Huum. Ka, jangan suka halu deh."

"Ya ampun, bisa salah gitu ya."

"Rafa terus sih yang dipikirin," Fatimah menggelengkan kepala saat melihat perubahan Kalila yang sudah tak mematung, "Ingat lho, Rafa belum halal sama kamu, jadi lebih baik simpan dulu perasaannya, jaga pandangan juga."

"Iya Fatimah, ini usaha juga kok." Balas Kalila dengan kerlingan matanya.

Alfa ya, bukan Rafa. Kalila kembali meyakini hatinya.    

***

Assalamu'alaikum teman-teman..

Sehat-sehat kan?

Sebelumnya mohon maaf beberapa waktu lalu sempat berhenti up karena kesibukan di dunia nyata. Mohon doanya semoga Allah memberi saya kekuatan untuk melanjutkan kisah ini hingga selesai dan saya juga berharap kritik serta saran untuk kisah ini karena beberapa part telah di revisi.

Happy reading guys, terimakasih banyak, semoga bermanfaat. :)

@annisaly

Wassalamu'alaikum.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro