Chapter 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Assalamu alaikum, Bos!"

Alfin terlonjak ketika seseorang menepuk pundaknya. Ia memegang dada kirinya dan mngembuskan napas kesal sebelum menjawab, "Wa alaikum salam, Kang."

Berdiri tepat di sebelah Alfin seorang laki-laki yang sudah berseragam hotel. Name tag sudah terpasang rapi di dada kanan tepat di atas saku. Potongan rambut crew cut mempertegas garis wajahnya yang tampak memiliki garis keturunan arab.

"Kusut amat, Bos. Masih pagi gini masa kalah sama matahari?"

"Biasa aja, Kang," elak Alfin sambil tersenyum tipis.

"Aya naon?"

Pintu lift terbuka ketika pertanyaan itu terlontar. Keduanya masuk bersamaan. Alfin menekan tombol dua. Mereka sama-sama akan menuju ruang meeting untuk briefing pagi.

"Kang Komar masih punya orangtua?" tanya Alfin pelan ketika kotak besi bergerak naik.

Komar menatap Alfin yang terus menunduk lesu sebelum menjawab, "Alhamdulillah. Dua-duanya masih lengkap. Masih bisa main dengan cucu-cucunya."

"Oh, iya. Kang Komar kan emang asli dari Bogor ya. Masih satu kota tinggalnya."

Suara dentingan yang menandakan lift sudah sampai di tujuan membatalkan pertanyaan Komar di ujung lidah karena mendengar nada suara Alfin.

~~~

Kedua jarum jam di arloji Komar sama-sama menunjuk angka dua belas. Segera ia beranjak meninggalkan mejanya. Beberapa staff anak buahnya tampak heran melihat gelagat pria yang selalu memakai Axe sebagai pengharum tubuhnya.

Komar berjalan dengan tergesa melintasi beberapa ruangan. Tujuannya hanya satu. Mushola karyawan

Saat ia tiba di sana. Seperti dugaannya, ia melihat Alfin yang masih duduk bersila. Kepalanya menunduk dengan jari-jari yang terus menggerakkan benda imajiner seolah menghitung sesuatu.

Komar segera mengambil air wudhu dan mulai mendirikan sholat dzuhur. Selesai menuntaskan dzikir setelah sholatnya, ia beringsut mendekati Alfin yang masih belum mengubah posisinya. Pria beranak dua itu yakin melihat setitik bening kristal di ujung mata Alfin tepat sebelum Alfin mengusap wajah dengan kedua tangannya.

"Ibu lagi sakit?" tanya Komar sembari bersandar di dinding musholla.

"Semalam katanya pingsan. Tapi udah dibawa ke klinik. Saya sih bersyukur ada teman yang bisa saya andalkan jagain Ibu."

"Alhamdulillah. Semoga lekas pulih ya, Kang. Mau pulang?"

Alfin menggeleng lemah, "Saya belum bisa pulang, Kang. Pasti sulit dapat izin dari HM."

Keduanya terkekeh karena  pernyataan terakhir Alfin. HM atau Hotel Manager di Pride Priangan adalah sosok yang keras dan tegas. Lebih mendahulukan kepentingan hotel dibanding kepentingan karyawan. Meskipun baru dua bulan bekerja, Alfin sudah pernah merelakan jadwal liburnya karena ada meeting dadakan ataupun event yang melibatkan petinggi.

"Nggak ada salahnya manfaatkan waktu libur dengan pulang, Fin. Bogor-Cianjur masih bisa ditempuh angkutan darat dan bisa bolak-balik dalam hitungan jam."

Komar menepuk pundak Alfin, "Minta sama Allah dimudahkan urusan sama Pak HB. Dia satu-satunya Yang Maha Membolak-balik hati hamba-Nya. Dia juga Yang Maha Melembutkan."

"Makasih, Kang."

"Saya masih penasaran sebenarnya. Kang Alfin nyaman kerja di sini?"

"Maksudnya gimana, Kang?"

"Maksud saya, sebelum Kang Alfin setuju kerja di sini. Otomatis tahu kan, apa yang jadi resikonya. Sudah hapal dengan plus dan minusnya. Termasuk masalah orangtua."

Alfin terdiam. Ia meluruskan kakinya dan mulai mengubah posisinya, bersandar di dinding yang sama dengan Komar.

"Banyak hal yang sebetulnya jadi pertimbangan saya untuk kerja di kota ini Kang. Saya nggak akan bohong, salah satu yang bikin saya mau kerja di hotel ini adalah nominal gajinya. Betul yang Akang bilang. Bogor-Cianjur dekat. Tapi sesungguhnya tetap nggak bisa menghilangkan rasa khawatir saya jauh dari Ibu. Saya ajak Ibu untuk ikut saya pun, pasti Ibu nggak akan mau. Karena makam Ayah ada di Cianjur sana. Sementara Ibu sudah pasti seminggu sekali ziarah."

"Ayahnya Kang Alfin pasti orang yang hebat," puji Komar pelan.

Alfin tersenyum mendengarnya, "Ayah tuh luar biasa, Kang. Saya adalah saksi bagaimana Ayah berjuang buat kami. Kalau aja Kang Komar tau. Saya ini aslinya orang nggak punya, Kang."

"Kita semua memang orang nggak punya. Semuanya cuma titipan," Komar sedikit mengingatkan.

"Maksud saya bukan begitu, Kang. Ayah cuma tukang ojek, Kang. Sebelumnya Ayah itu kuli panggul pasar. Selama Ayah kerja, Ayah selalu bikin target jumlah uang yang dibawa pulang. Selama targetnya belum terpenuhi, Ayah pantang pulang. Ibu kadang selalu khawatir karena Ayah selalu pulang larut."

"Masya Allah. Ayahnya Kang Alfin pejuang itu. Pantas aja saya selalu lihat Kang Alfin totalitas dalam bekerja. Mencontoh langsung dari Ayah rupanya."

"Pointnya adalah Ayah yang mengajarkan saya tentang kerja keras dalam menghasilkan uang. Ketika akhirnya Ayah meninggal pun, saya juga menyaksikan Ibu yang bekerja demi saya. Di situ saya bertekad untuk bisa dapat pekerjaan yang gajinya besar. "

"Sebentar, Kang. Saya masih belum paham nih. Akang nyari kerja yang gajinya besar?"

Alfin mengangguk mantap.

"Mumpung usia saya masih muda. Ayah meninggal ketika saya masih SD. Apa yang saya ingat darinya cuma bagaimana Ia kerja mencari uang. Jadi saya belajar darinya membahagiakan Ibu adalah dengan mengumpulkan uang yang banyak."

Komar menatap jam tangannya. Jarum jam terus berlomba berputar menunjukkan pukul setengah satu.

"Sepertinya obrolan kita makin berat ya? Tapi perut perlu diisi dulu nih."

"Kang Komar kalau mau makan siang, duluan aja. Saya nggak nafsu makan. Masih mau di sini."

"Kata siapa saya mau pergi. Justru saya mau ngajak Kang Alfin makan siang bareng di sini. Istri saya selalu buat bekal lebih. Tuh bekalnya saya taruh di dekat pintu mushola," Komar menunjuk kotak makan siang yang dibungkus kain.

"Orang yang kerjanya totalitas kayak Kang Alfin ini makannya harus teratur. Ayo,"

"Saya malah ngerepotin Kang Komar, jadinya."

"Nggak apa-apa. Besok-besok Kang Alfin mampirlah ke rumah. Kita lanjutkan obrolan yang tadi," kata Komar sambil beranjak meninggalkan musholla.

"Obrolan tentang orangtua saya, Kang?"

"Sejauh mana pemahaman Kang Alfin terhadap konsep rezeki dari Allah."

Cimahi

¤¤¤
Authors Note:
Ahh.. ternyata nggak nyampe ya buat nyusul teman2. Mohon maaf kalo terlalu lama menunggu ceritanya. Aku yang salah. Tidak akan ada pembelaan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro