Chapter 14🍭

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Kak Alfi✨
(kemarin)

dek

iya?

di mana?

rumah

lagi apa?

baring

sendiri?

iya

oh ok

(hari ini)

dek

iya

udah makan?

belum

lo kenapa?

apa?

gak, gak papa

gak ada tugas buat besok?

ada

udah selesai?

lagi ngerjain

oh yaudah
jan lupa makan

iya

Aurel membaca ulang percakapannya dengan Alfi. Menarik napas dan menaruh ponselnya asal. Tidak seperti sebelum-sebelumnya di mana ia sangat semangat membalas pesan cowok itu, kali ini ia terlihat malas. Bukannya ia sudah tidak suka dengan kakak kelasnya itu. Ia masih suka, kok. Hanya saja kejadian di acara pentas musik masih belum ia mengerti sepenuhnya.

Rasa kesal juga semakin ia rasakan karena Alfi yang menjadi lebih sering mengirim pesan walaupun tidak setiap hari, hanya menanyakan apa yang sedang ia lakukan dan apakah ia sudah makan atau belum. Tetapi, entah kenapa pria itu terlihat baik-baik saja dan seolah tidak terjadi apa-apa. Sama sekali tidak merasa bersalah dengan kejadian beberapa hari lalu.

Bagaimana mau merasa bersalah, Aurel bahkan yakin kalau cowok itu sama sekali tidak menyadari apa yang telah ia lakukan. Aish, sudahlah! Kepalanya terasa pening saat kembali memikirkan ini. Lebih baik ia menyelesaikan sepuluh soal Kimia yang akan dibahas esok hari.

🐛🐛🐛

Aurel, Syabila, dan Dion berjalan ke arah kelas mereka. Mereka bertemu dengan Dion di kantin yang sedang nongkrong dengan teman-temannya. Tapi kemudian cowok itu memutuskan untuk kembali ke kelas bersama Aurel dan Syabila. Dion memang pada dasarnya lebih senang berkumpul bersama kedua cewek yang merupakan teman sekelasnya itu.

"Eh, btw, tumben-tumbenan, Rel, lo nggak ngomongin si kakel tercinta lo itu akhir-akhir ini," cetus Dion.

Syabila rasanya ingin segera menyumpal mulut lelaki di sampingnya yang sekarang asik mengunyah jajanannya. Ya, Syabila akhirnya mengerti apa penyebab Aurel berlari keluar dari ruang tetaer saat pentas musik padahal saat itu Alfi bahkan belum menyelesaikan penampilannya. Dan barusan saat berjalan ke kantin tadi, mereka tak sengaja bertemu dengan Alfi yang terlihat seakan-akan tidak menyadari kalau mereka sempat berpapasan. Aurel sebenarnya tidak berharap banyak, tapi hal itu berhasil membuatnya kesal.

"Apa, sih, Dion!" ucap Syabila. Ia menarik Aurel untuk masuk ke kelas lebih dulu dan meninggalkan Dion yang mengerutkan kening bingung. Berpikir mungkin saja ada yang sudah dilewatkannya.

Dion duduk di depan sepasang sahabat itu. Meminjam sebentar bangku temannya karena tempat duduk sebenarnya berjarak satu deret dari bangku Aurel dan Syabila, juga terletak di paling depan. Entah apa yang telah merasukinya sehingga meminta bertukar tempat dari yang semula duduk di paling belakang.

"Seriusan, Rel, lo kenapa? Lo udah nggak suka sama Alfi lagi?"

"Ya, nggak, lah!" Aurel yang menjawab dengan sangat cepat memperlihatkan betapa ia memuja kakak kelasnya itu.

"Ya, terus kenapa?" Dion sangat penasaran. Pasalnya biasanya gadis itu memang sangat sering menceritakan hal-hal tentang Alfi. Tapi akhir-akhir ini, ia tidak lagi melakukannya. Bahkan ia akan mendengus kesal jika nama cowok itu tak sengaja disebutkan oleh teman sekelasnya. Dion yang juga mendapat peran sebagai tempat curhat tentang Alfi dari Aurel—selain Syabila—, tentu saja merasa heran.

Aurel mengedikkan bahu sebagai jawaban. "Tau!"

Dion mengalihkan tatapan penuh tanya pada Syabila, tetapi gadis itu malah bersikap ketus padanya.

"Udah, sana lo, gue mau makan!" usir Syabila. Walaupun sambil bergumam tak jelas, Dion tetap beranjak dan bergabung dengan murid cowok lainnya di belakang kelas yang sedang bermain game online.

Aurel ingin melanjutkan mengerjakan tugas yang tadi diberikan gurunya sebelum istirahat. Ia pun memasukkan tangannya ke dalam tas. Tapi yang kini ada di tangannya bukanlah tempat pensil berbahan kain lembut, melainkan sebatang coklat dengan robekan kertas di atasnya yang ditempel menggunakan selotip.

Aurel menaikkan sebelah alisnya, menoleh ke arah Syabila yang ternyata juga sedang menatapanya aneh. Aurel lantas membaca tulisan yang ditujukan untuknya.

Akhir-akhir ini lo aneh.
Kalo gue ada salah, maaf.

Bayangan seseorang dengan cepat melintas di pikiran Aurel. Ia membuka aplikasi chatting di ponselnya. Alfi sedang online. Lalu menimang-nimang apakah ia harus mengirim pesan atau tidak.

Aurel menggeleng. Ia harus menanyakannya. Ingin memastikan. Jari-jarinya bergerak gesit di atas layar ponsel. Tak berapa lama ia langsung mendapat balasan dari cowok itu.

Kak Alfi✨

kak alfi ngasih aku coklat?

iya
dimakan ya

iya kak
makasih

sama-sama

"Kak Alfi?" tanya Syabila. Aurel mengangguk. "Apa katanya?"

Aurel menyerahkan begolitu saja ponselnya yang masih menampilkan roomchatnya dengan Alfi  pada Syabila. Perempuan itu tak mau terlalu besar kepala atau lainnya. Dibukanya coklat berukuran sedang itu.

"Dion!" teriaknya pada Dion yang langsung berbalik. "Mau gak lo?" ucapnya sambil mengacungkan coklat pemberian Alfi. Tentu saja Dion langsung menghampirinya. Ia terlalu baik untuk menolak makanan gratis.

🐛🐛🐛

Hari berikutnya, Syabila dan Aurel sedang duduk di depan kelas saat jam istirahat kedua. Berbicara tentang film keluaran terbaru yang kemarin malam ditonton Syabila.

"Hai!"

Kedua gadis itu sepertinya terlalu asik dengan pembicaraan mereka sehingga tak sadar dengan sekitar. Padahal biasanya Aurel sudah menyadari kehadiran Alfi bahkan dari jarak sepuluh meter. Tapi sekarang ia malah terkejut sendiri karena Alfi yang sudah berdiri di depannya.

"Aurel, gue boleh ngomong sebentar, nggak?" tanya Alfi. Aurel gelagapan dan menoleh ke Syabila, menanyakan apa yang harus ia lakukan dengan tanpa suara.

"Gue boleh minjem Aurel bentar, kan?" tanya Alfi lagi, pada Syabila.

"Boleh, kok, Kak!"

"Makasih," Alfi tersenyum. Ia kembali menatap Aurel yang masih diam. "Rel?"

"Eh, iya, ayo, Kak."

Kedua remaja itu pun berjalan. Dion yang baru saja datang menatap dua punggung yang berjalan bersisihan, tampak semakin jauh. Ia duduk di samping Syabila.

"Aurel sama siapa, tuh?"

"Mana sini pesenan gue," ucap Syabila yang langsung menarik jajanan di tangan Dion.

"Bil, itu Aurel sama siapa?"

Syabila berdiri dan berjalan masuk ke kelas. "Kak Alfi."

"Hah? Serius?" Dion ikut masuk menyusul Syabila, lalu memaksa gadis itu untuk bercerita semua hal yang ia rasa telah dilewatkannya.

Di tempat lain, Aurel duduk berdampingan dengan Alfi. Taman di dekat perpustakan memang jarang dikunjungi murid, apalagi pada jam istirahat kedua. Hanya terlihat tiga atau empat siswa yang ada di sana.

Alfi tampak santai, hanya saja ia terlihat sedikit bingung untuk mengutarakan apa yang ingin diucapkannya. Berbeda dengan Aurel yang sekarang walaupun kelihatan kalem tetapi jantungnya terus bergerak sangat cepat seolah akan meledak kapan saja.

Bagaimana tidak, ini adalah pertama kalinya ia berduaan dengan Alfi. Bahkan pria itu sendiri yang memintanya untuk diajak bicara. Rasanya senang sekali, tetapi tak bisa dipungkiri kalau rasa gugup juga menghampirinya.

"Maaf, ya," setelah lima menit lebih terdiam, hanya itu yang diucapkan Alfi.

"Eh?"

"Yang waktu pentas musik itu. Maaf karena nyanyiin lagu yang lo request-in. Dan karena ada beberapa pihak yang terbawa suasana jadinya lo malah salah paham," jelas Alfi.

"Eh, gak papa kok, Kak. Santai aja." Sebut saja Aurel munafik. Ia pun mengakui itu. Kemarin ia bahkan sudah menangis karena Alfi. Namun sekarang entah mengapa melihat cowok itu yang meminta maaf dengan tulus, membuatnya gantian merasa bersalah.

"Pas h-1 sebelum pentas, gue keinget sama lagu yang lo request-in. Jadi gue pikir, kenapa nggak sekalian gue nyanyiin aja pas pentas. Tapi sekarang gue malah bodoh banget karena buat lo salah paham gini. Maaf banget ya, Rel. Gue juga—"

"Iya, Kak, gak papa. Gue ngerti, kok." Aurel tersenyum. Ia merasa penjelasan Alfi sudah cukup, ia juga tak mau cowok itu terus-terusan meminta maaf dan merasa bersalah padanya.
"Makasih karena udah mau minta maaf. Dan nyanyin lagu itu juga."

"Harusnya gue yang bilang makasih karena udah maafin gue."

Pemberitahuan bahwa jam istirahat kedua sudah habis berbunyi. Aurel pun pamit duluan pada Alfi untuk kembali ke kelas. Ia berdiri dan berjalan, tetapi kemudian berbalik.

"Makasih buat coklatnya," katanya pada Alfi yang juga sudah berdiri dari duduknya. Cowok itu mengangguk.

"Perlu gue anter?" tanya Alfi canggung saat Aurel hendak berbalik.

"Nggak usah, nggak papa, Kak. Aku duluan."

🐛🐛🐛


hola! aku kembali :v
duh jadi pen makan coklat :(
btw, jan lupa divomment yaaa
tencuuu🍭

15 April 2020
~zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro