• 05 : Aku di Sini

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 5 : Aku di Sini
Prompt : Nightmare

Kariyazono Michitaka x Momiji Aki (OC)
aoppella-?! © KLab

Words : 508

Warning(s) : Mention of kidnapping, gore (?), knife

Note(s) : Dialog miring berawalkan tanda "||", dianggap sebagai dialog yang diucapkan menggunakan bahasa isyarat.
Ex : || "Halo!" ||

──────────────────────

Bahana guntur menggetarkan buana, mengisi keheningan di tengah malam. Pun rinai hujan yang turut memberikan irama. Menjadikan malam ini tak sesunyi biasanya.

Michitaka, yang masih terlelap dalam mimpinya, merasakan gerakan tak nyaman yang berasal dari sisi kirinya. Membuat pria itu mau tak mau harus membuka mata, hanya untuk disambut oleh kegelapan semata.

Namun kegelapan itu tak dapat mencegahnya untuk melihat daksa sang istri yang dilanda gemetar. Sontak saja rasa khawatir memenuhi dadanya. Tangan diulurkan untuk menepuk pelan pipi sang hawa, mengharapkan adanya respon barang sedikit saja.

"Aki! Hei, Aki! Bangunlah!" bisik Michitaka sedikit keras. Masih berusaha membangunkan Aki dengan menepuk pipinya.

Netra kebiruannya masih menatap lamat wajah sang istri yang kian menegang. Rasa khawatir semakin membuncah, ia lantas menggoyang-goyangkan daksa Aki sedikit kencang.

Lega sontak menguasai dirinya, kala melihat kelopak mata sang hawa telah terbuka. Ia menatap khawatir ke arah Aki yang terengah-engah, peluh terlihat jelas membasahi kulitnya yang pucat.

Merasa bahwa sang hawa sudah tenang, Michitaka lantas bertanya, "Mimpi buruk?"

Aki menoleh ke arah sang suami perlahan, lantas mengangguk perlahan sebagai balasan. Michitaka dibuat kaget kala melihat bahwasanya tirta sudah menggenang di pelupuk mata milik istrinya.

Sang adam mengulas senyum tipis, lantas meraih daksa sang hawa kemudian direngkuhnya erat. Punggung dielus perlahan, sementara aroma jeruk dari surai oranye milik Aki dihirupnya kuat-kuat.

Aki tiba-tiba memberi jarak, lantas mendongak untuk beradu pandang dengan sang adam. Tangannya yang masih gemetar diangkat, lantas digerakkan perlahan.

|| "Aku ... bisa mendengar ... suara pisau itu ...." ||

Michitaka yang mengerti bahasa isyarat barusan hanya mengangguk pelan sebelum merengkuh kembali daksa sang hawa dalam dekapan. Tahu persis apa maksud dari kalimat yang diberitahukan Aki barusan.

"Sstt, tidak apa-apa. Hanya ada aku di sini," bisiknya lembut tepat di telinga sang hawa, seiring dengan jemari yang mengelus lembut surai wanita dalam dekapannya.

Angan tiba-tiba saja berkelana ke memori di mana ia, yang saat itu masih berusia delapan tahun, mendapat kabar bahwa Aki yang merupakan sahabatnya tak dapat lagi berbicara untuk selamanya. Hal ini dikarenakan luka sayat di lehernya yang ditinggalkan oleh orang yang telah menculiknya, terbilang cukup dalam sampai-sampai bisa memutus pita suara milik sang wanita.

Tanpa sadar, ia mengeratkan dekapannya tatkala memori itu terputar di kepala. Membuatnya mendapat pukulan kecil dari sang hawa yang kini kesulitan bernapas. Alih-alih melonggarkan pelukannya, Michitaka malah menarik sang istri untuk kembali berbaring di ranjang milik mereka berdua.

Aki tentu saja protes dibuatnya. Namun Michitaka sama sekali tak menggubrisnya. Malah, ia melayangkan kecupan singkat di bibir ranumnya untuk mendiamkan sang wanita.

"Tidur, malam masih panjang, lho," ujar Michitaka. Setia menatap lamat wajah memerah milik sang hawa, sebelum menutup kedua kelopak matanya guna berlayar kembali ke pulau kapuk yang nyaman.

Wanita berusia dua puluh tiga tahun itu hanya bisa terdiam seraya menatap wajah tidur milik sang pria. Dalam hati ia berteriak, menahan rasa malu yang tak tertahankan.

──────────────────────

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro