Chapter 20🍭

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Aurel merutuki diri sendiri saat ia terlambat. Sebenarnya tidak bisa dibilang terlambat karena sekarang ia masih sempat mengikuti apel pagi. Tetapi dari kemarin ia sudah mengganti jam masuk kelas bagi dirinya sendiri. Tak lain dan tak bukan adalah karena tidak ingin berpapasan atau pun melihat Alfi, pacarnya. Ia hanya masih belum siap.

Tadi malam ia baru menyelesaikan drama korea favoritnya. Menyebabkan ia yang tidur larut, lupa memasang alarm, dan berakhir terlambat seperti ini. Beruntung saat ini ia sama sekali belum melihat Alfi sehingga masih bisa bernapas dengan lega.

Kurang dari sepuluh menit apel pagi akhirnya selesai dan barisan dapat dibubarkan. Aurel dengan langkah seribu langsung melesat ke kelasnya. Meskipun begitu, ia tetap mengawasi keadaan sekitar kalau-kalau Alfi berdiri tak jauh darinya.

Saat akan berbelok menuju area kelas sepuluh, Aurel tak sengaja melihat Alfi yang juga seperti akan melihat ke arahnya. Dengan cepat gadis itu langsung meraih tangan seseorang di belakangnya. Menyembunyikan diri di balik tubuh laki-laki yang lebih besar darinya itu.

Aurel masih dengan posisi yang sama sampai Alfi sudah sangat jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Gadis itu tak menyadari pandangan aneh yang dilayangkan lelaki di depannya.

"Lo ngapain?" tanya cowok itu dengan kening berkerut.

Aurel mengelus dadanya, memanjatkan syukur karena berhasil sembunyi dari kakak kelas yang menjadi pacarnya itu.

"Ah, maaf. Gue nggak sengaja."

Cowok itu mendengus. "Apa yang lo lakuin tadi, bukan cuma sekedar nggak sengaja," tukasnya.

"Oke," Aurel menarik napas. "Gue emang sengaja, tadi. Tapi itu gerakan refleks. Kebetulan lo yang ada di samping gue. Dan bagusnya badan lo gede, bisa nutupin gue yang kecil ini."

Aurel lalu tersenyum. "Makasih."

Terlihat sekali cowok itu terpesona dengan senyum manis Aurel.

"Gue duluan," pamit Aurel dan berlalu dari hadapan cowok itu.

"Eh, bentar!"

Belum tiga langkah dan Aurel membalikkan badan.

"Nama lo siapa?"

"Panggil aja Aurel," kata gadis itu kemudian kembali membalikkan badan dan berjalan pergi.

"Aurel, ya," gumam cowok itu sambil tersenyum. Ia lalu juga melangkah ke kelasnya.

🐛🐛🐛

Syabila menaruh dua bungkus roti isi di meja, tepat di depan Aurel. Kemudian perempuan itu duduk di tempatnya, disusul Dion yang juga duduk di bangkunya.

"Tumben banget, lo, gak ke kantin. Padaha biasanya yang paling semangat," cibir Dion sambil menyeruput pop ice coklatnya.

Aurel memang tadi tidak ikut bersama-sama dengan mereka pergi ke kantin. Ia hanya menitipkan makanan pada Syabila, dengan berkata bahwa perutnya sakit dan dirinya yang susah untuk berjalan. Alasan yang sebenarnya adalah tidak ingin bertemu dengan Alfi, mengingat mereka sering sekali tak sengaja bertemu di sana, padahal area kantin begitu luas.

"Perut lo masih sakit?" tanya Syabila kemudian. Dari suaranya Aurel tahu kalau sahabatnya itu cemas, walaupun wajahnya kelihatan jutek. Gadis itu juga tadi sempat khwatir sekali saat Aurel mengaduh kesakitan sambil pura-pura memegang perutnya. Ia jadi merasa bersalah sekarang.

"Nggak lagi."

"Bagus, deh."

Ketiga orang itu kemudian mulai memakan jajanan mereka masing-masing. Aurel menggigit rotinya melirik Syabila, dan merasa tak nyaman karena tidak berkata jujur padanya.

"Btw, Bil," kata Aurel.

Syabila menoleh dengan mulut yang masih sibuk mengunyah.

"Sebenarnya ..., gue tadi bo'ongin lo," katanya sambil meringis. Takut gadis itu mengamuk.

"Hah?"

"Perut gue nggak sakit. Gue sengaja aja bilang kek gitu, biar nggak usah ikut kalian ke kantin. Males soalnya," jelas Aurel dan diakhiri cengiran canggungnya.

Mendengar itu Syabila langsung melayangkan death glare-nya. Aurel merasa seperti melihat asap yang keluar dari kedua telinga cewek itu. Tetapi kemudian Syabila menarik napas dalam dan memaksakan senyum. "Untung ya lo temen gue," katanya sambil pura-pura gemas dan mencubir pipi Aurel keras.

Aurel memegangi pipinya yang memerah akibat perbuatan tangan Syabila. Ingin protes, tapi ia menyadari kesalahannya.

"Eh, tapi, tadi yang di surat itu beneran?"

Jantung Aurel berdegup. Bukan karena ia jatuh cinta pada sahabat perempuannya itu. Ia pikir Syabila sudah melupakan obrolan mereka lewat kertas tadi, tapi ternyata gadis itu masih ingat saja

"Apanya?" Aurel pura-pura tidak tahu.

"Yang katanya lo punya pacar."

"Paling juga bo'ongan," sahut Dion yang dari tadi sama sekali tidak mengeluarkan suara selain tertawa saat Syabila mencubit pipi Aurel.

"Iya, bener! Mana mungkin, sih, gue pacaran! Deket sama cowok aja, enggak," tukas Aurel dengan tawa paksanya.

"Iya, juga, sih," ucap Syabila. Kemudian kembali fokus dengan makanannya.

Aurel sedikit bernapas lega. Untungnya ia berhasil mengecoh teman-temannya itu. Dion pun mulai mengeluarkan candaannya. Tak mau kalah Aurel juga ikut membuat lelucon yang sayangnya terasa garing, sehingga kedua temannya itu malah mengolok-olok dirinya.

"Eh, bentar ya, gue mau ke toilet," kata Aurel setelah beberapa saat. Ia berdiri dan melangkah ke luar kelas.

Berjalan sambil bersenandung kecil lagu yang dijadikan soundtrack drama favoritnya. Tidak terlalu memedulikan keadaan sekitar yang ramai. Hingga saat hampir sampai ke toiler, matanya menangkap sosok Alfi di kejauhan tengah berjalan ke arahnya.

Tanpa menunggu lama, Aurel langsung melesat ke dalam kamar mandi putri. Ia melaksanakan tujuan awalnya ke sini sambil merutuki diri sendiri karena lengah dengan sekitarnya. Hampir saja ia berpapasan dengan cowok itu.

Setelah selesai, Aurel berdiam beberapa saat kemudian keluar dari kamar mandi. Mengintip sebentar sebelum akhirnya mulai berjalan menuju kelasnya. Kali ini matanya lebih tajam mengintai keberadaan kakak kelasnya itu.

Aurel yang mungkin saja terlalu fokus mengamati keadaan sekitar sampai lupa dengan arah depannya. Matanya membulat saat Alfi berjalan tak jauh dari tempatnya berdiri. Pria itu kali ini juga berjalan ke arahnya, tengah asik mengobrol dengan temannya.

Aurel tak tahu harus berbuat apa. Terlalu terlambat untuk berbalik dan berlari pergi karena Alfi sudah pasti bisa melihatnya. Sementara mau melanjutkan langkah pun ia rasanya tidak bisa. Di saat-saat seperti ini, kejadian malam itu kembali menghampiri kepalanya seperti putaran film. Wajahnya memerah. Dan langkah Alfi semakin mendekat.

Aurel menjadi luar biasa panik saat Alfi sudah berdiri tepat di depannya. Memikirkan harus berekasi seperti apa dirinya. Menyapa kah? Atau langsung pergi saja?

Alfi memberikan Aurel senyuman manisnya. Kemudian melanjutkan langkahnya dan kembali berbicara dengan temannya.

Aurel yang tadinya panik sampai hanya bisa terpaku saat Alfi tersenyum sebab ia tidak tahu harus melakukan apa, sekarang entah mengapa seperti ada sesuatu yang mencubit hatinya. Padahal ia yang dari kemarin tidak mau bertemu dengan cowok itu. Tetapi saat mendapat reaksi biasa saja saat mereka bertemu, ia malah merasa sedih.

Aurel pun kembali melangkah. Beban pikirannya menjadi bertambah karena tingkah Alfi barusan. Apa benar kalau hubungan mereka tidak serius? Apa benar kalau Alfi cuma menganggapnya lelucon? Dan mungkin saja beberapa hari lagi, nasibnya akan sama seperti mantan-mantan Alfi sebelumnya. Memikirkan itu membuat Aurel rasanya ingin menangis saja.

🐛🐛🐛

Hola!👐
Maaf ya aku munculnya dini hari gini wkwk :v
Jan lupa vomment pokoknya! :*
Aurel dilema cieee dilema v:
Tencuuu

27 Mei 2020
~zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro