Aster and Baby's Breath;Sou

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kenapa kau pergi?

Aku tidak ingin kehilanganmu.

Tapi asalkan kau menyisakan memori kita berdua selamanya.

Aku rasa akan baik-baik saja.

💐 [this fanfiction is a HOMAGE of Highlight Reel MV Jeon Jungkook version] 💐

Hari itu aku ingin berputus asa.

Sungguh.

Kalau saja dirimu tidak berdiri di ujung lorong dan mengulurkan tanganmu.

Aku hanya mendongak tak percaya melihat eksistensimu yang begitu kokoh walau hampir tertabrak kursi roda yang kukedalikan dengan sembarangan.

Aku frustrasi dengan semua ini. Berapa lama lagi aku harus bertahan di tempat ini? Aku muak.

"Namaku Sou," suara ringan terdengar keluar dari sosok pemuda di hadapanku.

Aku bukan pribadi yang senang berinteraksi. Seharusnya aku berkata ketus dan menyuruhnya menyingkir saat itu. Ya, harusnya begitu.

Tapi mengapa aku malah membalas uluran tangannya?

"Namamu?"

"[Full Name]."

"Nama yang cantik," pujinya, tersenyum manis.

Aku hanya memasang wajah tak mengerti. Tidak mengerti mengapa ia begitu antusias dengan keberadaanku? Serta tidak mengerti, mengapa diriku dapat terbuai dalam sorot matanya?

Aku mengamati orang bernama Sou tersebut dengan teliti untuk sesaat.

Ia terlihat normal.

Tingginya tidak berlebihan dan kulitnya tidak begitu pucat. Tidak ada tanda-tanda ia kekurangan rambut karena helainya yang terlihat cukup tebal.

Hanya selang infus di punggung tangan kirinya lah yang menandakan bahwa ia sedang sakit. Walau akupun tak yakin penyakit apa yang diidapnya. Selain itu ia juga kurus, membuat baju rumah sakit yang ia kenakan nampak longgar.

"Boleh aku panggil [Name]?" pertanyaannya membuyarkan konsentrasiku.

Aku hanya dapat mengangguk. Entah kenapa pita suaraku rasanya diikat sedari tadi.

Sou tersenyum lagi, beralih menuju belakang kursi rodaku. Membuatku bingung, apa yang hendak ia lakukan?

"[Name] kenapa tadi membawa kursi rodanya kencang sekali? Berbahaya, loh, melakukan hal seperti itu di lorong rumah sakit, kau bisa terjatuh atau dimarahi petugas," celoteh Sou saat aku merasakan kursi rodaku didorong perlahan.

Aku hanya terpaku, tidak berniat membalas ocehan Sou. Entahlah, rasanya malu dan lemah. Aku ingin sekali menghilang saat ini.

"[Name] mau ke atap, tidak? Di atas bagus, loh, pemandangannya," kata Sou sambil terus mendorong kursi rodaku.

"Tidak perlu,"

"Hm?"

Aku menolehkan kepala ke belakang, sepasang mata kami bertemu. "Sou tidak perlu repot-repot berbaik hati pada makhluk tidak berguna sepertiku,"

Sou malah terkikik mendengar ucapanku. Hei, apakah aku baru saja mengatakan lelucon baginya?

Tangan kiri Sou yang dihiasi infus mendarat di atas kepalaku, bergerak mengelusnya perlahan, "Yosh, yosh, tidak apa-apa. Pasti berat, ya? Sakit, kan? Tapi [Name] hebat, kok, nyatanya masih bisa bertahan,"

Manikku berpendar tak percaya. Tuhan, masih ada, ya, ternyata yang peduli padaku. Padahal aku selalu saja mengabaikan orang lain, sehingga kau menghukumku seperti ini.

Kecelakaan. Lumpuh. Tidak tau dapat sembuh atau tidak.

"Sudah, tidak perlu menangis. Jadi, ya? Ke atap?"

Aku berbalik, melihat lurus ke depan. Mengangguk perlahan, "Iya."

Sejak saat itu, aku tidak mau berada jauh darinya.

💐💐💐

"Sou kamu sedang apa?" aku mendekat saat berhasil menemukan sosok Sou yang tengah duduk di kursi taman.

Sou terlihat sangat fokus pada apa yang ia lakukan. Sebuah notes bersih, pulpen, dan earphone yang menutup kedua telinganya.

Kini aku sudah jauh membaik. Sejak hari itu, sejak hari di mana aku bertemu dengan Sou di lorong, aku punya semangat dam harapan untuk sembuh. Nyatanya, kini aku sudah tidak memakai kursi roda lagi. Berjalan perlahan-lahan dengan kruk, aku mencoba duduk di sebelah pemuda itu.

Sou nampak kaget saat aku menarik salah satu earphone di telinganya, ikut mendengarkan alun musik yang sama.

"Sou lagi menulis lagu, ya? Dan lagu ini, apakah Sou yang buat juga?" tanyaku.

Sou menurunkan notes di genggamannya, mengangguk lantas menggeleng. "Iya, dulu, pas aku masih sehat, benar-benar sehat, aku suka nulis lagu dan membuatnya bareng kakak. Dan lagi yang sedang kita dengarkan ini, buatan kakakku." Jelas Sou.

Aku agak terkejut mengetahui Sou memiliki kakak, membuatku tertarik untuk bertanya kembali, "Loh, Sou punya kakak? Kenapa aku nggak pernah lihat dia jenguk Sou? Apa dia lagi di luar kota?"

Sou mengulum senyum, menerawang ke langit biru, "Kakakku, Eve, udah nggak ada,"

"O-oh, maaf ...,"

Sou menggeleng, "Nggak apa-apa, kok. Kak Eve berusaha membuat lagu ini pas aku mulai sakit, katanya, biar aku semangat dan cepat sembuh. Padahal waktu itu, keadaan kak Eve juga nggak terlalu baik."

Aku hanya menatap Sou prihatin, tanpa sadar jemariku beralih menggenggam jari-jari kurusnya. "Sou pasti bisa kok, sembuh."

Sou meringis, "Kamu kenapasih, [Name], sudah pasti aku bakal sembuh!"

Aku mengeratkan genggaman, "Nggak. Nggak begitu. Sou harus yakin. Sou pasti sembuh, kita berdua bakalan keluar dari rumah sakit ini. Janji, ya? Janji, kan?" aku mengajukan jari kelingking.

Sou tertawa kecil, terlihat tidak begitu mengerti dengan kalimatku. Tapi aku tahu, jauh di dalam hatinya, pasti Sou merasa lebih sakit. Akun ingin membuatnya, setidaknya merasa sedikit lebih baik.

"Iya, janji." balasnya mendekatkan jari kelingking. Saling bertautan.

"Omong-omong, buket bunga itu, punya [Name]?" toleh Sou sesaat setelah melepaskan tangan.

Aku ikut menoleh, mendapati kumpulan bunga putih yang terangkai di sisiku, "Iya, ini bunga aster. Cantik, 'kan? Aku coba buat setelah diajari suster."

"Iya cantik, kayak [Name]. Tapi, bunganya buat siapa?" tanggap Sou.

Pipiku memerah akibat kalimat Sou, buru-buru membalas ucapannya, "Tentu saja buat Sou, bunga aster punya harapan tinggi, ini bentuk harapanku agar Sou bisa cepat sembuh."

Senyum Sou merekah lebar mendengarnya, menerima rangkaian bunga aster itu dengan berseri-seri, "Terima kasih banyak, [Name]. Sebagai gantinya, biar aku tunjukin lirik lagu yang sedang aku tulis!"

Aku mendekat. Kami berbagi canda dan tawa lagi hari itu.

Ya, hari terakhir di mana aku melihat sosok Sou yang larut dalam kebahagiaan.

💐💐💐

Sudah sekian hari, entah berapa lama, aku tidak melihat Sou.

Aku tidak bisa menemukannya dimanapun. Di taman atau di atap, tempat yang biasanya kami sambangi. Dia tidak ada.

Aku cemas, apa aku harus datang ke ruang rawatnya?

Aku sudah benar-benar sembuh dan boleh pulang hari ini. Aku sudah bisa berjalan normal, berlari kecil di lorong, tidak perlu bantuan benda-benda lain lagi untuk bergerak.

Ya, harusnya aku melakukan itu.

Harusnya aku datang ke kamar rawatnya dan mengatakan semuanya hari itu juga.

Atau aku akan menyesal selama sisa hidupku.

Karena hanya itu hari yang tersisa dalam hidup Sou.

💐💐💐

Saat aku datang ke kamar yang biasanya ditempati Sou keesokan harinya, aku sadar, kalau aku terlambat.

Kamar itu sudah kosong.

Malam di mana aku tidur nyenyak di rumah yang sekian hari lamanya aku rindukan, menjadi malam yang berat untuk Sou berjuang bertahan hidup.

Sou tertidur untuk selamanya malam itu.

Dan aku terlambat mengatakan semuanya.

Aku menatap rangkaian bunga baby's breath si tangan. Menatapnya benci dan lesu. Benci, aku benci pada diriku sendiri.

Aku benci, diriku yang tidak pernah berubah.

Tatapanku beralih pada vas berisi bunga aster di dekat jendela kamar. Mendekat, melihat bahwa bunga itu sudah banyak yang layu.

Aku mengeluarkan bunga-bunga aster itu hati-hati dari dalam vas. Menggantinya dengan kelopak-kelopak mungil dari bunga baby's breath yang kubawa. Tanda kemurnian dan cinta.

Angin berhembus, saat kusadari sebuah notes dengan pulpen tergeletak di meja yang sama.

Aku mengambilnya tak sabaran, membaca isinya.

Mataku melebar sempurna saat mengetahui guratan tangan Sou ada di dalam sana.

Menulis sebuah paragraf.

Untukku.

[Name], maaf, ya, aku tidak bisa menepati janji.

Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud mengingkarinya.

Sungguh.

Kau percaya padaku, bukan?

Mau memaafkanku?

Semoga jawabannya iya, seperti yang biasa kita katakan satu sama lain.

Aku tidak apa-apa di sini. Aku sudah bertemu kak Eve.

Aku sudah menyampaikan salam dari kamu untuknya. Kak Eve bilang terima kasih, kamu baik sekali.

Air mataku mulai berjatuhan.

Dia benar-benar memikirkanku di saat-saat terakhirnya.

[Name] terima kasih banyak sudah mau menemani aku.

Sebelum ada kamu, aku kesepian. Tapi setelah ada kamu, aku jadi bisa lebih menikmati hidup.

Aku sayang kamu [Name]. Aku juga mencintai kamu dengan tulus. Maaf nggak bisa bilang langsung, hehe, sekali lagi, maafin aku, ya?

Aku akan selalu mengingat kamu, [Full Name].

Aku terjatuh.

Ini semua terlalu banyak.

Terlalu banyak untuk diriku sendiri.

Aku memeluk notes dengan banyak memori yang berputar dalam kepala saat ini.

Berusaha membiarkan semuanya terjadi, dibawa angin yang barangkali mendengar lirihanku ini.

"Aku juga mencintamu, Sou. Terima kasih untuk semua hari-hari yang berharga bersamamu dalam hidupku."

-fin.

... ini cringe? salahkan jemari saya kalau iya.
p. s (semua ss dan gambar diambil dari MV highlight reel.)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#utaite