1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bajingan!

Umpatan kasar ini harusnya bisa menyembur tepat mengenai sosok itu. Sayang, semua hanya tertahan di rongga dada menyisakan sebuah gumpalan sebesar bola tenis. Beruntung dia tak sampai perlu bantuan oksigen atau bantuan pijat jantung kala iris mata lentiknya menatap lurus ke arah lelaki yang mengenakan toga hitam menunggu hakim membuka persidangan. Jangan tanya bagaimana desiran darahnya mengalir sekarang, justru tidak ada kejut listrik yang mampu mendebarkan dada melihat wajah berbingkai rahang tegas di sana tak banyak berubah. Alih-alih meniti mahakarya Sang Pencipta, pulasan gincu merah Sherly mencibir, memaksa alam bawah sadarnya untuk tetap fokus.

Kliennya seorang lelaki berusia empat puluh tahunan meminta hak pendampingan hukum. Ini pertama kali dia mendampingi kalangan pencuri yang tergabung dalam jaringan curanmor. Sejujurnya, kehidupan menjadi seorang penasihat hukum tak jarang berbanding terbalik dengan hati nurani. Sering kali mereka dituntut untuk membela mereka yang salah dengan alibi-alibi yang mampu mematahkan atau meringankan putusan hakim. Bahkan lidah mereka sudah terlalu luwes untuk memperdebatkan hal di meja hijau.

Dulu, sebelum pindah ke kantor pusat HAD Law Firm yang ada di Jakarta Selatan, Sherly lebih suka mengambil kasus yang tidak berhubungan dengan para pemulung--sebuah ungkapan halus untuk mereka yang suka mencomot barang tanpa ijin. Oleh karena itu, di HAD cabang Surabaya dia dijuluki si pemilih. Sherly tak ambil pusing, bukankah pengacara berhak menolak kasus yang ada? Kenapa harus bersusah payah menerima semua kasus kalau tak sesuai dengan nurani?

Di kantor pusat, dia diseret paksa keluar dari zona nyaman atas perintah atasan yaitu menangani salah satu pelaku curanmor yang merasa diadili oleh masyarakat tanpa dasar hukum. Pria berpotongan gondrong bak preman pasar yang duduk di tengah ruang persidangan itu berpendapat kalau ada ganjaran bagi mereka yang main hakim sendiri. Namun, untuk saat ini terdakwa perlu mendengarkan secara saksama atas dakwaan pencurian motor yang merugikan korbannya.

Sherly berdecak kagum dengan opini kliennya saat pertama kali bertemu. Cerdas juga nih orang, pikir gadis itu. Orang lain kalau sudah merasa bersalah setelah melakukan tindak pidana biasanya akan pasrah saja dan menerima apa pun vonis dari hakim. Tapi terdakwa yang bernama Suwaji cerdik ketika diboyong ke kepolisian, dia juga melapor atas tindakan main hakim sendiri yang dilakukan sekitar tiga orang laki-laki. Dia bersikukuh jika mereka yang main serang seenak jidat perlu dijerat pasal agar sama-sama merasakan bagaimana rasanya menjalani kehidupan di balik jeruji besi.

Setelah hakim menyatakan persidangan dibuka, pria berbaju toga dengan bahu tegap membalas tatapan mata Sherly seraya melayangkan raut wajah sedingin kutub. Dalam hati, dia bertanya-tanya kenapa pula harus bertemu dengan perempuan pembual seperti Sherly Rosalie? Apa yang sedang direncanakan di dalam otak perempuan itu sampai berani muncul lagi setelah lima tahun menghilang? Kali ini hati siapa yang bakal diremukkan oleh sang pengacara?

Sementara dia bergulat bersama isi pikirannya sendiri, gadis di depannya berdiri lalu berjalan anggun di atas stiletto hitam mengilap mendekati meja hakim untuk menunjukkan surat kuasa sebagai penasihat hukum Suwaji. Eric juga berdiri untuk melihat surat kuasa yang sudah ditandatangani oleh terdakwa juga kartu keanggotaan Sherly.

Walau ada jarak di antara keduanya, hidung lancip Eric bisa menangkap sekelebat wewangian yang dikenakan Sherly. Aroma manis buah yang diselingi tonka dan bunga melati adalah satu kombinasi yang membuat si pemakai terkesan elegan dan berkelas. Satu garis tipis muncul di bibir mungil Eric kalau dia masih bisa menebak apa yang digunakan oleh Sherly padahal waktu sudah berlalu begitu lama. Ah, betapa sempurna memori Eric ketika merekam semua hal tentang perempuan.

Dia mendecih, masih berusaha memasang wajah serius dan pura-pura menjadi orang asing untuk menunjukkan kalau lelaki tampan seperti dirinya sudah berhasil move on. Kehilangan satu wanita seperti Sherly bukanlah apa-apa, setidaknya itu yang dikatakan oleh batin Eric. Toh, nyatanya selama ini dia juga sudah memiliki dambaan hati yang lebih cantik dan tentunya tidak bermulut sampah.

Kali ini, atas perintah sang hakim yang bernama Setyo, Eric membawa dakwaan yang berisi identitas terdakwa sampai kronologi kejadian pencurian sepeda motor yang semakin hari semakin meresahkan. Sesekali dia melempar lirikan ke arah Sherly sementara bibirnya masih saja terus membaca paragraf demi paragraf dakwaan yang berlembar-lembar.

Bukankah dia terlihat cukup hebat? Apalagi setelah lima tahun berlalu, Eric menjadi primadona di kalangan perempuan di kantor kejaksaan maupun kalangan pengacara yang pernah berhadapan dengannya. Tidak sedikit dari mereka yang mengajak Eric kencan sekadar menghabiskan waktu di malam minggu sampai mengajak tidur bersama di hotel. Anggap saja, lelaki berkulit kuning langsat itu sedang beruntung menerima berbagai tawaran untuk berbagi sandaran bagi para pencari kehangatan.

"Baik, untuk penasihat hukum apakah ada keberatan dari surat dakwaan hari ini?" tanya hakim Setyo usai dakwaan selesai dibaca penuntut umum.

Sherly mengangguk, menyorot wajah Eric seakan mengibarkan bendera perang dan berkata, "Ada, Yang Mulia. Kami ingin mengajukan eksepsi namun kami memohon waktu sekitar tujuh hari, Yang Mulia."

"Baik, kalau begitu persidangan ditunda dan akan dilanjutkan hari Selasa pada tanggal 2 Agustus 2022," ucap hakim Setyo mengetuk palu.

###

"Apa enggak ada tempat lain, hah?" suara Eric terdengar menyudutkan Sherly yang hendak meninggalkan gedung pengadilan negeri Jakarta Selatan. Dengan masih mengenakan seragam kebesaran, Eric berkacak pinggang dan menambahkan,"gue kira lo bener-bener--"

"Mati?" sela Sherly melipat tangan di dada.

"Kenapa lo datang lagi?" Eric menaikkan sebelah alis ingin menguliti rahasia apa lagi yang tengah disembunyikan oleh gadis itu.

"Kenapa juga lo kepo? Enggak bisa move on ya?" ketus Sherly tak mau kalah malah melempar tatapan meremehkan.

"Wah..." Eric menggeleng keheranan. "Makin beringas aja itu mulut."

"Udah ya, gue sibuk enggak ada waktu buat ladenin mantan," pamit Sherly, "apalagi anak mami." Dia pun berbalik arah meninggalkan Eric tanpa menoleh lagi.

Tak perlu membuang waktu lama-lama untuk kontak mata dengan manusia berstatus mantan jika Sherly tidak ingin diserang potongan kenangan bersama Eric. Padahal tadi Sherly lega ketika berdiri di hadapan hakim menunjukkan surat kuasa yang dilihat pula oleh Eric yang benar-benar menganggapnya asing. Lantas kenapa sekarang dia berbalik mengejar dirinya?

"Sher! Lo--" ucapan Eric tertahan jikalau bukan salah satu temannya memanggil untuk acara persidangan berikutnya.

Ah, kalau saja dia bisa menghentikan waktu, ingin rasanya Eric mencekik leher jenjang Sherly dan mematahkannya sekarang. Setelah lima tahun berlalu, nyatanya kepribadian Sherly berubah seperti ular. Dia tak berganti kulit, melainkan sifatnya yang benar-benar sedingin kulkas tujuh pintu. Terutama bibir bergincu merah itu berhasil memojokkan dirinya sebagai mantan gagal move on.

Tentu saja Eric tidak terima. Dia sudah move on bahkan jauh lebih baik dan bahagia menemukan gadis yang lebih menarik daripada Sherly. Dia membenarkan analoginya sendiri kalau di dunia ini tidak ada manusia yang bisa berhubungan baik dengan mantan. Tapi, kenapa beberapa teman satu kantor justru menjadi bestie forever setelah putus dengan mantan bukannya musuh abadi seperti Eric? Apa perlu Eric berguru kepada temannya agar Sherly mau membuka pintu pertemanan tanpa ada garis rasa?

Eric menggeleng tak mau melakukan hal menjijikkan seperti itu. Dia adalah lelaki tampan dengan sejuta pesona yang tak perlu memohon kepada si pembual. Sherly hanyalah segelintir perempuan rugi yang rela melepaskan lelaki yang memiliki karier cemerlang dan kaya tujuh turunan seperti Eric. Dia membalikkan badan kembali ke ruang persidangan untuk mengikuti agenda tuntutan pemerkosaan yang makin marak terjadi.

Beberapa saat ponselnya bergetar, Eric merogoh benda persegi panjang dengan logo apel di belakang kala notifikasi grup berisikan lima bujangan tampak ramai. Dia mengernyit bingung dan detik berikutnya gelombang emosi langsung memenuhi rongga dadanya. Ada sebuah foto yang menampakkan jaksa itu tengah berhadapan dengan si pengacara cantik seraya berkacak pinggang. Kontan satu foto tersebut menimbulkan reaksi kelima lelaki dalam grup WhatsApp.

Candra : cie ketemu mantan @eric.

Jojo : oh si Sherly? Gmn, Ric? Masih bahenol kayak dulu enggak?

"Anjir, siapa sih yang nyebar ini?" gerutu Eric kesal.

Candra : dari sayang menjadi kenangan.

Eric : bacot lo pada!

"Emang udah bener kalau enggak usah ketemu Sherly. Kenapa sih dia muncul lagi?" gumam Eric melangkah masuk ke ruang sidang. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro